Di Bandung ….Indi masih belum paham dengan ucapan mamanya tadi. Indi lalu mengerutkan keningnya seraya menatap Ayu dengan lekat.“Hamil? Anak siapa? Kenapa aku bisa hamil? Memangnya dulu aku punya pacar selain Damian?” Banyak pertanyaan yang ia lontarkan kepada Ayu sebab sangat terkejut kala mendengar penjelasan dari mamanya tadi.Ayu menghela napas kasar lalu mengusapi lengan Indi. “Satu hari sebelum kecelakaan itu kamu memberi tahu Mama dan Papa kalau kamu lagi hamil dan usia kandungannya sudah tiga bulan. Saat itu kamu baru ingin memberi tahu Damian. Tapi, nahas … kecelakaan itu telah menghilangkan ingatan dan juga calon bayi kamu.“Papa kamu tidak mau memberi tahu Damian soal kehamilan kamu ini. Pun dengan Mama. Karena tidak tega melihat kondisi kamu dan juga Damian saat itu. Akhirnya kami menyembunyikan kehamilan kamu sampai saat ini. Manda, hanya dia yang tahu kalau kamu sedang hamil.”Indi mengusap wajahnya dengan pelan setelah mendengar cerita dari mamanya tadi. Masih belum m
Satu minggu berlalu ….Damian belum juga mendapat kabar di mana Indi berada. Manda lalu menghampiri Damian dan Diego yang tengah duduk di sofa ruang tengah. Selama satu minggu itu pula Damian tidak pernah masuk kantor karena terus mencari keberadaan sang istri.“Udah satu minggu ini, lho. Kenapa nggak lapor polisi aja sih? Pada takut apa gimana?” Manda tampak emosi sebab pergerakan Damian menurutnya sangat lamban.“Sudah. Tapi, pencarian dihentikan karena udah satu minggu,” ucap Diego memberi tahu.“Ke mana aja? Hanya di kota ini aja? Nggak mau nyari ke luar kota atau negeri gitu?” kata Manda kembali berucap.Diego menghela napas kasar lalu menatap Manda dengan lekat. “Sayang, Indi lagi hamil. Mana mungkin dia bisa bepergian ke luar kota atau negeri.”“Hamilnya baru lima minggu. Dia masih kuat buat jalan ke mana pun yang dia mau.” Manda tak mau kalah.“Berisik!” pekik Damian lalu berdecak pelan. Dengan langkah gontainya sebab tidak pernah makan dan minum setelah kepergian Indi. Ia ber
Damian segera beranjak dari duduknya dan mengambil kunci mobil, diikuti oleh Diego di belakang. Sementara Manda ditinggal sendiri di rumah.“Sialan. Gue ditinggal gitu aja,” ucap Manda kesal.“Jangan bawa ke kantor polisi. Biarkan dia di sana,” titah Damian dengan suara tegasnya.“Baik, Pak. Saat ini, pelaku sudah kami ikat agar tidak bisa kabur ke mana pun. Tapi, ada yang ingin saya sampaikan juga. Setelah Anda sampai ke sini saja.”“Ya!” Damian lalu menutup panggilan tersebut. “Gedung kosong bekas gudang di hutan belantara belakang gedung hotel Myanmar,” ucap Damian memberi tahu kepada Diego.“Jadi, orangnya udah ketangkap?” tanya Diego kemudian.Damian mengangguk. “Elo pasti udah tahu siapa yang udah bikin onar.”Diego menghela napas kasar. “Mau elo apakan? Nggak dilaporkan ke polisi, udah pasti elo akan melakukan sesuatu ke orang itu.”“Elo tahu jawabannya, nggak usah nanya lagi. Lebih baik hilang selamanya daripada harus dibiarkan dia membusuk di penjara.”Diego tersenyum miring.
Usia kandungan Indi sudah memasuki empat bulan.Tidak terasa, sudah tiga bulan lamanya ia meninggalkan rumah dan masih menetap di Bandung. Tidak ada kabar untuk Damian ataupun kepada teman-temannya membuat Indi merasa bersalah karena sudah menghilang lebih dari tiga bulan lamanya.Saat ini, Indi tengah cek up rutin setiap bulan di rumah sakit ditemani sang mama dan juga adik tirinya, anak dari Rio dan istri pertamanya dulu. Yang kini tinggal bersama sang papa karena mamanya meninggal dunia sejak usianya baru lima tahun.“Kondisi ibu dan bayinya sangat sehat. Denyut jantungnya juga sangat baik dan semua organ yang baru mau tumbuh, tumbuh dengan sempurna,” tutur Dokter Iza memberi tahu kondisi kandungan Indi.Perempuan itu kemudian mengulas senyumnya sembari menoleh kepada sang mama.“Berarti sudah boleh bepergian ke luar ya, Dok?” tanya Indi kemudian.“Boleh. Kondisi kamu sudah sangat baik. Beraktivitas kecil-kecilan seperti jalan-jalan santai, menyiram tanaman atau duduk sambil membac
Detik itu juga Manda pergi ke Bandung. Bergegas menginjak gas dan melaju dengan kecepatan penuh. Membutuhkan waktu tiga jam lamanya dan hanya pergi sendiri bagi Manda tidak masalah. Yang penting saat ini dia akan bertemu dengan Indi yang sudah tiga bulan lamanya menghilang dan baru ada kabar lima menit yang lalu.Dering ponselnya berbunyi.“Haiiss!” Manda lantas menerima panggilan tersebut meski sedikit kesal. “Kenapa?” tanyanya singkat.“Malam ini aku nggak bisa jemput kamu di butik. Damian masuk rumah sakit lagi. Badannya demam, tiga kali muntah-muntah dan terakhir hanya cairan kuning pekat yang keluar.”Manda menghela napasnya dengan pelan. “Iya nggak apa-apa. Kamu temenin Damian aja. Aku juga ada urusan sama Rhea. Mungkin nggak bisa ketemu dulu sampai waktu yang nggak tahu deh, kapan bisa ketemu lagi.”Manda berbohong. Pesan Indi tadi benar-benar ia jaga. Yang mana perempuan itu tidak mau Damian maupun Diego tahu di mana Indi berada kini. Masih ingin bersembunyi sampai waktu yang
Indi menghela napasnya dengan panjang lau menatap Manda dengan lekat. “Apa lagi, yang harus kita hindari dari dia? Bagaimana dengan Dipta, Cindy? Yang udah nyebar berita gila itu?”“Damian udah menangkap orang yang nyebar berita itu, Ndi. Cindy. Elo pasti tahu siapa orangnya meski harus gue kasih tahu lagi. Semua hasil kerja keras Cindy ngumpulin foto-foto elo sama Rangga, yang kemudian digabung sama waktu elo nyeret Rangga ke kamar hotel. Dan yang nyuruh itu Om Dipta. Dia adalah dalang di balik semua ini. Dan elo tahu, apa yang dibicarakan Damian sama Om Dipta waktu elo dijebak malam itu?”Manda menghela napas kasar seraya menatap Indi dengan lekat. Sementara Indi menunggu Manda kembali menceritakan peristiwa apa saja yang sudah terlewat setelah dia pergi ke Bandung.“Om Dipta nyuruh ngasih elo ke Daniel kalau masih ingin hidup. Bukan hanya harta aja yang diinginkan Daniel tuh, tapi juga elo. Elo tahu kan, orang … kalau udah terobsesi pada satu hal, pasti bakalan terus diambil sampai
"Argh! Sialan! Tega banget lo putusin gue, Rangga! Berengsek!" Paramitha Indira Angela--wanita cantik berusia dua puluh enam tahun baru saja diputuskan oleh Rangga, sang kekasih. Gabriel Kusuma Damian mengerutkan kening saat melihat Indi, setelah sekian lama tidak ia jumpai. "Indira? Sudah lama sekali kita tidak bertemu," gumam Damian lalu menghampiri wanita itu. Rupanya Indi sudah mabuk berat. Bahkan matanya sudah remang-remang tak bisa melihat orang dengan jelas. Ia hanya tersenyum, lalu .... Bruk! Damian menaikan alisnya. "Hei, bangun. Indira?" Damian menghela napasnya melihat Indi yang tertidur di pangkuannya. ** “Tidak pernah kusangka. Rupanya kamu memang senikmat ini.” Suara berat yang tengah mendorong lebih dalam tubuh Indi menggeram karena nikmat yang tiada kentara. Damian Kusuma—pria tampan, pengusaha muda yang usianya baru menginjak dua puluh delapan tahun tengah menggerayangi tubuh Indira Pramesti—perempuan cantik berusia dua puluh enam tahun yang sudah lama ia k
“Kenapa harus ketemua sama dia lagi?! Astaga, dunia sempit banget,” gerutu Indi dengan pelan agar Wijaya ataupun orang yang ada di sana tidak mendengarnya. “Indi. Ini, Damian. Katanya kalian sudah saling kenal,” kata Pradipta kepada Indi. Perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Ng—nggak, Om. Aku nggak kenal sama dia.” Indi meringis pelan seraya melirik Damian. “Walaah. Kata Damian, kalian satu kampus dulu?” Indi terdiam dan hanya memberikan cengiran kepada calon mertuanya itu. Sementara Damian hanya menyunggingkan senyum. Tidak ingin membahas dengan detail, bila mereka memang sudah saling kenal bahkan satu kampus di dua tahun yang lalu. “Jadi begini, Indi. Damian ini, anak bungsu saya. Saya dan papa kamu sudah merencanakan perjodohan ini enam bulan yang lalu setelah Damian ditinggal pergi oleh istrinya.” “Heeuhh?” Indi menoleh ke arah Satya. “Duda?” tanyanya kemudian. “Sial! Gue … nikah sama duda?” Indi meringis lemas. “Di mana, istri elo? Kenapa harus nikah sama