“Ja—jadi, Mas Gemma masih ada di sekitar Jakarta? Gue pikir udah kabur ke luar kota.”“Gak punya duit kali, buat beli tiketnya. Dan juga, si Gemma kan lagi dalam pencarian polisi. Mana mungkin bisa bebas mondar-mandir. Dia udah di-backlist di semua bandara, terminal maupun stasiun.”Justin kembali melangkahkan kakinya menuju mobil. Diikuti oleh Desi di belakangnya.“Hebat bener si Gemma. Bisa keluar dari penjara dan masih bisa keluyuran di mana-mana. Ini polisi yang bodoh, apa si Gemma yang terlalu cerdas.”Justin menggaruk rambut yang tak gatal itu. Memikirkan Gemma yang bisa keluar dengan mudahnya dari lapas dan berkeliaran semaunya.“Mas Gemma operasi plastik, kali.”Justin menoleh dengan malas pada Desi. “Mukanya emang masih muka si Gemma. Emang sih, kalau lihat hanya sekilas nggak kelihatan kalau itu si Gemma.”Desi manggut-manggut. “Ya udahlah biarin aja. Lagi pula dia keluar buat nyari kebebasan. Nggak ada orang dia celakai juga.”“Itu sih menurut elo. Kalau dia lukai Jasmine,
Tespack yang ia pegang pun jatuh dengan sendirinya lantaran tajamnya ucapan Kevin padanya. Begitu menusuk relung hati hingga membuat Desi sudah tak bisa menopang kakinya lagi.Lemas yang ia rasakan. Hingga akhirnya Kevin enyah dari rumah itu. Tidak peduli dengan perasaan Desi yang sudah pasti merasa sakit hati atas ucapan menohoknya tadi.Satu tetes air mata turun membasahi pipinya. “Benar-benar akan sia-sia jika aku mengatakan aku sedang mengandung anak kamu, Mas. Tidak akan mau, kamu bertanggung jawab karena itu bukan ulah kamu.”Desi sudah sangat yakin jika Kevin tak akan mau mengakui anak yang sedang ia kandung kini. Walau memang hasil perbuatan Kevin, tapi bukan kesengajaan yang Kevin lakukan.Ia tidak pernah berniat menanam benih itu di dalam rahim Desi. Desi-lah yang dengan sengaja menanam benih itu hingga tumbuh di dalam rahimnya.Perempuan itu membantu Justin bangun. Membawanya ke dalam dan mendudukkan Justin di atas sofa. Wajah yang babak belur dengan kesadaran tinggal seten
Mau tak mau, Jasmine pun harus melayani suaminya ini. “Janji ya, hanya sekali?”Kevin mengangguk dengan semangat. “Janji!”“Jangan kenceng-kenceng lho, Mas.”“Iya, Sayang. Saya tidak pernah melakukannya seperti orang gila.”Kevin memang sudah tidak pernah melakukannya seperti sebelum Jasmine hamil. Setelah perut Jasmine kram waktu itu, Kevin taubat melakukan hal gila yang hanya dia lakukan dengan Jasmine.Baginya, Jasmine adalah candu yang tidak bisa dilupakan. Jika saja Jasmine sedang tidak hamil, maka setiap hari ia selalu menginginkannya.Tidak seperti kepada Desi dulu. Hanya menghargai dan memaafkan masa lalunya. Namun, ia tidak bisa merasa puas atas permainannya dengan mantan istrinya dulu.Dan Kevin, baru merasakan apa itu surge dunia hanya dengan Jasmine. Selalu membalas apa yang sedang dia kerjakan.**Hari Minggu.Di mana Kevin dan kedua orang tersayangnya—Jasmine dan Arshi. Tengah melakukan liburan di tempat wisata. Menunaikan janjinya kepada Arshi yang ingin liburan setelah
“Anda sudah berjanji akan merawat Bu Desi sampai beliau melahirkan. Kenapa harus memberi tahu mereka?” bisiknya kembali.Sementara Justin hanya menggaruk kepalanya. “Aduuhh!!”Selena menekan luka di sudut mata Justin lantaran kesal. Kemudian menoleh pada Kevin dan Jasmine.“Kalian tidak perlu kaget seperti itu. Bu Desi tidak akan meminta pertanggungjawaban Pak Kevin. Karena semuanya memang salah Pak Justin dan Bu Desi yang sudah menjebak Pak Kevin.“Yang perlu Pak Kevin ketahui hanyalah, Bu Desi hamil anaknya Pak Kevin. Baik diakui atau tidak setelah melahirkan nanti, itu tergantung pada Anda, Pak Kevin!”Selena mencoba menjelaskan kepada Kevin yang kakinya sudah bergetar. Sementara Jasmine sudah duduk di sofa.“Kevin. Gue minta maaf, karena udah bikin Desi hamil gara-gara gue,” kata Justin dengan memelas. Berharap mendapat pengampunan dari Kevin.Tak lama, Desi keluar dan menghampiri Arshi. Memeluk anak sulungnya itu dengan erat.“Mama kangen banget sama kamu, Sayang. Kamu sehat, Nak
Begitu takutnya Kevin pada sikap Jasmine yang tiba-tiba baik pada Desi.“Kevin! Kalau nggak mau pisah sama Jasmine, punya dua bini aja udah. Mereka kan udah baikan. Jadi, nggak ada masalah juga kalau ini anak dua disatuin di rumah yang sama,” usul Justin kepada Kevin.Kevin menoleh dengan malas ke arah Justin. “Mau gue tambah, tonjokanya?”Justin menggeleng dengan cepat. “Ini aja belum kering. Masa mau ditambah lagi. Gilak lo, Vin. Marah ya marah. Elo hampir bunuh gue tahu, nggak!”“Karena itu tujuan gue sebenarnya, Justin!” sengal Kevin dengan suara datarnya.Justin menghela napasnya dengan panjang. “Kevin! Gue mohon sama elo. Batalin pemutusan kerja sama itu. Gue janji, gak akan ganggu rumah tangga elo lagi.”Kevin bergeming. Ia masih enggan memaafkan Justin. Ditambah sekarang Desi hamil. Semakin marah lah Kevin pada pria itu.Lalu, Kevin menarik tangan Jasmine dan menggendong Arshi. Keluar dari rumah itu karena waktu sudah hampir malam.Justin hanya bisa menghela napas pasrah. “Ya
Perempuan itu melirik dengan tajam ke arah Kevin. "Terus, maunya gimana? Maunya itu saya jambak-jambak Mas Kevin sama Mbak Desi? Koar-koar sana-sini kalau suami saya selingkuh, sampai selingkuhannya hamil. Bahkan, selingkuhnya dengan mantan istrinya. Gitu?"Akhirnya perempuan itu kesal atas tuduhan Kevin yang terus menerus mencurigainya lantaran sikap tak biasa Jasmine. Padahal, memang aslinya Jasmine sudah lelah, sudah pasrah. Mau diapakan pun semuanya sudah terjadi."Mas Kevin maunya saya mengizinkan Mas rujuk lagi, sama Mbak Desi?" tanya Jasmine kemudian.Lantas pria itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak mau, Jasmine. Saya sudah bilang berkali-kali pada kamu, kalau saya tidak pernah berniat punya dua istri.""Ya udah, nggak usah ngegas. Biasa aja. Saya mau tidur. Pusing, kalau mikirin masalah tadi. Biarkan semuanya berlalu."Perempuan itu memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Biar saja semuanya berlalu begitu saja. Ia ingin hidupnya tentram. Masa bodoh
“Mama Desi udah berangkat belum, Ma?” tanya Arshi setelah keheningan menemani perjalanan menuju sekolah.Jasmine menoleh pada Arshi. “Mama kirim pesan dulu, yaa. Sudah berangkat atau belum.”“Oke, Mama.”Jasmine pun mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Desi.Lima menit kemudian, Desi membalasnya jika ia sudah tiba di sekolah bersama Justin yang ingin bicara dengan Kevin.Waktu Justin tinggal satu bulan satu minggu lagi. Dan ia belum bisa menaklukan Kevin agar mau kerja sama lagi dengan perusahaannya.Setibanya di sekolah.Kevin, Jasmine dan Arshi keluar dari mobil. Anak kecil berlari menghampiri sang mama yang sudah merentangkan tangannya untuk memeluk sang anak.“Semangat ya, Sayang. Jangan gugup, okay? Ada Mama, Mama Jasmine, Papa dan Om Justin yang akan support Arshi.”Arshi lantas mengangguk. “Oke, Mama. Makasih ya, Ma. Udah mau datang ke acaranya Arshi.”“Iya, Sayang.” Desi mengusapi rambut anaknya itu, menatapnya dengan sendu. “Mama kangen sama kamu, Nak,” ucapnya lirih.
Sudah selesai sesi foto. Jasmine mempersilakan Desi untuk mengambil foto bersama Arshi dan Kevin. Ada rasa canggung dalam diri kedua manusia itu—Kevin dan Desi.Mereka sama-sama tidak enak hati. Tapi, Jasmine sendiri yang memang memberi kesempatan untuk mereka berfoto bersama.“Eeuuh, Jasmine. Bagaimana kalau sama kamu juga? Saya nggak enak, kalau foto hanya bertiga,” kata Desi berucap sembari memainkan jarinya.Jasmine mengulas senyum lebar. “Buat kenang-kenangan, Mbak. Agar Arshi tidak lupa, ada perempuan hebat yang sudah membawanya ke dunia.”Desi menelan saliva dengan pelan. “Saya tidak enak, Jasmine.”“Jangan seperti ini terus, Mbak. Saya nggak apa-apa. Jangan terus menerus merasa bersalah. Kalian orang tua kandung Arshi. Yang lebih pantas berfoto bersama.“Saya hanya ibu sambung yang berharap bisa dicintai dan disayangi oleh Arshi dengan sepenuh hatinya. Silakan, Mbak. Jangan sungkan apalagi tidak enak.”Jasmine menarik tangan Desi agar menghampiri Kevin dan Arshi yang masih ber