Sehabis nonton, kami berempat mampir di salah satu cafe. Aku yang sedari kesal oleh omongan mesum Abang memasang wajah bete.
“Yu, lo kenapa? Dari tadi gue lihatin tuh bibir manyuuun ... aja.” Silvi mendekatkan kursi. Pandanganku tertuju pada dua laki-laki di hadapan. Mereka tengah asyik membahas film yang baru saja kami tonton.
“Tuh!”
Mendongakkan kepala ke arah Abang.
“Kenapa Abang lo?” bisik Silvi pada telingaku.
“Au, ah!” Menyeruput Jus Alpukat, lalu berdiri.
“Yu, lo mau kemana?”
“Pulang!!” jawabku ketus sambil terus berlalu.
“Bang Dendy, itu Ayu!” Samar kudengar Silvi memberitahu Abang. Aku berjalan cepat.
“Ayu! Yu, tungguin Abang!!” teriak Abang. Aku tak menoleh sedikit pun.
Bodo amat! Aku terus melangkah, berjalan cepat ke pinggir jalan. Berharap secepatnya taksi melintas.
Secepat kilat Abang menarik lengan
Rasa kesal terhadap Abang, hilang sudah karena kabar baik yang Bunda sampaikan. Akhirnya Allah mengabulkan apa yang aku harapkan. Semoga kedepannya hubunganku dengan Abang berjalan mulus, tidak ada halangan apapun."Jadi, kapan kalian mau cetak undangan dan fitting baju buat pernikahan?” Kedua mata Bunda menatap kami bergantian. Sejujurnya aku tak tahu. Aku memilih diam, membiarkan Abang yang menjawab.“Besok, Bun! Besok Dendy sama Ayu mau fitiing baju.” Penuh semangat Abang menjawab.“Cetak undangannya?”“Besok juga!” tandas Abang. Bola matanya berbinar, wajahnya sumringah.“Bunda, emang tanggal pernikahannya udah ditentuin?” tanyaku mengalihkan perhatian Abang.“Ya terserah kalian. Kalau rencana Bunda sih, malam Minggu dua hari setelah pengajian, kalian tunangan. Sebulan kemudian langsung akad sekaligus resepsi. Gimana, setuju gak?” Usulan Bunda tak kutanggapi. Apa tidak ter
Usai fitting baju, aku dan Abang ke tempat souvenir. Perjalanan cukup jauh. Tapi gak masalah, yang penting bisa bersama sama Abang, rasa capek itu pasti hilang. Eeaaak ....Lima belas menit kemudian, kami tiba di tempat yang dituju. Aku dibuat bingung dengan beraneka macam souvenir. Bingung juga sih cari yang cocok.“Bang, ini urusan Abang aja deh! Ayu bingung.” Aku menyerah, pusing ikutin seleranya Abang. Dari tadi disodorkan beberapa contoh souvenir menggeleng terus.Dikasih tahu yang ini, menggeleng. Yang itu, menggeleng. Hadeuuh....Laki-laki itu hanya mengangguk tanpa menoleh. Tatapannya tertuju pada barisan aneka macam souvenir. Aku memilih duduk di bangku yang disediakan untuk para pengunjung. Dari pada bosen nunggu Abang, lebih aku membuka handphone. Berselancar di dunia maya.Membuka ponsel, ada story WhatsApp Silvi berfoto denganku. Foto setahun lalu.Mataku membeliak baca captionnya.“Gak nyangka ban
Ibu tak henti memelukku saat mengetahui hasil tes DNA yang menyatakan kalau aku adalah anak kandungnya yang selama ini hilang. Aku pun tak menduga sama sekali, akan bertemu dengan Ibu yang telah melahirkanku. Rasa haru tiada terkira. Tak henti air mata kami mengalir.“Dua puluh tahun, Nak ... Ibu menunggumu, mencarimu kemana-mana. Ya Allah, terima kasih. Akhirnya kami telah dipertemukan," ucap Ibu disela Isak tangis. Aku hanya mampu mengangguk dalam pelukannya. Tak kuasa untuk berbicara. Aku dan Ibu larut dalam tangisan, menumpahkan segala rasa rindu. Meski, selama ini Bunda merawatku dengan penuh kasih sayang, akan tetapi kerinduan pada sosok Ibu kandung tetaplah ada.Ibu melepaskan pelukan, menatapku dengan air mata yang membasahi kedua pipinya“Ibu ....” Panggilku lirih, mengusap air mata Ibu perlahan. Ibu menangkupkan kedua tangan pada pipiku.“Ibu mohon, Nak. Tinggallah bersama Ibu. Ya, Sayang?” pinta I
PoV Ayu"Oh iya, Bu Eva.” Aku dan Ibu melepaskan pelukan, menoleh pada Bunda, tampak tenang sekali.“Nanti malam ada pengajian di sini. Hm ... sekalian mau ngasih tau ke teman-teman saya, para tetangga, kalau Ayu adalah anak angkat. Supaya, nanti pas mereka menikah, tidak ada fitnah atau pikiran macam-macam. Kalau Bu Eva tidak sibuk, silakan datang.” Cetus Bunda. Kulihat Ibu memaksakan untuk tersenyum.“Iya, saya akan datang. Nak, nanti malam Ibu sama Bang Dion akan datang ke sini.”“Satu lagi, Bu. Malam Minggu besok juga, Dendy dan Ayu akan bertunangan. Di rumah ini acaranya, bukan di tempat lain. Ya barang kali, Bu Eva mau menghadiri.”Enteng Bunda berbicara. Lagi-lagi Ibu hanya mengulas senyum.“Baik, saya akan datang," sahut Ibu. Kedua matanya tak lagi menatap Bunda. Guratan kesedihan sangat kentara dari balik wajah cantiknya. Kugenggam tangan Ibu. Mencoba memberi
PoV AyuSemua orang yang berada di ruangan seketika membungkam. Menyimak dan menunggu perkataan Abang selanjutnya.Laki-laki yang mengenakan stelan muslim itu menghela napas.“Satu lagi yang perlu Ibu-Ibu ketahui. Dulu, sewaktu Ayu masih bayi, dia bukan dibuang oleh orang tuanya. Bukan bayi yang tidak diinginkan. Tetapi, bayi yang hilang karena diculik oleh Penjahat!”Raut wajah para Ibu-ibu mendadak tegang. Kedua bola mata mereka membulat. Ada yang sampai menutup mulutnya sendiri. Ada juga saling memandang satu sama lain.“Oleh pelakunya disimpan dalam kardus, lalu diletakkan di depan rumah lama saya. Alasan penculik tersebut menyimpan bayi itu, dia dalam pengejaran polisi, karena telah membunuh Ayah kandung Ayu.”“Astaghfirullah!”“Ya Allah!!”Pekik ibu-ibu. Kulihat wanita yang melahirkanku merunduk, ia menangis. Ingin sekali aku memeluknya tapi ....&
PoV Ayu"Ayu, ingat pesan Abang!! Jangan keluar dari mobil!!" Titah Abang dengan nada cemas. Sungguh, sebenarnya aku sangat penasaran dengan apa yang terjadi di dalam kontrakan sana."Bang ... Ayu cemasin Ibu sama Bang Dion ...." kataku dengan suara bergetar. Tubuhku mendidik gemetaran, takut sekaligus cemas.Para tetangga kontrakan berhamburan keluar rumah. Mendekati kediaman laki-laki yang bernama Bang Parto. Mungkin karena mendengar suara tembakan tadi.“Ayu tenang, Abang udah nyuruh karyawan sini telepon polisi. Abang mohon jangan keluar dari mobil. Sebentar lagi Abang nyampe sana.”Aku tak menjawab ucapan Abang. Tubuh ini gemetaran.“Rapat dicancel.” Masih kudengar suara Abang dari ujung telepon.Dari arah belakang kontrakan, kulihat dua orang setengah berlari. Satu seorang wanita, dan satunya lagi seorang pria. Seolah menghindari kerumunan. Memasuki mobil mewah yang t
PoV AyuAku mendengar penuturan Bang Dion yang menceritakan kronologis kejadian di dalam kontrakan.“Jadi bener, Herlina itu sebenarnya tante Ratih teman arisan Bunda?” tanya Abang setelah Bang Dion mengakhiri cerita.“Gak salah lagi,” sahut Bang Dion. Wajahnya terlihat sangat kelelahan. Aku kasihan sama Ibu dan Bang Dion. Mereka pasti sangat lelah sekali. Kulihat Ibu, Ibu pun demikian. Tapi sekarang sudah lebih tenang.“Bu, gimana ceritanya Ibu bisa kenal Herlina?” tanyaku penasaran. Ibu masih saja membisu. Pandangannya lurus ke depan.“Dulunya dia seorang model," sahut Ibu dengan suara lemah.“Model?” tanyaku berbarengan dengan Abang. Ibu menarik napas panjang.“Ayah Dion pernah cerita. Dulu, Ayah Dendy, Doni. Ayah Dion, Restu. Dan suami Ratih Prasetya adalah tiga sahabat. Mereka bersahabat sejak awal masuk kuliah. Singkat cerita, Doni dan Pras mencintai
PoV Herlina“Parto b*doh! Kenapa malah ngebocorin semuanya??!! Sialan!!!” Kupukul-pukul sisi stir mobil dengan keras. Aku sangat kecewa dengan lelaki berkumis tebal itu. Tidak bisa diandalkan!!“Mami ... jangan berisik. Iman kan kaget.” Aku menoleh. Anak lelakiku satu-satunya memprotes kemarahanku. Sifat dia memang kadang labil. Kadang seperti orang dewasa, kadang seperti anak kecil.“Maaf, Sayang ... Mami emosi. Ya udah, Iman lanjut main gamenya.”Sepanjang jalan, pikiran menerawang. Menarikku pada kejadian dua puluh tahun lalu. Terutama tentang perkenalanku dengan laki-laki tampan dan mapan. Prasetya Wirawan.Dia adalah anak kedua dari dua bersaudara. Tapi sayang, laki-laki itu tak pernah mencintaiku hingga akhir hayatnya. Dia lebih mencintai Tari Riana yang tak lain istri sahabatnya sendiri. Harusnya wanita itu juga aku bunuh. Eva aku bunuh. Anaknya aku bunuh. Semua keturunan mereka aku len