"Nggak apa-apa, Mas. Saya paham. Dan ... saya harap Mas Kevin bisa melupakan itu semua. Saya bukan Mbak Desi, Mas. Saya Jasmine. Lihat saya sebagai masa depan Mas Kevin, bukan terus menatap masa lalu Mas Kevin."Saya memang menjadi nomor dua yang masuk dalam hidup Mas Kevin. Tapi, saya juga punya hati dan perasaan yang bisa terluka, jika suami saya tidak bisa melupakan masa lalunya sendiri."Jasmine berbicara sambil menitikan air matanya. Berbicara tanpa menoleh sedikit pun kepada Kevin. Ia ingin melihat Kevin. Melihat perasaan yang sebenarnya Kevin rasakan untuknya."Ada apa ini? Kenapa kamu berbicara seperti itu, Jasmine? Bukankah kalian sudah melakukannya? Kenapa jadi seperti ini?" tanya Ranti yang masih bingung dengan keadaan di ruangan itu.Jasmine menelan saliva dengan pelan. Selanjutnya, menghela napasnya dengan panjang."Kami belum melakukan apa pun, Ma. Saya rasa, Mas Kevin tidak bisa keluar dari bayang-bayang itu. Kata Dokter Fadil, saya harus bisa menyembuhkannya. Tapi, sep
Justin mengangguk. “Ya. Kamu tenang saja. Saya bukan laki-laki pengkhianat, yang akan merebut milik orang. Terlebih, kamu adalah milik sahabatku sendiri. Tidak akan terjadi, Jasmine.”Padahal, di hatinya ia sangat menyesal karena baru kenal dengan Jasmine, setelah Kevin mempersuntingnya.“Saya antar kamu pulang, mau? Kamu dan Kevin marahan karena apa?” Dan Justin baru bertanya mengenai Jasmine yang menangis sendirian di sana.Jasmine menggeleng pelan. “Hanya sedikit kecewa. Karena Mas Kevin belum seratus persen melupakan mantan istrinya itu.”Justin manggut-manggut. “Ya sudah. Nanti juga cinta seratus persen sama kamu. Ini hanya sebuah cobaan yang harus kamu hadapi. Harus bisa kamu hadapi. Ayo, pulang! Jangan buat Kevin cemas.”Jasmine mengangguk dan menuruti titah Justin. Pulang bersama dengan Justin. Jasmine mengira jika Kevin masih di rumah sakit. Dan Jasmine juga tidak membawa ponsel maupun dompet.“Pak. Terima kasih sudah menghampiri saya. Saya lupa, kalau saya tidak membawa apa
Andrian memperingati Justin agar berhenti mendekati Jasmine. Sebab ia tak ingin bosnya itu kembali terluka akibat ulah sahabatnya sendiri.‘Kamu tidak pernah melihat Diandra yang selalu mencintai dan menunggumu. Adikku yang sejak lama mencintai kamu, tidak pernah kamu lirik sekali pun.‘Sedangkan Jasmine, yang baru kamu lihat … langsung menaruh perasaannya kepada perempuan itu. Jangan mengganggu Jasmine. Jasmine sudah milik Pak Kevin.’Andrian hanya bisa berucap dalam hati. Ia tak akan memberi tahu Justin perihal perasaan Diandra padanya. Biarkan Justin sendiri yang peka dan tahu dengan sendirinya.“Kamu tenang saja. Aku bukan laki-laki brengsek yang akan merebut istri dari sahabatku sendiri. Aku hanya akan datang ketika Jasmine terluka oleh Kevin,” ucap Justin dengan lugas.Andrian tersenyum pasi. ‘Bukan itu yang kumaksud, Justin. Seharusnya kamu melihat orang yang selalu ada di samping kamu. Diandra. Dia menunggumu, selalu menunggumu.’Andrian yang menyayangi adik satu-satunya selal
Kevin mengangguk. “Boleh. Tapi, kalau masakan kamu tidak seenak yang Bibi buat, jangan pernah buat lagi.”Glek!Jasmine menelan salivanya kembali. “Gi-gitu ya, Mas.” Jasmine mengusapi lehernya.Kevin menatap dengan lekat wajah Jasmine. “Kamu tidak perlu berusaha untuk memasak kesukaan saya. Sudah ada Bibi. Itu tugas Bibi. Tugas kamu cukup mencintai saya saja.”Semakin meleleh lah hati Jasmine kala mendengar ucapan Kevin. Perempuan itu mudah terbuai oleh ucapan manis yang diucapkan oleh Kevin. Hanya berlaku jika Kevin yang bicara. Yang lainnya lewat.“Jangan bikin saya terbang, Mas,” kata Jasmine malu-malu.Kevin terkekeh. Kemudian melanjutkan acara makannya. Yang masih tersisa banyak. Ia tak biasa bicara saat makan. Oleh sebab itu, ruangan makan itu kembali hening. Keduanya sama-sama fokus menyantap makanan yang sudah disiapkan oleh ART.“Jasmine. Saya punya sesuatu untuk kamu. Semoga kamu suka,” kata Kevin setelah menyelesaikan acara makan malamnya.“Sesuatu? Apa itu?” tanya Jasmine
Jasmine mendehem pelan. "Iya, Mas. Tapi, saya akan membuktikan jika saya pasti setia," ucapnya kemudian menerbitkan senyumnya."Ada hal yang ingin saya sampaikan ke kamu, Jasmine," kata Kevin berucap dengan pelan."Apa tuh?" tanya Jasmine sembari memegangi liontin kalung yang diberikan oleh Kevin tadi.Pria itu menghela napas panjang. "Saya cemburu, lihat kamu dekat dengan Justin. Dia memang sahabat saya, tapi dia juga mencintai kamu."Jasmine menahan tawanya kala mendengar ucapan Kevin. "Cinta ... sama saya? Nggak mungkin, Mas. Orang cakep kayak dia mana mungkin suka sama saya.""Lalu, menurut kamu ... saya tidak tampan?""Cakep kok. Tapi, lebih ganteng Pak Justin." Jasmine menerbitkan cengiran pada suaminya itu. "Gantengnya seseorang bukan tolak ukur untuk mencintainya, Mas. Mas Kevin tenang saja. Walaupun dia mencintai saya, saya tidak akan pernah mencintainya," janji Jasmine kepada Kevin.Pria itu mengangguk pelan. "Saya memang percaya sama kamu. Tapi, saya tidak percaya pada Just
Kevin sudah terlelap dalam tidurnya. Sementara Jasmine masih terjaga. Ia memandang wajah damai Kevin yang tengah terlelap itu. Rasa lelah tak dapat dihindari jika sedang tertidur.‘Mas Kevin … apa lagi yang belum saya ketahui tentang Mas Kevin? Kenapa wajah Mas Kevin terlihat sangat lelah sekali. Beban apa yang membuat Mas Kevin terlihat seperti ini?’Banyak pertanyaan yang melintas di pikiran Jasmine. Terlebih, kini ia tahu kelemahan yang dimiliki Kevin. Terlalu takut gagal kembali, itulah yang dirasakan oleh Kevin.Pernah gagal sekali, selalu membuat Kevin was-was. Seolah Jasmine juga akan pergi meninggalkannya. Hanya karena Justin yang terus mendekati Jasmine.‘Mas Kevin. Seandainya waktu bisa diulang. Saya yang bertemu lebih dulu dengan Mas Kevin. Pasti Mas Kevin tidak akan pernah merasakan sakit yang luar biasa seperti saat ini.‘Mbak Desi … kenapa kamu mengkhianati suami yang baik seperti Mas Kevin. Kamu nggak kuat karena Mas Kevin yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Bagaima
Jasmine memukul-mukul bibirnya karena selalu saja membahas tentang mantan istrinya Kevin. Ia tak bisa menjaga lisannya. Sampai akhirnya dia kembali membahas mantan istri Kevin.Sementara Kevin hanya menghela napasnya. Ia tak bisa banyak berkata. Memperingati Jasmine pun sudah. Tak tahu lagi harus apa agar istrinya itu tidak membahas tentang Desi di depannya.“Mas Kevin, marahin saja. Nggak apa-apa kok. Karena memang saya yang salah. Maafkan saya, Mas. Mas Kevin mau maki-maki saya juga nggak apa-apa. Saya akan terima,” kata Jasmine yang sudah pasrah jika Kevin akan memarahinya.Kevin menoleh. Kemudian tersenyum kepada istrinya itu. “Harus dengan cara apa, saya bisa memarahi kamu agar kamu berhenti membahas dia?”Jasmine menunduk malu. Suara Kevin yang penuh dengan penekanan itu berhasil membuat Jasmine ketakutan.Namun, pria itu tidak memarahinya. Hanya geleng-geleng kepala sambil membalikan daging di atas panggangan.
Jasmine menggaruk rambut yang tak gatal. “Eeum … kan, Mas Kevin udah lama nggak anu.”“Terus?” Kevin semakin penasaran.“Duh! Gimana ngomongnya, yaa. Jadi takut saya, Mas.”Kevin menghela napasnya dengan panjang. “Mungkin, malam ini saya tidak akan menyentuhmu dulu. Karena saya masih mengumpulkan keberanian.”“Keberanian? Sama, saya juga.”Kevin terkekeh pelan. “Yang dikatakan oleh Andrian, apa?”“Oh, iyaa. Tapi, jangan sampai teringat masa lalu Mas Kevin, yaa?”Kevin mengangguk. “Kamu orang baru, bukan orang lama. Sudah pasti beda rasanya. Dan juga, kamu masih gadis.”“Memangnya dulu, Mbak Desi udah bukan gadis?”Kevin tertawa mendengar pertanyaan polos istrinya itu. “Jelas masih gadis lah, Jasmine. Saya penasaran, apa yang dikatakan oleh Andrian ke kamu. Kenapa kamu seperti ketakutan begitu.”