"Sayang, kau sudah membaik. Bolehkan mama pergi sebentar menjenguk keluarga mama?" tanya Anita meminta izin pada Jaya. Namun wajah ceria Jaya langsung menghilang dan dengan cepat melipat kedua tangannya sambil menggeleng kepalanya."Oh, No. Kenapa lagi anak tersayang mama?" tanya Anita sambil membungkukkan tubuhnya menyetarakan tinggi badan Jaya."Mama nggak akan pergi selama-lamanya kan? Jaya takut banget jika Jaya tidak bisa melihat mama lagi!" ujar Jaya dengan mata sendu.Wira yang baru turun, termenung sebentar melihat anaknya yang begitu sedih padahal Anita hanya ingin pergi sebentar saja."Ya ampun, lebay banget. Kamu itu harus kuat, anak lelaki kan?" sahut Lilis yang jenuh melihat akting dua orang di depannya."Ma, Jaya benar nggak kuat ditinggali mama. Jaya boleh ikut?" tanya Jaya sambil memohon."Jangan gitu dong, kamu aja ke sekolah nggak kenapa mau ikut-ikut? Lebih baik istirahat sana biar cepat sembuh!" ujar Lilis."Nah, anak mama harus dengar apa kata aunty Lilis. Cepat s
"Darimana saja kau?" tanya Wira dengan membentak Anita. "Kau marah?" balas Anita dengan mata tidak percaya. Dia berusaha pulang ke rumah Wira dengan kondisi tubuh yang tidak baik. Anita rupanya di kurung dengan sengaja oleh neneknya agar dirinya tidak kembali ke rumah Wira."Ini semua salahmu, kencan ku malam ini gagal total. Apa kau tahu, Jaya membuat masalah!" ucap Wira sambil menunjuk Anita dengan wajah penuh amarah."Jadi, aku yang disalahkan? Apa kau tahu, aku menahan sakit sampai ke rumah ini!" ujar Anita tidak kalah keras. Suara perdebatan mereka membuat Jaya terbangun."Cukup, aku tidak kuat lagi. Jika bukan karena Jaya, aku mungkin sudah menyerang datang ke sini!" ucap Anita meneteskan air matanya. Hatinya seolah terkikis habis perlahan demi perlahan."Mama! Papa! Kalian kenapa..." Jaya berniat mencegah Anita dan Wira berdebat, tanpa hati-hati membuat kakinya terpeleset hingga berguling-guling di tangga. Saat Anita berbalik, dia terkejut melihat Jaya yang jatuh dari tangga.
Yuni menghentakkan kakinya keluar dari rumah neneknya. Wajah kesal dan marah jelas tampak di wajahnya. Saat berniat masuk ke dalam taksi, tangan seseorang menariknya. "Masuk ke mobilku saja, aku di suruh datang menjemputmu!" ucap Rafael dengan tangan kekar. Yuni memperhatikan lelaki di depannya dengan alis terangkat."Kau, siapa?" "Rafael, asisten Wira sekaligus sepupu Wira!" jelas Rafael memberitahu. "Ma! Ayo! Aku mau melihat Jaya!" teriak Lilis yang sudah ada di dalam mobil Rafael. Terpaksa, Yuni mengikuti kemauan anaknya dan buru-buru masuk ke dalam mobil Rafael. Sementara lelaki itu, memberi uang pada sopir taksi.Saat mereka tiba di rumah sakit, mata Anita sudah memerah. Dia tidak berhenti menangis melihat Jaya yang kritis."Nit, Jaya baik-baik saja kan? terus, lukanya gak parah? kok bisa sih, Nit. Jaya jatuh dari tangga? Apa yang kau lakukan, bukannya itu tugasmu menjaga Jaya?" ucap Yuni heran sekaligus panik."Aku gak tahu, Kak. Jaya tiba-tiba saja turun tangga sambil berlar
"Kondisi Jaya sudah semakin membaik, tetapi dia tidak berhenti memanggil mamanya! Aku sarankan, Jaya segera bertemu dengan mamanya!" Pinta Dokter pribadi keluarga Wiratman.Wira bernafas lega, anaknya sudah baik-baik saja. Jaya juga sudah sadar. Wira masuk menemui Jaya dengan senyum mengembang. Tetapi anak lelaki itu memurungkan wajahnya sambil melipat kedua tangannya menandakan dirinya sedang kesal. "Jaya! Kau...""Sebaiknya papa keluar! Jaya nggak suka papa yang selalu bentak Mama! Apa papa tahu, Jaya begitu senang mama kembali menemui Jaya. Tetapi, malam itu papa memarahi mama membuat Jaya jadi marah! Jaya benci papa!" Teriak Jaya dengan suara keras mengagetkan Wira."Jaya, waktu itu..." Saat Wira berniat menjelaskan pada anak yang lebih pintar darinya, kedua telinga Jaya di tutup rapat membuat Wira menghela nafas kasar. "Baiklah, istirahat saja disini. Papa akan belikan kamu makanan yang enak!" ujar Wira sambil menepuk kaki anaknya sebelum bangkit. Jaya buru-buru membersihkan be
Keadaan Jaya sudah membaik total, Jaya pun mendapat izin kembali ke sekolah. Pagi itu, Rafael yang di utus untuk mengantar Jaya dan Lilis. Awalnya, Jaya tidak mau dan memberontak. Dia ingin Anita ikut mengantarnya. Dengan lembut, Anita membujuknya."Jaya sayang, jangan seperti ini. Dengarkan kata mama, kau tidak boleh memasang wajah cemberut. Berangkat bersama paman Rafael saja!" ujar Anita sambil mengusap dengan lembut rambut Jaya."Kenapa mama tidak mau mengantarku?!" tanya Jaya semakin marah."Ya, kau tidak boleh marah dengan aunty ku. Kalau aku mengambil aunty ku kembali, kau tidak akan punya mama lagi!" sahut Lilis yang jengkel melihat sikap manja Jaya."Mama ada urusan sebentar, setelah pulang nanti baru mama bisa jemput!" ucap Anita dengan ramah."Baiklah, tetapi janji!" Jaya mengajukan jari kelingkingnya, Anita segera menautkannya. Keadaan menjadi aman. Setelah mobil Jaya pergi, Anita buru-buru memesan taksi lalu pergi tanpa mengatakan apapun. Wira sedari tadi memperhatikan
"To too!" tunjuk Jaya memberi kode rahasia pada Lilis. Akhir ini, Jaya dan Lilis membuat bahasa baru jika mereka dalam keadaan tidak aman.Sama dengan hari ini, tiba-tiba seseorang datang dan mengaku sebagai ayah Lilis."To too?! (Siapa dia)" tanya Jaya kembali mengulang perkataannya. "Non too! (Aku juga tidak tahu!)" balas Lilis sambil menggeleng kepalanya."Lilis, kamu baik-baik saja, Nak? Apa keadaan kamu selama ini tidak aman? Katakan pada ayah, karena ayah akan membawamu pergi jauh dari sini!" ucap Lelaki yang berdiri di depan Lilis. Masker diwajahnya dia lepas demi menyakinkan anaknya."Paman, aku tidak boleh sembarang pergi dengan seseorang. Mamaku memberitahu aku hal itu." ucap Jaya sambil mendorong orang tak di kenal itu menjauhi Lilis."Benar, akhir ini banyak kasus penculikan anak di bawah umur." ujar Lilis menambahkan."Tunggu sebentar, aku akan beri bukti jika diriku ini benar ayah kamu!" ucapnya yang mencari sesuatu di sakunya.Namun, seorang guru melihat kejadian itu d
"Ayah Lilis?!" Yuni kaget setengah mati, tubuhnya langsung membeku di tempatnya."Kalian tidak bercanda?!" Kini Anita maju dan memastikan ucapan Jaya."Jaya tidak mungkin bercanda, Ma. Orang itu sendiri mengaku jika dia, ayahnya lilis!" jelas Jaya.Pagi ini, kondisi di rumah Wira begitu ramai. Pasalnya, Jaya dan Lilis tidak ke sekolah karena hari libur membuat mereka banyak bermain di rumah. Namun, Jaya tiba-tiba menghampiri Anita yang sedang berbicara dengan Yuni dan memberitahu kejadian kemarin. Tentu saja, dua bersaudara itu syok setengah mati."Kenapa wajah kalian terkejut begitu? Apa dia bukan ayahnya Lilis?!" tanya Jaya memasang wajah polosnya."Jaya! Kemari sebentar!" panggil Wira yang baru bangun. Dia melambaikan tangan pada anaknya yang tidak jauh darinya."Ma, aku ke papa dulu. Setelah itu, Jaya akan kembali melapor, Oke?!" ucap Jaya dengan senyum manis sebelum berlari ke pelukan Wira.Setelah mereka berdua pergi, Yuni mulai memperlihatkan ketakutannya. Dia tidak menutupnya
Dua orang memasang mata mereka di depan layar komputer Wira. Anita menepuk meja sambil menghela nafas panjang, belum bisa memecahkan kode yang dibuat Jaya."Kenapa ini sangat sulit?!" ucap Anita mengeluh."Iya, kau sendiri yang mengajari Jaya. Dulu, dia lebih nakal dari ini, sekarang masih bertambah. Ajari yang benar sebagai ibu angkat, kau bisa tidak mendapat gaji!" ucap Rafael mengancam Anita."Aku?!" Anita menunjuk dirinya sendiri."Iya, siapa lagi." jawab Rafael dengan suara meninggi. Wajah Jaya memerah, tidak suka mamanya di bentak. Jaya langsung menendang buaya darat Rafael membuat Rafael merintih kesakitan sambil memegang buayanya."Paman, berhenti memarahi mamaku. Aku bisa menghilangkan buaya mu nanti agar kau tidak bisa punya anak dan tidak bisa menikah!" balas Jaya mengejutkan Anita dan Wira."Jaya! Bersikap sopan!" sahut Wira menatap tajam anaknya."Sopan? Hei! Kau tidak memberi anakmu hukuman? Dia memukulku dan hampir merusak keturunanku!" teriak Rafael menunjuk Wira."Ka