Bab 5 : Keberadaan Tira.
Setelah dua hari, Tisa dibawa oleh Alex ke rumhnya sesuai dengan titah Bu Sani. Alex sungguh tak sabar ingin meminta hak-nya.Sementara bagi Tisa, hari itu adalah hari yang sangat Ia takutkan. Ia membayangkan jika Alex akan merenggut keperawanannya. Sungguh, Ia membayangkan hal yang paling Ia takutkan dalam hidupnya.Bu Sani sudah menyiapkan kamar di lantai atas untuk Alex dan Tira. Bu Sani sungguh antusias saat Ia menyambut kedatangan Tira."Selamat datang, Tira. Kamu adalah satu-satunya menantu keluarga Andara. Ibu senang sekali hari ini," ucap Bu Sani saat menyambut kedatangan Tira.Pak Joni dan Bu Sani menyambut keduanya dengan sajian makan siang yang sudah tersaji di meja makan. Walaupun Tira merasa canggung, tapi Ia berusaha untuk menjalankan perannya. Semuanya hanya demi satu unit motor gede seharga rumah.Tisa melempar senyum kala diajak makan bersama. Ia sadar, mungkin untuk beberapa hari ke depan, Ia harus memainkan karakter Tira seapik mungkin.Saat melihat makanan, semua menu makanan tak satupun yang Ia suka. Dan Ia harus tetap memakannya."Ibu masak semua ini sepesial buat kamu. Untuk menyambut kedatanganmu sama Alex. Makanan ini adalah makanan yang Alex rekomendasikan," kata Bu Sani.Bu Sani mencukil nasi dan mengambilkan ikan bakar lengkap dengan sambal ke piring Tisa."Selamat makan, semuanya." Kata Bu Sani."Ibu kayak bahagia banget dapat mantu kayak Tira. Antusias banget dari tadi," ucap Pak Joni sedikit menggoda istrinya."Iya dong, Pah. Aku 'kan bisa bawa dia ke acara arisan dan aku mau pamerin kalo menantuku ini super duper pinter masak, cantik dan baik hati. Pokoknya menantu idaman deh, pasti mereka syirik sama aku.""Ibu ini, emang Tira barang apa? Dipamerin segala," tutur Alex terkekeh.Mereka pun makan bersama. Suasana hangat keluarga itu membuat Tisa sedikit merasa bersalah karena Ia telah membohongi semuanya.Saat mereka makan, tidak ada makanan yang bisa Tira makan kecuali sayur. Tisa memang tak suka protein tinggi. Ia cenderung lebih suka makan sayur yang akan membuat badannya sehat dan kuat dalam bela diri.Bu Sani diam-diam memperhatikan Tira yang hanya makan sayur. "Ikan dan sambalnya nggak enak ya?" tanya Bu Sani."Enak kok, Bu.""Enak gimana? Kamu belum nyicip."Akhirnya, Tisa pun terpaksa memakan ikan demi rahasianya tetap aman. 'Kenapa harus gue yang ngalamin semua ini? Tiap hari makan ikan? Gue gak bisa bayangin badan gue nantinya bakal kayak gimana,' batinnya.***Sementara itu, Pak Arya sedang berusaha mencari tahu dimana keberadaan putrinya itu. Ia memerintahkan orang kepercayaannya untuk mencari keberadaan Tira."Pokoknya, dalam dua hari kalian semua harus menemukan Tira. Apapun caranya, aku tidak perduli!" Ucap Pak Arya.Pak Arya tak bisa melibatkan polisi dalam pencarian ini. Ia takut jika berita hilangnya Tira, akan sampai ke telinga Pak Joni yang akan berakibat buruk pada dirinya.Pak Arya membuat tim khusus untuk mencari keberadaan Tira. Tak tanggung-tanggung, Ia mengerahkan tiga tim yang terdiri dari lima orang per-tim dikerahkannya untuk mencari keberadaan Putrinya itu.Pak Arya yang punya kedudukan tinggi, pastinya sangat mudah menemukan Tira. Namun kali ini, banyak hambatan yang Ia temukan saat dirinya mencari keberadaan Tira.Beberapa hari kemudian, pak Arya tengah sibuk bekerja, tiba-tiba saja Ia mendapatkan kabar dari orang suruhannya."Pak, saya melihat Tira di bawa dengan menggunakan mobil yang mengarah ke sebuah tempat hiburan malam.""Apa?!" Pak Arya terkejut, Ia sampai mengepalkan tangannya karena geram."Siapa pelakunya?!" Tegas Pak Arya saat beranya."Sa-saya belum tau, Pak."Pak Arya menggebrak meja kerja hingga jantung yang mendengar suara gebrakan meja itu dipastikan akan copot saat itu juga."Kenapa kalian memberi kabar hanya sebagian saja?! Jika kalian melihatnya, kenapa kalian semua tidak mengejarnya?!" Teriak Pak Arya penuh amarah.Pak Arya maju satu langkah lebar dan meremas kerah baju orang yang tengah membawa kabar itu. "Cari dia, dan bunuh pelakunya!" Pak Arya langsung menghempaskan orang itu hingga Ia pergi karena takut.Pak Arya geram karena dirinya merasa dipermainkan. Ia memang memiliki banyak musuh, karena bisnis ilegalnya.***Sementara di rumah, Tira tengah duduk sendirian di kamar melihat pantulan wajahnya di cermin. Memikirkan keberadaan Tira yang sangat menyulitkan dirinya.Tiba-tiba saja, dering ponsel membuyarkan lamunannya dan Ia langsung mengangkat telepon karena itu panggilan dari ayahnya."Malam, Pak. Ada apa?" tanya Tira."Bapak dapat kabar jika Tira dibawa oleh kelompok orang tak dikenal ke arah timur dari tempat kita tinggal, apa kamu bisa kerahkan komunitasmu?" Ucap Pak Arya dari seberang telepon."Tapi apa Bapak yakin jika Tira diculik?""Iya, menurut perkataan anak buah Bapak, memang begitu.""Tira."Tisa langsung mematikan ponselnya dan menoleh pada Alex yang muncul tiba-tiba hingga Ia berpikir jika penyamarannya telah tamat jika Alex mendengar apa yang Ia katakan pada ayahnya."Se-sejak kapan kamu disana?" tanya Tira.Alex mendekat pada Tira, merengkuh kedua pundaknya hingga Tira berdiri. Alex mendekat lagi pada Tira, hingga Tira mundur beberapa langkah menuju arah pintu kamar. Alex masih maju beberapa langkah mendekat pada Tira, hingga Tira menempel pada pintu kamar.Alex terus mendekat hingga Tira pun merasa takut, 'mati gue!' Tisa memejamakan matanya karena Ia seperti hendak disakiti oleh Alex.Alex menempelkan bib*rnya pada kening Tira hingga Tira langsung membelalakan matanya. 'Kampret! Beraninya dia ambil kesucian gue!' Batin Tisa hanya bisa kesal saat Alex mengecupnya. Hanya mengecupnya."Aku sudah sembuh," ucap Alex langsung menarik pergelangan tangan Tisa sampai ke atas ranjang."Ini adalah malam yang akan bersejarah bagi kita," ucap Alex antusias."Kita akan membuat Tirex malam ini," katanya penuh antusias juga."Tirex?""Iya, Tirex itu Tira sama Alex." Jelasnya langsung memeluk Tisa. Namun, Tisa menolak tubuhnya."Loh, kenapa?" tanya Alex saat Tisa menolak tubuhnya dengan kuat."Honey, aku ... lagi M. Ngerti 'kan?""M? M apa? Mau?""Bukan! Itu yang tiap bulan itu loh, Mas,""Healaaah!" Ucap Alex yang langsung berpura-pura pingsan saat Ia mengerti apa maksud Tira."Aku ke Tolilet dulu, bye." Tisa langsung pergi ke Toilet saat itu juga dengan debaran jantung yang seakan mau copot saat itu.Sementara itu, Alex merasa kecewa karena malam ini Ia gagal menghabiskan malam pertama lagi dengan Tira."Gagal lagi!" Alex pun tenggelam dalam selimut tebalnya tanpa menunggu Tira yang pergi ke toilet.***Sementara itu, seseorang tengah membius Tira yang kini berada di sebuah rumah mewah di luar kota. Tira tak sadarkan diri dengan tangan masih diikat dengan Tali.***Bab 6 : Berubah setelah menikahTira disekap di sebuah ruangan mewah. Hanya saja, Ia tak bisa menikmati kemewahan itu karena Ia tak lebih dari seorang tawanan. Ya, Tira diculik dan sepertinya akan dirudapaksa."Dia masih pingsan?" tanya seseorang di luar ruangan tempat Tira disekap."Iya, Bos. Dia masih pingsan akibat obat bius. Mungkin, besok pagi baru dia akan sadar kembali.""Baiklah! Jaga dia baik-baik. Dan kabari aku jika ada hal yang dia butuhkan!" Seorang pria berkharisma dengan rambut panjang di ikat rapih, memakai jas berwarna hitam yang Ia tenteng di tangan kanannya terlihat gagah. Pria itu juga lekas memakai kaca mata hitam kemudian pergi setelah memberikan anak buahnya perintah.***Sementara itu, matahari pagi sudah menerobos masuk melalui celah kecil kamar Tira. Ya, rumah mewah dan mertua baik adalah idaman setiap wanita. Namun, tidak dengan Tira karena sedari semalam Ia tak bisa tidur dengan nyenyak hingga dirinya malah tidur di sofa.Alex membuka matanya karena ada se
Bab 7 : Pergi dengan amarahSemua pasang mata melihat pada Tira sampai Tira merasa tak enak hati saat ponsel itu bergetar dalam genggaman tangannya."Bukan siapa-siapa kok," jawabnya pada Bu Sani. Ia buru-buru menyimpan ponselnya ke dalam tas. Namun, dering ponsel itu lagi-lagi berdering dan Tira memutuskan untuk mematikan ponselnya saja.'Maaf, aku pasti akan jelaskan semuanya nanti. Tunggu aku,' batinnya. Tira langsung memasukan ponsel ke tas kecil yang Ia bawa. Ia memang berusaha berlatih seperti Tira yang lebih feminim dan mengurangi memakai celana jeans yang sangat disukainya, Karena Ia tak mau mengacaukan semuanya.Makan pagi itu berjalan dengan sangat menegangkan bagi Tira. Namun, Ia berusaha terlihat santai dengan menyeruput teh hijau hangat yang disiapkan Ibu mertuanya.Pak Joni berpamitan pada semuanya untuk pergi ke kantor. Ia menaruh harapan tinggi pada Tira, mengingat Alex sangat pemalas dalam bekerja. Ia berharap, setelah menikah dengan Tira, putranya itu bisa berubah.S
Bab 8 : Perubahan sikapBu Mira terkejut mendengar perkataan suaminya yang dinilai kasar. Tidak sepantasnya Pak Arya mengatakan hal itu. Ia maju satu langkah kemudian menarik tangan Pak Arya yang masih memegangi telepon."Ada apa?! Katakan! Aku harus tau apa yang sedang terjadi? Kedua anakku pergi gara-gara kau! Pasti gara-gara kau!" Pekiknya pada Pak Arya. Bu Sani menjatuhkan dirinya, lemas karena takut kehilangan kedua putrinya."Diam saja! Kau tidak akan mengerti!" Pak Arya kembali mengetikan sesuatu pada ponselnya, seperti memerintah seseorang. Namun, kali ini Ia hanya memerintah lewat pesan karena jika bicara lewat telepon, jelas Bu Sani akan mengetahui apa yang sebenatnya terjadi.Bu Sani masih duduk di lantai. Memanjangkan kakinya, raut wajah putus asa ia tunjukan tak lain agar suaminya segera membereskan semuanya."Bangun! Aku akan segera menyelesaikannya! Tunggu saja!" Kata Pak Arya sembari melihat ke arah Bu Sani yang masih duduk di lantai.Bu Sani berdiri kemudian menatap t
Bab 9 : Tisa ketahuanPada bagian depan kotak yang dibungkus pelastik hitam itu, tak ada nama pengirimnya di sana. Bahkan setelah Tira membulak balikan kotaknya, tetap saja ia tak menemukannya.'Aku nggak boleh buka kotak ini. Gimana kalo ini ada hubungannya dengan Tira atau bahkan aku? Bisa gawat jika aku membuka kotak ini di depan mereka berdua.' Batinnya.Tiba-tiba saja, Tira memegangi kepalanya. Kemudian memejamkan matanya sejenak dan merebahkan tubuhnya di kursi yang Ia duduki sekarang."Kamu kenapa?" tanya Alex khawatir. Ia langsung mendekat pada Tira dengan sigap."Apa jangan-jangan dia hamil?" Celetuk Bu Sani yang tentu saja membuat Tira mual mendengarnya.Tira langsung membuka matanya lalu kembali duduk. Ia menyilangkan tangannya pada Ibu kemudian berlari ke arah kamar dengan membawa kotak itu.Sementara itu, Bu Sani hanya melihat heran dengan sikap Tira yang malah tiba-tiba seperti itu. Bu Sani pun melihat ke arah Alex yang malah duduk memperhatikan ke arah dimana Tira tadi
Nab 10 : Terbongkarnya identitas.Ceklek!Pintu kamar mandi terbuka dan dari sana Alex muncul dengan hanya mengenakan handuk yang Ia gunakan untuk menutupi sebagian tubuhnya."A ...!" Jerit Tira dengan lantang. Sontak saja Tira terkejut melihat Alex yang hanya memakai handuk saja. Tira menutupi matanya dengan kedua tangan dan membalikan badannya saat melihat pemandangan tak biasa. Namun, diam-diam dia membayangkan apa yang Ia lihat. Kulit putih bersih dengan proporsi tubuh kekar di bagian tangan juga perut yang berbentuk persegi bagai roti sobek membuatnya terdiam membisu. 'Nyaris sempurna,' batinnya.Sementara itu, Alex segera memakai pakaian yang buru-buru Ia ambil dari lemarinya. Buru-buru juga Ia pakai celana ketat karena terkejut dengan teriakan Tira."Sudah! Aku sudah ganti baju. Lagian, kenapa kamu nutupin mata sih? Bukannya kita suami istri? Ah, aneh sekali," ucap Alex tampak heran namun Ia langsung merapihkan rambiutnya yang basah."It-itu .. itu karena aku belum terbiasa."
Bab 11 : Sebuah perjanjianTira memilih bungkam dan menunduk. Bahkan manik matanya tak berani melihat pada Ibu mertuanya."Nggak kok, Bu. Kami berdua nggak kenapa-napa. Mari makan," ajak Alex langsung menyambar apa yang ada di hadapannya kemudian Ia makan.Diam-diam Tira melihat Alex dengan ujung matanya dan kembali menunduk berkonsentrasi pada makanan di hadapannya.Semuanya makan malam dengan senda gurau diantara Alex, Bu Sani dan Pak Joni. Berbeda dengan Tira yang sedang merasa takut jika identitasnya terbongkar.'Apa yang harus aku lakukan agar Alex tetap menjaga rahasiaku? Aku harus tau kelemahannnya. Aku tidak ingin Ia tau kalau aku sangat takut semuanya terbongkar. Aish! Jika bapak tau, aku akan mati ditangannya. Dasar kau Tisa! Ceroboh!' Batinnya terus meracau.Dan makan malam pun selesai. Pak Joni meninggalkan meja makan karena ingin bristirahat lebih awal. Sementara Alex pergi lebih dulu tanpa mengatakan apapun dan di sana hanya ada Ibu dan juga Tira."Tira, kamu sedang ber
Bab 12 : Siapa kau sebenarnya?Manik mata Tisa masih terbelalak saat menerima pesan itu. Bibirnya dengan otomatis merekah saat menatap layar ponselnya. Sesekali manik matanya membayangkan sesuatu. Namun akhirnya Ia buru-buru mematikan ponselnya dan memasukannya ke dalam tas yang rencananya akan Ia bawa. Kemudian, Tisa berjalan ke arah luar rumah. Tisa menuruni anak tangga dengan tergesa, dan tak sengaja kakinya terpeleset dikarenakan terlalu terburu-buru saat turun.Tira terpelintir hendak jatuh ke lantai bagian bawah anak tangga. Namun, dengan sigap Alex menangkap tubuh mungilnya. Menyentuh pinggang Tisa hingga sesuatu terasa saat itu.Debaran jantung yang sangat kencang juga manik mata diantara Tisa dan Alex membuat mereka saling melihat wajah masing-masing dengan begitu dekat.'Ah. Dia adik iparku!' Tegas Alex yang langsung melepaskan tangannya yang tadi menyelamatkan Tisa dari bahaya."Aduh!" Pekik Tisa karena jatuh ke atas lantai.'Tega sekali dia menjatuhkanku! Padahal jelas-je
Bab 13 : Bertemu seseorangTira menundukan kepalanya saat Bu Sani bertanya. Ia juga masih memegang dengan erat tas yang ada di tangannya. Keringat dingin mulai keluar dari sekujur tubuhnya. 'Apa yang harus aku katakan pada Ibu? Dasar ceroboh!' Katanya dalam hati menyesali apa yang baru saja Ia lakukan.Sementara itu, Bu Sani terus maju ke arah dimana Tira berada. Ia berdiri di hadapan Tira kemudian mendongakan wajah Tira dengan hati-hati. Tiba-tiba saja Bu Sani merangkul Tira dengan sangat erat.Sementara, Tira masih bingung dengan apa yang terjadi pada Bu Sani. 'Ini ada apa sih sebenarnya?' Batinnya bertanya-tanya."Kau sempurna, Nak. Ibu tak usah khawatir lagi jika bepergian. Ibu baru tahu kalau kamu itu pandai bela diri. Dimana kamu belajar semua itu?" Tanya Bu Sani yang langsung mengambil tas yang ada pada tangan Tira."Soal itu ..., aku tidak sehebat yang ibu pikirkan." Ucapnya terbata-bata. Ia tak menyangka jika Bu Sani tak mencurigainya. Tira bisa bernapas lega."Ah. Kau ini s