“Cha, perasaan kamu kok gendutan ya setelah pindah ke apartement baru,” celetuk Mayang saat dia sedang ada di bandara untuk liburan keluarga ke Bali.Chalista yang merasa sangat tegang karena tiba-tiba mamanya membahas itu hanya tersenyum palsu sebisa mungkin dia menyembunyikan kegelisahannya karena perutnya semakin membesar. Chalista langsung melihat ke arah Monika yang juga menatapnya dengan tatapan aneh. Anehnya perut Monika tak sebesar Chalista walaupun dia tau Monika juga sedang hamil, apa mungkin karena usia kandungan Chalista lebih besar daripada Monika?Kenapa Mayang hanya memperhatikan perubahan tubuh Chalista dibanding menantunya, Monika?“Ehm, iya Ma soalnya aku sekarang sering lembur jadinya pas subuh makan lagi deh, kayaknya aku bakal gendutan tapi gak papa yang penting aku gak setres Ma,” jawab Chalista sambil terawa cengengesan, dia sengaja mengatakan kalau dia akan menjadi gendut kedepannya agar Mayang bisa mempersiapkan diri jika melihat dia berubah nanti.“Tapi kok k
Saat ini Chalista sedang ada di dalam pesawat kelas utama karena memang keluarganya memerlukan privasi mengingat putra mereka sangat terkenal ditambah juga menantunya yang juga merupakan model ternama di tanah air.Chalista sejak tadi berusaha untuk mengistirahatkan tubuhnya tapi rasanya perutnya sangat tidak nyaman dan Chalista mulai merasa mual.Dengan cepat gadis itu berlari ke arah toilet pesawat dan memuntahkan seluruh isi perutnya, dia merasa sangat tidak nyaman.“Huek…..huek…” Chalista benar-benar muntah dan langsung membasuh wajahnya. Namun, tepat sebelum dia ingin muntah kembali sebuah tangan memegangi rambutnya agar rambutnya tidak ikut kotor dan basah.Chalista hanya tersenyum saat mengira yang memegangi rambutnya adalah Rafael karena tadi saat dia berjalan keluar dia tak sengaja melihat Rafael dari dalam kursinya sedang bekerja jadi pasti Rafael yang sedang membantunya.Chalista tak memiliki niatan untuk menoleh karena dia masih menyelesaikan kegaitan mualnya yang tak beru
Rafael berhenti di depan pintu toilet pesawat itu saat dia mendengar dengan sangat jelas suara Chalista di dalam sana dengan seorang pria. Rafael meremas tisu yang dia bawa karena emosi yang dia rasakan.Rahangnya langsung mengeras saat tau Chalista bertemu pria lain di pesawat ini. Rafael tau dia tak punya hak untuk marah tapi kenapa rasanya dia sangat marah hingga ingin menghancurkan semua hal yang dia lihat detik ini juga.Rafael tak langsung masuk saat dia mendengar itu tapi dia menunggu agar bisa mendengar semua pembicaraan Chalista.“Siapa pria yang diajak berbicara? Apa itu pacar yang dia katakan waktu itu?” tanya Rafael pada dirinya sendiri karena dia sangat ingat saat Rafael ingin mengajak Chalista menikah dia langsung menolak dan mengatakan dia sudah punya pacar.“Apa ini pacarnya? Tapi kenapa bisa pacarnya ada di pesawat ini juga?” Rafael tanpa sadar mengernyitkat alisnya.Sementara itu Chalista yang kini menatap mata Abian yang masih menatapnya dengan penuh cinta membuatny
“Awh! Raf…sakit!” lirih Chalista saat Rafael menarik tangannya dengan begitu keras melewati kabin pesawat menuju ke kabin kelas utama tempat Chalista tadi berada. Rafael langsung menutup pintunya dan ikut masuk di sana di ruangan yang sangat sempit itu dengan rahang yang mengeras.“Siapa pria itu?” tanya Rafael langsung tanpa basa basi, tatapannya terlihat menggelap membuat Chalista sangat takut. Sejak awal sebenarnya Chalista memang sangat terintimidasi dengan aura dingin yang dipancarkan pria ini saat awal dia diadopsi seakan-akan tatapan Rafael bisa menembus tubuhnya saking tajamnya sehingga Chalista tak pernah berusaha mendekatii pria ini karena memang Rafael terlihat sangat menakutkan.Sampai kejadian tragis malam itu, saat Rafael tanpa sengaja merenggut keperawanannya dan sekarang Chalista berakhir mengandung anak pertama pria dingin ini.“Dia pilot pesawat ini seperti yang bisa kau lihat tadi,” ucap Chalista berusaha meluruskan keadaan karena memang benar Abian adalah seorang
“A-pa yang kau katakan?” cicit Chalista dengan suara pelannya. Chalista yakin dia salah dengar. Tidak mungkin seorang Rafael Nathan Adijaya yang paling dingin ini mengatakan Chalista cantik bukan?Oh, dalan mimpipun Chalista tak pernah memikirkannya.Tapi apa barusan yang dia dengar?Saat menyadari tatapannya hanyut menatap Chalista, Rafael langsung mendorong pelan gadis itu agar menjauh darinya sambil membuang wajahnya. Rafael benar-benar terlihat seperti orang yang tengah kelepasan.“Bukan apa-apa aku hanya mengatakan ternyata semua wanita terlihat cantik,” dusta Rafael sambil membuang wajahnya membuat Chalista tersenyum jahil.“Oh, ya? Rasanya aku tidak mungkin salah dengar ada yang memujiku dan mengatakan aku cantik. Bukankah hanya ada aku di sini? Wanita mana yang kau maksud, Rafael?” tanya Chalista kini beralih mengerjai Rafael dengan menggunakan nada yang sama seperti yang digunakan pria itu.Rafael yang merasa Chalista tengah menjahilinya langsung menatapnya dengan tatapan int
Chalista dan Rafael baru bisa bernapas lega saat pramugari yang lewat membawa makanan itu kini sudah pergi, Rafael mengusap rambut Chalista yang berjongkok di bawah dengan pelan.“Hey, sudah aman sekarang,” bisik Rafael membuat Chalista langsung berdiri cepat.“Ekmm.” Chalista berdehem pelan untuk menyembunyikan kegugupannya karena posisi berbahaya mereka tadi, wajahnya pasti sudah memerah karena malu sekarang.Rafael terkekeh pelan membuat Chalista langsung menatap horror ke arah pria itu. Sungguh, melihat Rafael dari jarak sedekat ini sangat jauh berbeda dengan Rafael mode CEO di kantornya yang sangat dingin dan penuh perintah.Chalista heran kenapa bisa Rafael berubah secepat itu, apalagi sekarang melihat pria tampan ini terkekeh pelan membuat bulu kuduknya naik karena membayangkan Pak Rafael yang terkekeh seperti itu, bukan Rafael mode bertanggung jawab karena sudah mengamili seorang gadis seperti sekarang.Chalista tersenyum pelan. “Apa yang lucu?” tanyanya penasaran.“Aku menyur
“Ahh…..apa itu tadi…aku dan Rafael benar-benar melakukannya,” lirih Chalista sambil bersandar di kursi pesawatnya yang cukup luas itu karena memang Chalista ada di tipe kelas utama.Rafael sudah pergi beberapa menit yang lalu meninggalkan bekas percintaan mereka di sini bahkan Chalista masih bisa mencium aroma tubuh pria itu. Semburat merah langsung muncul di wajah gadis itu tatkala dia mengingat bagaimana nakalnya dia tadi menggoda Rafael.“Arghhhh aku pasti sudah gila!” Chalista menepuk wajahnya sambil merem melek karena pikirannya tak bisa beralih dari Rafael. Ah, Chalista benar-benar sudah jatuh kedalam pesona pria itu.Namun, Chalista langsung terdiam ketika dia mengingat Rafael memanggilnya dengan kata ‘sayang’ saat mereka bercinta. Terhitung sudah dua kali Chalista mendengarnya pertama kali saat insiden yang mengejutkan itu dan yang kedua tadi. “Apa mungkin Rafael membayangkan berhubungan dengan gadis pujaan hatinya itu?” Chalista bermonolog sendiri.Mendadak suasana hatinya be
“Coba, sini Mama lihat dasinya,” ucap Mayang sambil mengambil dasi yang Chalista pegang dengan dahi mengkerut bingung.Chalista langsung menegang seketika, dia menelan ludahnya susah payah. Bagaimana ini? Dia sangat takut mamanya mengenali dasi siapa itu karena biasanya Rafael memang sangat sering menggunakan dasi berwarna biru dongker seperti ini.“Loh….kok kayak udah kepakek si Cha dasinya?” Pertanyaan Mayang sukses membuat Chalista gugup setengah mati. Keringat dingin membahasi dahinya padahal ada pendingin ruangan di sana.“Ehm…i-ya Ma soalnya itu—Argh! Chalista bisa gila, apa yang harus dia katakan sekarang?“Kenapa? Kok kamu tegang gitu sih Mama nanya ini kan katanya dasi baru,” ujar Mayang sambil menatap putri angkatnya itu. Mayang sangat kenal gadis ini sejak lama dan dia paham gerak gerik putrinya ini dan dia rasa pasti ada yang tak beres dengannya.“Itu eman