Share

Gadis Yang Dirindukan

GADIS YANG DIRINDUKAN

"Mimi ... jika itu sungguh kamu. Aku merasa sangat bahagia bisa bertemu denganmu kembali seperti ini."

Alan terus meracau berbicara meski hanya didengar angin. Antara terharu karena dipertemukan kembali, juga sedih mengingat kisah cintanya pernah kandas tanpa penjelasan.

Alan duduk di bangku  samping hospital bed yang tersedia. Meraih tangan Jasmine, mengusap lembut punggung tangan gadis yang baru bertemu kembali dengannya itu.

Padahal selama ini Alan selalu menjaga pandangan dari  wanita manapun. Namun, dengan Jasmine, Alan seolah lupa segalanya saat ini. Pergerakan yang ia lakukan ibarat insting dengan naluri yang begitu saja terjadi.

Entah bagaimana bisa? Alan yang terkenal angkuh dan dingin pada wanita manapun. Detik ini tengah menangis di samping gadis yang baru ditolongnya itu.

 

Waktu terus berlalu. Kesunyian kamar rawat Jasmine  seolah menjadi saksi bisu  kebahagiaan Alan yang tidak bisa pria itu utarakan dengan kata-kata.

Akhirnya merasa lebih tenang. Alan memutuskan untuk pulang.  Ia khawatir tidak dapat mengontrol diri dan semakin terlarut dalam suasana jika terlalu lama berada di sana.

"Terima kasih, sudah mengizinkan saya menjenguknya. Jika diperbolehkan saya ingin berkunjung kembali besok," ungkap Alan pada wanita paruh baya yang kini ada di hadapannya. Beruntung pria itu berhasil menguasai diri. Sehingga Fatma tidak menyadari jika Alan tadi menangis cukup lama di dalam ruang rawat Jasmine.

Fatma yang belum mengenal Alan tersenyum ramah, kemudian  mengangguk pelan sebagai jawaban. 

Hatinya masih bersedih dengan kejadian yang baru menimpa putri angkatnya itu, membuat wanita paruh baya itu tidak banyak bicara seperti biasanya. 

Meski begitu, Fatma melihat ketulusan di mata Alan ketika menginginkan pertemuan kembali dengan putrinya.

Keesokan hari Alan menepati janji untuk datang kembali ke rumah sakit. Terlebih Alan mendapat kabar dari sang sahabat, bahwa Jasmine pagi itu sudah siuman. 

Alan sangat antusias sampai  meminta pada sahabatnya itu untuk menunda semua jadwalnya di pagi sampai siang hari nanti.  Pria itu ingin memfokuskan waktunya untuk wanita yang kehadirannya sangat ia nanti-nantikan selama ini.

Tanpa mengulur waktu kembali Alan mengambil kunci. Ia melajukan mobil BMW berwarna putih kesayangannya itu dengan kecepatan di atas rata-rata menuju rumah sakit berada. 

Pria itu membelah jalanan kota yang memang belum terlalu ramai di pagi hari itu. Mobil melenggang leluasa menuju rumah sakit tempat Jasmine dirawat. 

Sungguh Alan sudah tidak sabar bertemu kembali dengan Jasmine. Gadis yang membuatnya gila selama sembilan tahun terakhir. Gadis yang pergi dari hidupnya begitu saja tanpa pamit apalagi penjelasan.

Alan  menyempatkan diri mampir ke florist, membeli buket bunga untuk Jasmine. Beruntung pemilik florist berkenan membuka toko lebih awal, tentu karena Alan berani membayar mahal sebagai pelanggan setia di florist itu.

Meletakan buket bunga di samping kursi kemudi, Alan dengan senyum merekah kembali melajukan mobil kesayangannya.

Tidak dibutuhkan waktu lama  bagi Alan. Kini pria penuh pesona itu telah sampai di rumah sakit tempat Jasmine di rawat. 

Kala melintasi lorong rumah sakit, Alan berpapasan dengan beberapa perawat wanita yang bertugas malam hendak pulang. 

Para perawat wanita itu seperti mendapat vitamin mata di pagi hari kala melihat Alan melintas di sana. Lelah dan ngantuk usai berjaga shif malam seolah sirna begitu saja. Mereka bahkan memandangi Alan tanpa berkedip sampai pria itu tidak terlihat lagi dari pandangan mata mereka. 

Sedang Alan yang menjadi pusat perhatian terlihat tak acuh. Pria itu dengan langkahnya yang lebar terus mengikis jarak menuju kamar VVIP berada.

 Sampai di depan ruang rawat Jasmine yang kebetulan pintunya tidak tertutup sempurna. Alan tidak sengaja mendengar percakapan Jasmine dengan wanita paruh baya yang dijumpainya kemarin. 

Alan cukup terkejut mendengar obrolan dua wanita berbeda usia itu, hingga sampai tidak menyadari salah seorang dari bodyguard yang berjaga di pintu bertanya padanya. "Tuan, apakah Anda ingin menjenguk nona?" 

Dua bodyguard itu adalah orang yang sama dengan yang berjaga kemarin. Sehingga mereka langsung mengenali Alan ketika tiba di sana.

Alan mengangguk ragu usai mendengarkan obrolan tadi. Namun, ia juga tidak memiliki alasan lain untuk urung menemui Jasmine.

Akhirnya salah seorang dari dua bodyguard berpakaian serba hitam itu, menyampaikan niatan baik Alan yang ingin menjenguk Jasmine pada Fatma, ibunda angkat Jasmine.

" Bunda keluar dulu. Pria yang bunda ceritakan itu sudah ada di depan. Dia ingin menjenguk kamu," terang Fatma pada Jasmine. Sebelumnya Fatma sudah bercerita tentang sosok pria tampan yang telah mendonorkan darahnya untuk Jasmine.

Bahkan Jasmine terpaksa mengangguk patuh mengiyakan rencana sang bunda yang kembali berniat menjodohkan Jasmine dengan Alan, pria yang menjadi pendonor untuknya. "Bunda berjanjilah! Tolong jangan bicara yang aneh-aneh,ya! Ingat kita belum mengenal dia," peringat Jasmine pada sang bunda.

Fatma memang kadang senang mengusili putri kesayangannya itu. Wanita paruh baya itu ingin segera melihat Jasmine memiliki pendamping hidup mengingat usianya tidak lagi muda. Namun, tentu Fatma tidak bisa sembarangan mencarikan calon pendamping hidup untuk putrinya.

Setelah sepakat untuk mengetahui tentang Alan terlebih dahulu. Fatma keluar diikuti bodyguard yang tadi menyampaikan kehadiran Alan di sana. 

Senyum wanita paruh baya itu terlihat langsung merekah menyambut kehadiran Alan. " Kamu sudah datang, Nak?"

Alan mengangguk." Terima kasih sudah mengizinkan saya kembali menjenguknya, Nyonya! Perkenalkan nama saya Alan."

Alan sedikit membungkuksebagai bentuk hormat pada wanita paruh baya yang ada di hadapannya itu.

Dengan penuh suka cita Fatma mengulurkan tangan kanan, dan lekas di sambut salim takzim oleh Alan.

"Panggil bunda saja, hem!" 

Alan nampaknya berhasil membuat kesan baik di mata Fatma. Wanita paruh baya itu terlihat langsung menyukainya.

Fatma sendiri sebenarnya ingin bercengkrama langsung  dengan Alan. Namun, ketika melihat buket bunga di tangan Alan, membuat wanita paruh baya itu mengingat Jasmine dan memilih mengalah. Membiarkan terlebih dahulu Alan masuk menjenguk putri kesayangannya itu.

" Semoga jenis bunga ini masih kamu suka," gumam Alan. Bunga tulip putih yang Alan bawa adalah salah satu bunga favorit mimi, mantan kekasihnya.

Entah mengapa kini degup jantung Alan semakin tidak beraturan diiringi langkah yang semakin dekat melangkah pada Jasmine yang duduk di atas hospital bed. Kedua tangannya terlihat tengah fokus pada benda pipih miliknya.

Ketika sadar pasca operasi tadi. Jasmine langsung kembali  fokus dengan pekerjaannya. Sang bunda padahal sudah mengingatkan untuk beristirahat terlebih dahulu. Namun, Jasmine tidak mengindahkannya.

Beruntung Jasmine kecelakaan dan pingsan tidak lebih dari 24 jam. Sehingga pekerjaan yang ditinggalkannya  tidak terlalu menumpuk. Jasmine merupakan salah satu tipikal orang yang gila bekerja.

Sehingga tidak heran ketika kini usianya sudah  menginjak 28 tahun. Gadis itu belum juga menemukan dambaan hati.

" Mengapa kamu baru datang, Gina? Aku menunggumu dari tadi!" 

Jasmine mengira yang masuk ke ruangannya barusan adalah Gina, Sekretaris sekaligus orang kepercayaannya. Padahal sebelumnya Jasmine sudah Fatma ingatkan, jika pria yang mendonorkan darahnya kemarin akan datang menjenguk. Mungkin efek dari mode fokus Jasmine yang baru pada pekerjaannya. Membuat  gadis itu melupakan ungkapan sang bunda yang baru beberapa menit berlalu.

Alan terpaku di tempat. Menelisik Jasmine yang terlihat sibuk dengan gawai yang ada di tangannya itu. Ingin sekali rasanya Alan langsung memeluk gadis itu sekarang. Gadis yang selalu ia rindukan kehadirannya. Gadis yang membuatnya menutup hati dari pesona wanita yang lain.

Suara jasmine kembali terdengar di indera pendengaran Alan dan berhasil memecah fokusnya kembali. " Kamu siapa?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status