Giandra menggeleng pelan. “Bukan. Gue nggak tahu pastinya. Dia hanya kasih tahu gue kalau dia udah dapat pengganti Andrian yang memiliki kinerja yang baik juga seperti Andrian.”“Oh begitu. Besok gue mau ke kantor Kevin. Sekalian kenalan.”Giandra mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Gue buru-buru. Diandra sendirian di rumah soalnya.”Justin pun mengangguk kemudian melambaikan tangannya pada Giandra kemudian menghilang dari pandangannya.Justin menghela napasnya dengan pelan. “Udah hamil juga ternyata,” gumamnya kemudian mengambil beberapa dus susu ibu hamil untuk Selena.“Kenapa? Nggak rela, Bu Diandra hamil anaknya Pak Giandra?” tanya Selena dengan ketus.Justin lantas menggelengkan kepalanya dengn cepat. “Nggak, Sayang. Malahan aku senang karena sebentar lagi Diandra akan menjadi seorang ibu.”“Yakiiiinn?” tanyanya seolah tak percaya pada suaminya itu.Justin mengangguk pasti. “Seyakin-yakinnya!”Mata Selena menatap manik mata Justin kemudian membuang muka lantaran malas melihat suamin
Setibanya di kantor, Selena memberikan agenda di hari ini kepada Justin. "Tolong kamu pelajari agendanya. Aku ke toilet dulu. Mual!"Selena berlari ke dalam toilet untuk memuntahkan isian di dalam perutnya karena mual kembali merajangnya. Bukannya mempelajari agenda yang diberikan Selena, ia malah menghampiri Selena yang tengah memuntahkan isian di dalam perutnya."Are you okay?" tanya Justin sembari mengusapi punggung Selena dengan lembut."Bad, Mas. Aku mau istirahat dulu, yaa. Di kamar kamu. Gak kuat, lemes banget."Justin mengangguk kemudian berinisiatif untuk menggendong Selena dan membawanya ke dalam kamar privasi di ruangan itu."Mabuk, yaa? Kayaknya kamu harus istirahat total. Gak bisa kerja kayak gini. Aku gak mau kamu kenapa-kenapa.""Tapi aku gak mau kamu punya sekretaris baru," ucapnya jujur. Selena yang sudah hafal dengan sifat Justin lantas menyimpan curiga jika suaminya itu memiliki sekretaris baru.Justin menelan saliva dengan pelan. "Aku tahu kamu tidak akan percaya w
Setengah jam kemudian Justin tiba di kantor Kevin. Menghampiri Kevin dan duduk di sofa. Menundukkan kepalanya sembari menjambak rambutnya."Kenapa, lo? Jangan bilang habis berantem lagi sama Selena." Kevin menebak raut wajah Justin yang sangat kusut itu.Justin menggeleng pelan. "Karma masih berlaku ke gue, Kevin. Elo nggak tulus ya, maafin gue?"Kevin lantas mengerutkan keningnya. "Ngomong apaan sih, lo? Kalau gue nggak tulus maafin elo, ngapain gue nolongin elo ini dan itu. Aneh! Napa sih, lo?" Kevin terlihat kesal pada Justin yang sudah menuduhnya belum memaafkannya.Justin menghela napas pelan. "Jasmine, waktu hamil sering sakit apa nggak?"Kevin menggeleng. "Ngebatin doang, gara-gara elo juga."Justin memutar bola matanya dengan pelan. "Nggak pernah sakit sama sekali?""Nggak, Justin. Mual dan muntah yaa memang hal biasa ibu hamil rasakan. Selena hamil? Udah berapa bulan? Nyoblos duluan ya, lo?""Nggak, Justin! Baru dua minggu. Tapi, mual dan muntahnya kebangetan. Lemes, sakit ke
Hampir lima belas menit lamanya Dokter Felix memeriksa kesehatan Justin. Ia pun memberikan hasilnya kemudian dibaca oleh Justin."Negatif ini apaan, Dok?" tanyanya sembari menunjuk hasil pemeriksaan tersebut.Dokter Felix menghela napasnya. "Anda memang tidak memiliki penyakit tersebut. Tapi, jangan juga diulangi lagi. Kehidupan Anda benar-benar buruk. Jangan merokok, jangan mabuk, dan jangan jajan di luar. Hanya itu nasihat dari saya."Justin menelengkan kepalanya sembari menatap Dokter Felix dengan bingung. "Maksud Dokter, kondisi saya baik-baik aja? Gitu 'kan, Dok?""Ya. Kondisi Anda baik-baik saja. Memangnya siapa yang bilang Anda sakit? Atau, Anda mengalami gejala-gejala aneh?"Justin menggeleng pelan. "Nggak ada sih, Dok.""Atau ... istri Anda bukan seorang gadis?""Masih kok. Baru dibuka segelnya, sama saya."Dokter Felix mengulas senyumnya. "Betapa beruntungnya Anda karena memiliki jodoh yang masih original sementara Anda sedikit berantakan. Jangan disia-siakan karena kesempat
Selena menghela napas kasar. Kali ini, dia memang yang salah. Sudah merahasiakan penyakitnya dari suaminya sendiri. Kemudian menelan saliva dengan pelan dan merebahkan tubuhnya kembali."Selena, jawab! Kenapa malah tiduran lagi?" Justin kembali naik pitam atas ulah Selena sendiri karena memilih rebahan daripada menjelaskan alasannya.Selena melirik Justin kemudian menatap ke arah depan lagi. "Aku gak pernah berniat untuk menyalahkan kamu terus menerus. Aku tidak pernah menyangka kalau aku bisa langsung hamil padahal memiliki penyakit Miom."Aku gak akan salahkan kamu kalau terjadi sesuatu padaku. Itu semua salahku. Maaf, karena udah nggak jujur dari awal sebelum kita menikah."Aku rasa sudah saatnya kamu tahu tentang penyakit aku, kekurangan aku. Silakan pergi kalau kamu tidak bisa menerima kondisi aku. Ini semua memang salah aku. Wajar kalau kamu marah atau membentak aku seperti tadi."Selena menghela napasnya sembari menahan nyeri di bagian perutnya itu. Meringis dengan pelan kemudi
Selena lantas terisak kala mendengar ucapan tulus Justin. Ia mau menemaninya dalam kondisi seperti itu. Selena pikir, Justin akan menyerah kemudian meninggalkannya. Rupanya Selena salah. Justin mencintainya.Justin tahu ini berat. Namun, buka berarti ia harus meninggalkan Selena begitu saja. Tentu saja tidak akan pernah hal itu terjadi padanya.Waktu sudah menunjuk angka dua pagi. Selena masih terjaga sementara Justin sudah terlelap dalam tidurnya. Kini, keduanya sudah kembali ke rumah karena permintaan Selena.‘Apa ini, Tuhan? Kenapa aku diberi cobaan yang begitu berat. Kenapa hidupku tak pernah mendapat kebahagiaan. Atau memang aku yang tak pernah bersyukur.’Selena berucap dalam hati. Kemudian menghela napas dengan pelan. Hidup seperti ini tak pernah ia inginkan. Karena semua manusia di muka bumi tak pernah mau memilih hidup seperti itu,Selena menatap Justin yang begitu lelapnya. ‘Sedang mimpi apa kamu di alam bawah sadar itu, Mas? Sementara aku masih memikirkan kondisiku yang seh
Isakan tangis itu semakin menjadi. Tak sanggup lagi untuk berucap. Justin lantas mengambil ponsel tersebut.“Jadi benar, Mama meninggal karena tumor itu?” tanya Justin dengan tangan mengepal.“Iya. Mama Selena memilih untuk menyelamatkan Selena.”Tubuh Justin seketika lemas. Memejamkan matanya dengan erat hingga butiran air mata menetes.“Apakah nasib Selena akan seperti mamanya? Aku lebih memilih Selena tetap hidup walau tidak ada buah hati dalam keluargaku, Pa.“Anak bisa adopsi. Aku punya segalanya. Tapi, kalau Selena nggak ada, semuanya gak ada artinya. Aku gak mau Selena pergi, Pa.”“Iya, Justin. Papa mengerti perasaan kamu. Sama seperti saat Papa tahu ada Miom di dalam rahim Indah dulu. Begitu hancur hati Papa. Tapi, apa yang bisa Papa lakukan sementara Indah tidak mau mengeluarkan janinnya. Memilih membesarkannya hingga akhirnya mengancam nyawanya.”Justin semakin mengepalkan tangannya. Kemudian menutup panggilan tersebut. Duduk bersimpuh memegang kedua kaki Selena.“Selena. Ka
Perempuan tak peduli. Kemudian bangun dari duduknya, mengambil beberapa apel untuk mengganjal perutnya yang masih keroncongan itu.Justin lantas mengikuti sang istri dan masuk ke dalam kamar. Duduk kembali di samping Selena yang mengunyah apel.“Kamu pasti tahu bagaimana perasaan aku. Aku gak bisa kehilangan kamu, Selena,” ucap Justin dengan lembut.Selena melirik malas kemudian menatap ke arah depan lagi. “Kamu bilang ke Pak Kevin gak akan pulang sebelum aku mau mengeluarkan janin ini. Aku gak akan pernah keluarin dia sampai nanti waktunya dia lahir.”Justin mengangguk. “Maaf! Aku gak akan meminta kamu untuk mengeluarkannya. Aku gak mau egois. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan agar kamu dan anak kita bisa selamat dua-duanya.”Selena menghentikan kunyahannya kemudian menolehkan wajahnya dengan pelan pada suaminya itu.“Seyakin itu … aku akan selamat?”Justin mengangguk. “Ya. Seyakin-yakinnya kalau kamu akan selamat bersama dengan calon bayi kita,” ucapnya kemudian menerbitkan seny