Share

Papa Bangkrut

"Sialan ..." Umpat Noya. Dia segera memasuki mobilnya dengan emosi yang naik turun. Bisa-bisanya Ricky malah membuat lelucon menyebalkan saat melakukan pemeriksaan padanya. 

Sesaat setelah Ricky menyuruh Noya menanggalkan seluruh pakaiannya. Dengan tangan yang gemetar Noya berusaha melepaskan celana tailored trousers miliknya. Namun, sialnya dokter brengsek itu malah tertawa terbahak-bahak, membuat Noya yang sedang kikuk menjadi semakin terkejut. 

"Pakai lagi celanamu, Noya! aku hanya bercanda. Jangan sampai lelaki lain melihat kaki jenjangmu itu." Ucap Ricky sambil berlalu ke mejanya.

Ternyata hal itu hanyalah sebuah lelucon untuk mengerjai Noya, sekali lagi Noya merasa sangat dilecehkan. Untung saja saat itu dia menggunakan short pant. Jika tidak, matilah dia karena malu 

"Arrghh. Sialan!" Murka Noya. Noya bahkan memukul stir kemudinya dengan sangat keras. Membuatnya sedikit meringis. 

"Tuhan, jangan biarkan aku bertemu lagi dengan pria brengsek sepertinya." 

Setelah itu dia melajukan mobilnya meninggalkan parkiran Rumah Sakit menyebalkan yang membuat emosinya malah semakin tidak karuan.

Pukul delapan malam Noya sampai didepan rumah, dia memarkirkan mobilnya tepat di samping rumah. Setelah turun, Noya mendengar keributan dari dalam. Bahkan kini suara kaca yang terlempar pun semakin bersahutan. Dia berlari sedikit kencang, menaiki tangga menuju pintu utama di rumahnya. 

"Ada apa ini?" Jeritnya. Dia berlari menghampiri Yusal, Papanya yang kini tengah berdarah pelipisnya. Sedangkan Amanda, Mamanya berusaha menahan amukan beberapa pria berjas hitam yang kini berdiri di beberapa tempat di dalam rumahnya. 

"Oh, jadi ini anak perempuanmu. Cantik sekali, Yus. Boleh aku jadikan dia sebagai jaminan atas semua hutang-hutangmu?" Seorang pria bertubuh tinggi menarik dagu Noya kehadapannya. Noya mengelak, membuat pria itu tertawa terbahak-bahak. 

"Sensitif sekali dia, atau lebih baik aku ubah dia menjadi wanita agresif agar lebih mudah untuk menghasilkan uang." Ucapnya lagi. 

"Sebenarnya kalian ini siapa?" Noya memasang wajah angkuh sambil menahan sesaknya. Dia baru saja meminum obat pereda nyeri namun kini sesaknya kembali datang. 

"Kami?" Jawabnya dengan pertanyaan lagi. "Lebih baik kamu tanyakan pada Papamu berapa banyak uang yang sudah dia ambil dari kami! Bahkan rumah ini saja tidak akan bisa membayar seluruh hutang itu." 

"Hutang, Pa? Hutang apa?" Tanya Noya pada Yusal yang meringkuk diatas lantai.

"Maaf Nak, Papa terlambat memberi tahu kamu, beberapa bulan terakhir perusahan kita pailit, papa terpaksa meminjam kepada mereka untuk membayar gaji karyawan dan ganti rugi pada perusahan yang menanam sahamnya di perusahaan kita." 

"Papa. Kenapa tidak pinjam ke bank?" Cecar Noya.

"Hutang papa ke bank juga banyak Noya, Papa tidak bisa mengajukan lagi." 

"Astaga." Noya memijat dahinya yang kini berdenyut lebih sakit. Noya mengangkat kepalanya. Menatap tajam kepada pria yang masih berdiri didepannya.

"Berapa hutang Papaku? aku akan membayarnya!" Tantang Noya.

"Hahaha. Mau membayar dengan apa cantik? Dengan tubuhmu? bahkan itupun tidak akan sepadan dengan seluruh hutang ayahmu." Noya memejamkan mata. Menahan semua penghinaan itu.

"Katakan saja berapa yang harus aku bayar!" tantangnya lagi.

"Dua Milyar!" Jawab pria bertubuh tinggi didepan Noya. 

"Apa?" pekik Noya.

"Pa. Kenapa banyak sekali?" Tatap Noya nanar pada Papanya.

"Maafkan Papa, Noya." Yusal menggenggam tangan Noya erat. 

"Bagaimana kelanjutannya? siapa yang akan membayarnya. Atau aku ambil saja putrimu." Pria berjas itu menarik Noya mendekatinya, membuat Amanda dan Yusal berteriak melawan.

"Jangan, jangan putriku." Mohon Yusal. "Kau boleh lakukan apa saja padaku asal tidak pada putriku!" 

"Baiklah, kalau begitu aku ingin melakukan ini." 

Bugh!

Sebuah tendangan melayang kearah dada Yusal, Yusal terpental menjauh, membuat Noya berteriak dengan keras. 

"PAPA!" pekik Noya. 

"Lepaskan aku brengsek! Aku akan membayar semua hutang itu!" Noya berkata sambil menangis. "Aku mohon lepaskan aku!" Mohonnya.

Pria berjas itu melepaskan genggaman tangannya atas Noya. 

"Aku akan sediakan uangnya besok. Aku janji." 

"Bagaimana mungkin aku akan percaya, jangan-jangan kalian ingin kabur." Pria itu hendak melayangkan kembali pukulannya pada Yusal. 

"Tidak, tidak. Aku berjanji akan membayar kalian esok hari. Tapi mungkin tidak akan semuanya, aku mohon berikan aku kesempatan untuk melunasinya." 

"Pemberani sekali kamu!" Ledek Pria itu.

"Selagi yang kamu sentuh itu orangtuaku. Tidak ada lagi yang kutakuti." Noya memandang pria itu dengan marah.

"Hah. Baiklah, karena kamu cantik, maka dengan baik hati aku akan memberikan kamu kesempatan. Tapi, jika kamu berbohong, aku akan membawa kamu ikut serta dengan kami. Bagaimana?" Pria itu mencoba menawar.

Noya menggigit bibirnya, ini bukanlah tujuannya berkerja keras selama ini, bahkan tidak pernah terpikirkan sedikitpun keluarganya akan mengalami hal ini. 

"Tidak Noya, jangan lakukan itu!" Yusal mengingatkan Noya untuk tidak berkata sembarangan, "Dua milyar bukanlah nominal yang sedikit." Noya tersenyum kearah kedua orangtuanya.

"Aku bisa Pa, Ma." Jawab Noya mantap.

"Aku setuju." Ucap Noya membalas perjanjian yang diberikan oleh pria berjas hitam didepannya.

"Aku suka gadis optimis seperti dirimu, membuatku semakin bersemangat, hahaha." 

"Hei Yus, aku akan datang lagi esok hari. Jangan sampai kamu meninggalkan rumah ini. Ayo kita pergi!" Ajaknya pada semua orang yang memakai baju senada denganya.

Mereka pun beranjak pergi darisana meninggalkan luka pada tubuh Yusal, Noya menangis sambil memeluk Papa dan Mamanya. 

*****

Jam menunjukan pukul sepuluh malam, Amanda sedang mengobati luka suaminya, dan Noya ikut memijat kaki Yusal disana.

"Maafkan Papa, Noya. Papa tidak memberitahu kamu lebih awal perihal ini." 

"Sudahlah Pa, semuanya sudah terjadi. Noya juga tidak bisa menyalahkan siapapun. Noya hanya berharap Papa dan Mama tidak terluka, itu saja sudah cukup untuk Noya." Noya mengusap matanya yang sedikit berair. 

Yusal dan Amanda berpandangan, mereka kemudian mengangguk. 

"Noya, boleh Mama bicara?" Amanda mengelus punggung tangan Noya lembut. Noya mengganguk.

"Silahkan, Ma!"

"Kami ingin meminta maaf sama kamu, bukan untuk perihal ini. Tapi, ada hal lain yang harus kami sampaikan sama kamu." Kening Noya berkerut. 

"Hal lain, Ma?" ulang Noya.

"Kami sudah mengatur perjodohan untuk kamu dengan anak teman kami, kami harap kamu setuju." 

Blar!

Bagaikan petir disiang bolong. Perkataan Mamanya itu seakan menusuk jantung Noya dengan cepat

"Ma, Perjodohan apa? Noya tidak mau Ma. Mama tahu sendiri, Noya tidak akan menikah sampai Noya mencapai posisi menajer di perusahaan. Lagi pula untuk apa menikah, jika sendiri saja Noya mampu untuk menghidupi diri Noya sendiri. Mama tahu itu kan?" 

"Mama sangat tahu sayang, tapi ini demi kebaikan kamu. Kami takut kami tidak bisa selalu melindungi kamu, jadi kami memutuskan menjodohkan kamu agar ada seseorang yang menjaga kamu, Noya." 

"Mamamu benar sayang, Papa juga semakin tua. Papa tidak bisa terus menjaga kamu. Bahkan kamu mungkin merasakan sendiri, tadi kamu yang malah membela kami." 

"Maka dari itu pak, aku bisa menjaga diriku sendiri, aku bisa menjaga Papa dan Mama." Noya masih bersikeras menolak perjodohan itu.

"Kamu belum melihat pria itu, kami yakin setelah melihatnya kamu pasti akan menyukainya. Pria itu tampan, secara pekerjaan juga menjamin, dia pasti akan bisa membahagiakan kamu, sayang.

"Pa ... Noya tidak mau. Noya tetap tidak mau, Noya akan menikah jika Noya mau, dan tentu saja jika sudah menjadi seorang menajer diperusahan." 

"Ini bukan penawaran Noya, ini sudah keputusan final kami. Persiapkan dirimu, besok pagi mereka akan datang ke rumah."

"What?" 

    

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rana Maulida
haduh lagi lagi perjodohan ,penasaran nih.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status