Sekarang giliran Alvaro yang tak tahu harus berbuat apa. Perasaan hatinya memang kesal. Dia merasa dikerjai oleh agensi model tersebut. Tapi anehnya, Alvaro pun sebenarnya tahu kalau dia bisa saja menolak. Itu semua tidak ada di dalam kontrak kerjasama antara perusahaannya dengan agensi model milik Sarah. Akan tetapi, Alvaro bagai tersihir dan tak mampu menyangkal semuanya.Walaupun dengan hati yang terasa kesal, Alvaro tetap bersedia mengantarkan Alexa, sang model itu untuk dibawa ke rumah sakit. Sarah tentu saja ikut bersamanya. Beberapa pegawai Sarah yang tadi ada di penthouse membantu mengangkat Alexasampai naik ke atas mobil Alvaro.“Sebenarnya, untuk urusan seperti ini, seharusnya Ibu Sarah bisa mengaturnya sendiri,” ucap Alvaro. Dia mulai menyalakan mesin mobil dan melaju keluar dari area apartemen.“Sebenarnya, Pak. Seandainya saja saya tidak terlalu lama tinggal di Perancis, mungkin semuanya akan lebih mudah untuk saya. Saya terlanjur tinggal terlalu lama disana,” ujar Sarah.
Alvaro langsung mengendarai mobilnya menuju penthouse milik Sarah. Sampai di penthouse tersebut, Sarah sekali lagi memohon pada Alvaro. Permohonannya kali ini adalah untuk mengantarkan Alexa ke apartemennya sendiri.“Apa? Apa ibu Sarah tidak punya pegawai lain yang bisa mengantarkan Alexa?” tanya Alvaro. Perasaannya terasa tak nyaman. Alvaro tidak ingin berduaan saja dengan gadis itu.“Maaf, Pak. Tadi semua pegawai saya sudah meminta izin untuk pulang.” Perempuan itu sekali lagi membuat Alvaro tak bisa melawan. Entah apa lagi yang diinginkannya dari Alvaro. Tadi, Alvaro harus datang hanya dengan alasan dia kesulitan membawa Alexa ke rumah sakit dan semua itu seharusnya menjadi tanggungan Alvaro. Skarang? Alvaro masih harus mengantarkan gadis itu sendiri ke apartemennya.“Ya sudah, Bu. Tapi lain kali kalau seperti ini, saya akan mengirimkan orang lain saja. Bukankah dari departemen pemasaran di kantor saya sudah banyak memberi biaya akomodasi. Kalau soal penggantian biaya rumah sakit,
Bunga menggeliat menahan segala kenikmatan yang diciptakan oleh Alvaro di bagian bawah tubuhnya. Alvaro memperlakukannya dengan lembut, menyesuaikan diri dengan geliat tubuh Bunga . “Sayaaang,” erang Bunga seolah tak tahan lagi. Terlebih ketika tangan Alvaro ikut mempermainkan puncak dadanya. Tubuh Bunga rasanya bergetar, nafasnya tersengal. Alvaro tahu kalau istrinya sudah siap menerima penyatuan darinya.Tidak ada erangan kesakitan lagi yang melompat dari bibir Bunga . Alvaro menyatukan dirinya dengan lembut pada inti tubuh Bunga yang memang sudah sangat siap untuk menerimanya. “I love you,” bisik Alvaro di telinga Bunga . Bunga mencengkram punggung Alvaro yang bergerak semakin kencang di atas tubuhnya.Di antara desah nafas yang semakin memburu dan tetesan demi tetesan keringat mereka yang saling berpadu satu. Bunga mengerang kuat, memberikan tanda pada sang suami kalau dia sudah hampir mencapai puncaknya. Suara erangannya Bunga membuat Alvaro bergerak lebih cepat, dia ingin
‘Aku harus mengatakan itu pada Kakek. Aku harus meminta Kakek mempertimbangkan untuk menceritakan semuanya dengan jujur pada Alvaro. Itu akan lebih baik daripada Alvaro menemukan segalanya sendiri,’ batin Bunga . “Tidurlah dulu, kita lihat kedepannya seperti apa,” ujar Bunga . Ketidakpuasan tampak di mata Alvaro. Dia berharap Bunga mendukungnya untuk mencari kebenaran mengenai sang ibu. Alvaro langsung merebahkan dirinya kembali. Meskipun ada perasaan tidak puas pada jawaban Bunga tadi, namun Alvaro bisa memahami kalau tanggapan Bunga benar. Bunga menjawab dengan objektif. Hanya Alvaro saja yang masih merasa penasaran. “Apa kau bisa mencari tahu dari Kakek?” tanya Alvaro tiba-tiba. Pertanyaan itu membuat Bunga menggaruk kepalanya. Tentu saja Bunga tidak tahu apa yang harus dijawabnya pada Alvaro. Informasi apa yang bisa dicari oleh Bunga dari Kakek Bram. Bunga meragukan tentang apa yang harus ditanyakan pada orang tua. “Apa yang harus aku cari dari Kakek?” tanya Bunga. Dia men
“Aku akan memeriksanya,” jawab Leo. Dia langsung keluar dari ruangan Alvaro. Bunga tentu saja mengikuti Leo. Dia tidak ingin sendirian berada di dalam ruangan itu.“Sudah, mereka sudah datang di ruang meeting delapan,” jawab Leo. Mau tidak mau, Bunga memang harus siap. Bunga membawa laptop dan buku catatannya. Dia berjalan dengan pelan namun pasti. “Leo, wish me luck!” ujar Bunga setelah berjalan beberapa langkah.“Good luck, Bunga. Kau pasti bisa,” jawab Leo. Lelaki itu hanya bisa memandang Bunga sampai masuk ke dalam lift. Leo menggelengkan kepalanya, dia memikirkan tingkat Alvaro yang terasa aneh pagi ini dan juga akhir-akhir ini. Pikiran itu pun datang ke dalam benak Bunga yang berjalan menuju ruang meeting.Memasuki ruang meeting itu, Bunga terpaksa menerangkan kepada pihak perwakilan dari Aleph Group. Dia mengatakan Alvaro memiliki urusan yang sedang tidak bisa ditinggalkan.“Tapi, kenapa tidak mengabari kami kalau memang ada urusan seperti itu,” ujar CEO dari Aleph Group. Lela
“Sekarang Alvaro bahkan tampak terlalu tertarik untuk mencari pengakuan dan cerita dari Ibu Sarah,” ujar Bunga. Bunga terdesak. Dia terpaksa menceritakan segalanya pada Kakek Bram. Bunga tidak bisa lagi menahan semuanya di dalam hatinya. Dia tahu kalau itu semua mungkin akan berisiko untuk Alvaro sendiri.“Dimana Alvaro sekarang?” tanya Kakek Bram.“Sejak pagi dia tidak pergi ke kantor, Kek. Dia pergi ke lokasi pengambilan video. Padahal itu semua hanya untuk keperluan promosi perusahaan yang biasanya hanya dilakukan oleh tim marketing,” ujar Bunga. Kakek Bram terdiam seribu bahasa.Makanan yang diantarkan oleh pelayan itu tampaknya tak lagi menarik minat Kakek Bram. Orang tua itu ingin sekali mendatangi Alvaro. “Jadi, apa yang ada dalam pikiranmu, Bunga. Apa yang harus Kakek lakukan?” tanya Kakek Bram.“Bagaimana kalau Kakek mengatakan saja segalanya pada Alvaro. Mungkin nanti Al akan kecewa pada Kakek untuk sementara waktu. Tapi, aku yakin kalau Alvaro akan menyadari siapa yang bena
“Sedikit, dia mengabaikan urusan perusahaan yang lebih genting dan menaruhnya begitu saja di tanganku. Tidak bisa seperti itu, Leo . Apa benar urusan pembuatan video adalah urusan Alvaro? Bukan kan?” celoteh Bunga. Dia akhirnya tak tahan untuk tidak membicarakan semua itu.Leo mengangguk. Dia tentu setuju dengan Bunga. Tidak seharusnya Alvaro meninggalkan urusan meeting tadi pada Bunga. Untung saja semua berjalan sesuai dengan harapan, kalau tidak? Tentu Bunga yang akan menanggung akibatnya.“Sudahlah, bagaimanapun, kalau untuk urusan itu, aku rasas sebaiknya kau benar-benar menempatkan diri sebagai karyawan saja. Selama ini aku sendiri juga seperti itu, sehingga bagiku tak ada beban sama sekali. Aku mengerti mungkin itu sulit bagimu, tapi pantas dicoba,” hibur Leo . Bunga mengangguk. ‘Alvaro memang tidak bisa diberi hati kali ini,’ pikir Bunga.Jam kerja selanjutnya dijalani Bunga sesuai dengan tugasnya. Sebelum jam pulang, Bunga sudah menyelesaikan semuanya, bahkan sampai jadwal Al
Ketika sampai di lokasi parkir apartemen yang ditinggali Sarah, Alvaro melihat ke arah jam tangannya. Sepertinya nanti mungkin saja terlambat pulang ke rumah. Setelah mobilnya berhenti, Alvaro langsung mengambil telepon genggamnya. Dia lantas menghubungi Leo .“Halo, Al?” tanya Leo dari seberang telepon.“Leo , bisakah kau mencarikan satu set perhiasan berlian untuk Bunga?” tanya Alvaro.“Uumm, bisa, tapi kenapa tidak kau saja yang pergi membelinya? Mungkin kau akan lebih tahu selera Bunga?” tanya Leo.“Benar, tapi aku sedang ada urusan lainnya. Aku tidak jadi menyusulnya,” jawab Alvaro ringan. Leo terdiam untuk sesaat kemudian hanya bisa menuruti semua suruhan Alvaro. Dalam hatinya, Leo tahu kalau Alvaro sedang menambah masalahnya dengan Bunga.Alvaro memandang ke arah bangunan apartemen itu. Dia berniat akan menuntaskan segalanya dengan Sarah malam ini. Alvaro harus tahu kebenarannya. Apakah wanita yang dirasa dikenal oleh Alvaro itu memang memiliki kaitan dengan kehidupannya. Se