"Hanya jadi teman pun kamu tidak mau?" tanya Rangga sekali lagi. Ia masih penasaran dengan reaksi Indi saat dirinya menjadi temannya.Perempuan itu menggelengkan kepalanya seraya menatap Rangga dengan tatapan tajamnya. "Nggak! Sekali nggak yaa nggak, Rangga. Mana mau gue temenan sama mantan pacar. Nggak ada kamusnya!" ucapnya dengan tegas.Rangga manggut-manggut dengan pelan lalu menerbitkan senyumnya. "Baiklah. Sudah aku katakan tadi, aku tidak akan memaksa, Indi. Damian tidak perlu takut lagi kalau kamu akan mengkhianatinya."Indi mengerutkan keningnya kala mendengar ucapan Rangga. "Maksud elo apa ngomong kayak gitu tentang gue, tentang Damian?""Kemarin, Damian menemui aku di villa. Banyak hal yang dia ceritakan kepadaku.""Apa saja?" tanya Indi dengan pelan.**Satu hari yang lalu ...."Hai, anak manis." Damian menyapa Albert yang tengah bermain sendirian di depan villa."Halo, Om ganteng. Mau nyari Papa ya, Om?" tanya Albert dengan aksen anak kecil berbicara."Iya, Albert. Papany
Mendengar cerita dari Rangga membuat Indi menganga mendengarnya. Damian begitu takut kehilangan Indi sampai segala cara ia lakukan agar tetap bisa menjadi suami Indi selamanya.“Damian takut kehilangan kamu, Indi. Jangan berbuat yang aneh-aneh, yaa. Kamu wanita baik yang pernah aku kenal. Untuk itu, jangan pernah membuat Damian kecewa. Kamu tidak akan pernah bahkan sulit mendapatkan pria seperti Damian yang memiliki segalanya tapi mencintai kamu yang tahu masa lalunya seperti apa.”Rangga menepuk-nepuk bahu Indi lalu menerbitkan senyumnya. “Banyak perempuan di luar sana yang menginginkan Damian. Bila Zoya tahu kamu sudah menikah dan ternyata Damian lah yang jadi suami kamu, aku nggak jamin dia nggak akan ganggu hubungan kamu dengan Damian.“Zoya itu licik. Dia tidak akan pernah mau melihat orang yang dia benci hidup dalam kebahagiaan. Aku bukannya nakut-nakutin kamu, Indi. Tapi, mencegah lebih baik daripada mengobati. Jangan biarkan dia tahu, kamu sudah menikah.”Rangga menasihati Ind
Pukul 00.00 ….Malam ini adalah malam ulang tahun Damian. Indi tengah menyiapkan sebuah kejutan untuk sang suami yang sedari tadi tak sabar menunggu.“Sayang, masih lama, nggak?” teriak Damian yang tengah duduk di sofa ruang tengah dengan mata ditutup oleh kain.Namun, Indi tak menjawab panggilan sang suami yang sedari tadi memanggilnya. Hanya mengenakan panty dan juga bra tipis, Indi datang menghampiri sang suami di ruang tengah.Langkah kaki yang mengenakan hak tinggi itu terdengar begitu jelas oleh telinga Damian. “Sayang?” panggil Damian was-was.“Happy birthday, my husband,” bisik Indi lalu menjilat telinga dengan sensual.“Indi. What are you doing?” tanya Damian yang sudah tidak sabar ingin membuka penutup matanya.“Open, please.”Damian langsung membuka penutup mata itu lalu terperangah kala melihat penampilan luar biasa Indi yang diperlihatkan kepadanya.Indi kembali menghampiri Damian lalu mengulas senyum menggoda. “Happy birthday, Damian. Sulit untuk memberi hadiah kepada or
Sudah tiba di Jakarta.Indi mengenakan pakaian long dress yang ia desain sendiri.“Cantik sekali istriku ini,” ucap Damian memuji kecantikan sang istri. “Gaun yang indah. Sangat cocok dikenakan oleh wanita cantik seperti kamu.”Indi menatap Damian dengan tatapan lekatnya. “Ini gaun, aku yang desain.”“Woaah! Pantas saja kalau Zoya iri sama kamu. Jelas desain kamu jauh lebih bagus darinya. Orang yang sudah dikontaminasi oleh Zoya adalah orang-orang tolol yang mau-maunya menuruti ucapannya.”Indi menyunggingkan senyum. Entah Damian yang tengah menghiburnya atau memang berucap dari lubuk hati yang paling dalam, Indi tidak tahu. Yang dia tahu hanyalah, pendapat Damian mengenai desain yang dia buat sangatlah indah dan bagus.“Mau ke hotel jam berapa? Berapa banyak, orang yang kamu undang? Mereka semua tahu, kalau aku istri kamu? Tahu, kalau kamu sudah menikah?”Damian menghela napas dengan panjang lalu menganggukkan kepalanya. “Ratusan orang. Nggak ada yang nggak tahu kalau aku sudah menik
Indi terisak pelan di dalam toilet. Menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Betapa perih hatinya dikatai seperti itu oleh mertua sendiri.Ia lalu membasuh wajahnya dan menarik napasnya dalam-dalam. Tidak ingin terus menerus larut dalam kesedihan."Nggak! Gue nggak boleh cengeng kayak gini! Gue akan membuktikan kalau gue bisa kasih anak buat Damian untuk menutup mulut si tua bangka sialan itu!" Indi menatap wajahnya di pantulan cermin.Matanya menghunus bak ujung panah. Begitu tajam hingga terlihat sangat mengerikan.Indi kembali menarik napasnya dengan panjang lalu menerbitkan senyum. Senyum bak devil yang tengah menyimpan rasa marah dalam dirinya."Harus di-make up lagi ini muka gue," gumam Indi kemudian mengambil make up-nya di dalam tas yang ia bawa."Indira. Elo bukan cewek cengeng. Hanya karena dicibir kayak gitu kok langsung nangis. Jangan perlihatkan kelemahan elo di depan orang-orang brengsek macam bapak tua itu."Indi terus menerus berbicara sendiri. Menasihati dirinya, memb
Damian mengedip-ngedipkan matanya mendengar permintaan Indi. Ia masih belum paham dengan ucapan istrinya itu.“Bisa kamu jelaskan, kenapa aku tidak boleh memberi tahu dia kalau aku adalah suami kamu?” tanya Damian meminta penjelasan kepada Indi.Perempuan itu kemudian menghela napasnya dengan panjang. “Dia akan melakukan berbagai cara untuk membuat kita pisah, Damian. Aku nggak punya apa-apa selain cinta yang aku kasih ke kamu meski baru beberapa waktu saja.“Tapi, aku benar-benar takut kehilangan kamu dan tidak mau ada orang yang berani mengganggu rumah tangga kita. Zoya akan melakukan apa saja apalagi sekarang dia sudah jadi janda karena Rangga nggak mau tanggung jawab lagi setelah tahu kalau itu bukan anaknya.”Damian lalu menarik tangan Indi dan menatapnya dengan lekat. “Jangan takut. Aku tidak tertarik padanya apalagi mengkhianati kamu dengan orang aneh itu. Aku nggak tahu kalau dia termasuk salah satu tamu yang diundang. Kamu tetap yang terbaik dari segalanya,” ucap Damian denga
Pipi Indi merah merona karena ucapan Damian yang sudah membuatnya malu setengah mati. Ia kemudian mencubit perut Damian sembari menatapnya dengan datar.“Nggak usah kepedean ya, Damian. Mana ada aku spill orang gak jelas kayak kamu. Hanya tahu dari orang-orang yang mengagumi kamu. Banyak cerita yang aku dengar juga dari mereka. Bukan real stalking kamu! Gilak!” Indi kemudian menyungginkan bibirnya karena tidak mau disebut tukang spill Damian saat masih kuliah dulu.Damian lantas terkekeh pelan lalu mengusapi sisian wajah sang istri. “Ya udah kalau memang nggak merasa begitu. Makan yang banyak, yaa. Jangan sampai perut kamu keroncongan. Sebentar lagi ada acara dansa.”Indi menaikkan kedua alisnya. “Lalu, kita mau dansa di sana?” tanya Indi sembari menunjuk dance floor yang telah disediakan di sana.Damian mengangguk. “Ya. Aku dan kamu, dansa di sana. Diego sama Manda juga mau dansa. Jangan mau kalah sama mereka, Sayang.”Indi mengerucutkan bibirnya lalu menghela napas pelan. “Males ban
Satu minggu berlalu ….Hari ulang tahun Damian yang merupakan hari dongkolnya Indi sudah berlalu dan mungkin tidak akan pernah bisa Indi lupakan begitu saja.“Sayang, bangun. Udah jam sembilan. Memangnya kamu nggak ke butik? Gaun pengantin Moses dan Novia sudah selesai dibuat?” Damian membangunkan Indi yang masih ditutup oleh selimut.Sementara Damian tengah mengenakan dasi untuk siap-siap ke kantor meski sudah jam masuk. Karena dialah pemilik perusahaan tersebut, bebas kapan saja ia ingin masuk.Perempuan itu kemudian menggeliat, merentangkan otot-ototnya lalu mengucek matanya. Menatap Damian yang tengah duduk di sampingnya yang baru saja selesai mengenakan dasi pemberian Indi saat ulang tahun di minggu lalu.“Bangun, yuk! Sudah siang. Sarapan dulu, habis itu berangkat ke butik. Ada kerjaan yang harus kamu selesaikan yaitu menjahit gaun pengantin Moses dan Novia. Kamu tahu, di hari pernikahan mereka nanti, Diego mau lamar Manda.”Indi menolehkan kepalanya kepada Damian. “Heuh? Serius