Slavia menarik napas lega. “Soal pelanggan yang kabur gara-gara berita miring itu ... gimana, Dan? Apa bisa dibujuk lagi?” “Aku nggak bisa menjanjikan apa pun, Vi. Fokus kita adalah memasarkan produk jualan kamu dengan gencar, nanti juga dengan sendirinya konsumen akan menilai bahwa mutu sebuah produk yang dijual nggak ada hubungannya dengan masalah pribadi pemilik toko.” “Oke, aku paham. Tolong kamu hubungi Raras ya, aku agak kerepotan karena anakku habis demam ....” “Vi?” “Kenapa, Dan?” “Kamu ... betul-betul sudah punya suami dan anak, ya?” Slavia tertegun. “Maaf, aku cuma tidak mau termakan sama berita di luaran sana.” “Oh, nggak apa-apa kok. Tapi ... nggak semuanya salah sih, Dan. Aku memang sudah menikah dan punya anak ....” “Tapi kenapa harus jadi istri kedua, Vi?” “Karena itu adalah paksaan dari istri pertama, Dan. Jadi bukan keinginan aku untuk jadi yang kedua, jadi ... agak nggak adil kalau aku terus dihujat karena mereka nggak tahu cerita yang sebenarnya.” Ardan m
“Ibu betul, ya sudah. Biarkan saja Mas Rio istirahat sampai kondisinya betul-betul pulih, jangan sampai dia dengar percakapan kita dan jadi salah paham....” “Baiklah, kalau begitu Ibu turun dulu ke dapur.” Shara mengangguk dan meletakkan obat-obatan juga vitamin yang tadi diberikan Rini kepadanya. “Aku harus siapkan untuk Mas Rio dulu, jadi bisa langsung minum setelah bangun tidur nanti.” Shara menatap pria yang terbaring di dekatnya itu, rasa memiliki sedang berkobar hebat di dadanya. Kira-kira satu setengah tahun yang lalu, Rio adalah suaminya. Hanya suaminya, sebelum Slavia hadir di tengah-tengah mereka. Dan ironisnya, dialah yang menghadirkan istri kedua untuk suaminya itu. “Saat itu aku terlalu bodoh, Mas ... Bisa-bisanya aku punya ide gila untuk memaksa kamu buat menikah lagi, sama adikku sendiri ... Aku memang sudah memperalat kalian berdua supaya mau menikah demi memenuhi ambisi besar aku, egois kah jika sekarang aku menginginkan kamu kembali seutuhnya? Rio tetap berge
“Aku mau banget membantu, Bu. Tapi sayangnya kondisi aku juga sedang nggak memungkinkan ....” “Jangan dulu, kamu harus fokus untuk sembuh.” Shara mengangguk saja mendengar ucapan ibu mertuanya. “Aku pulang dulu,” pamit Rio kepada Shara, yang disambut dengan anggukan kepala. “Kapan-kapan ke sini lagi, Rio. Tempat kamu kan memang di sini sama Shara,” ujar Rini. “Iya, Bu. Aku akan tetap menggilir jadwal seperti biasa, aku pergi dulu.” Rini mengangguk dan ibu Rio ikut berlalu pergi bersama putranya. Setibanya di rumah, Rio langsung mendatangi kamar untuk bertemu dengan Nico yang sudah kembali sehat. Disapanya Slavia yang baru saja memberikan susu kepada putra mereka. “Vi, maaf ....” “Tumben pulang, Mas?” Slavia merespons dengan senyuman. Jujur, Rio justru merasa aneh dengan respons Slavia yang tidak tampak marah atau kecewa karena sudah meninggalkannya selama berhari-hari. “Paaahhh! Paaa ...” Ocehan Nico seketika mengalihkan perhatian mereka berdua. “Anak papa!” Rio langsung m
Mau tak mau Rio tertawa kecil. “Tidak salah kan kalau aku cemburu sama istri aku sendiri? Apalagi kamu masih muda, baru punya anak satu ....” Tiba-tiba saja Slavia ikut tertawa. “Justru itu, Ardan mana mau sama istri orang yang punya anak satu?” “Semua hal itu bisa terjadi, Vi. Makanya banyakin nonton berita, Jangan cuma nonton akun-akun gosip yang menyebarkan fitnah tentang kita, apalagi kamu.” “Iya juga ya, seharusnya aku fokus ke hal-hal lain. Masalahnya bisnis aku jadi terdampak sangat besar gara-gara segelintir orang yang nggak bertanggung jawab, kadang aku lelah ... Aku malu, Mas. Semua orang rata-rata menyalahkan posisiku, tanpa mereka tahu gimana awalnya sampai aku bisa terjebak dalam pernikahan kakakku. Sekalipun dia bukanlah kakak kandungku ....” Rio mendekati Slavia kemudian memeluknya erat. “Maaf, gara-gara mempertahankan pernikahan kita ... jadi bikin kamu jadi tersiksa seperti ini. Aku bersumpah, niat aku itu baik. Aku hanya berusaha menyelesaikan apa yang sudah Sh
“Aku kira dia sudah kasih tahu kamu segala hal termasuk tentang siapa saja teman-temannya, Mas.” “Dari dulu kami belum sempat ngobrol soal itu, selama ini dia juga sibuk di rumah mengurus Nico. Ke depannya, kamu tidak perlu bingung kalau Via berada di suatu tempat dengan teman-temannya lagi.” “Teman-teman dari mana sih, Mas? Orang aku lihatnya Via itu duduk berduaan saja sama si cowok, bukankah kelihatan dari foto yang aku kirim dulu itu?” Rio memijat-mijat pelipisnya di dalam ruangan tempat di belakang resto, sudah sejak tadi dia ngobrol dengan istri pertama untuk membicarakan bermacam-macam hal. Termasuk salah satunya tentang foto yang sempat dikirim oleh Shara ke ponselnya. “Via bilang kalau masih ada satu teman lagi, perempuan. Dan dia sedang ada di toilet atau di mana, saat kebetulan ada yang ambil foto mereka. Memangnya kamu dapat foto itu dari mana sih?” Shara tidak segera menjawab. “Oh itu, kebetulan ada teman aku yang suka nongkrong di kafe-kafe ... Dia kontak aku dan b
Bagaimana kalau nanti Slavia mengadu kepada Rio dan malah membuat masalah mereka semakin memanas? Tidak, Shara tidak bisa membiarkan semua itu terjadi. Benar kata ibunya bahwa dia harus menjalani pernikahan ini sehati-hati mungkin. Mendapatkan hati Rio sepenuhnya, itu adalah tujuan utama. “Ibu pulang dulu,” pamit Rini setelah dua minggu lamanya dia menginap di rumah menantunya. “Biar Rio tahu kamu butuh perhatian karena sendirian di rumah ini.” “Aku nggak pernah usir Ibu, lho ....” “Ibu paham, kasihan ayah kamu juga harus bolak-balik karena ibu nggak ada di rumah ... Pokoknya kamu harus jaga tindakan, kalau bingung jangan ragu untuk menghubungi ibu.” Shara menganggukkan kepala. “Aku akan menikmati posisi sebagai istri pertama, sampai tiba waktunya bagi Mas Rio memiliki satu istri saja.” Rini mengacungkan jempolnya, setelah itu berlalu ke depan rumah untuk menunggu jemputan suaminya. “Ibu mau ke mana?” sapa Rio yang baru saja tiba di rumah. “Ibu mau pulang, ibu titip Shara. Jag
Ternyata Shara memperbarui status miliknya dan itu tampak di mata Slavia, yang biasanya tidak pernah tertarik untuk mengintip status pembaruan dari siapapun kecuali milik admin yang bekerja kepadanya. Namun, entah kenapa kali ini jari Slavia terasa gatal untuk menyentuh status yang diperbarui oleh kakaknya. Dan detik itu juga Slavia langsung merasa menyesal. Di dalam status itu, terdapat pembaruan yang memperlihatkan sepasang tangan yang sedang saling menggenggam dengan erat. Ya, hanya dua pasang tangan saja, tetapi itu cukup membuat hati Slavia terasa nyeri seakan tertusuk duri. Dia sangat mengenali tangan itu, arloji milik Rio yang melingkar manis dengan tangan Shara yang menggenggamnya erat. “Ya ampun!” lirih Slavia pelan, cepat-cepat dia angkat jarinya untuk segera menutup aplikasi pesan instan itu dengan keyakinan bahwa Raras atau Ardan akan meneleponnya jika ada sesuatu yang mendesak. Biarpun Slavia setuju untuk meneruskan pernikahannya dengan Rio tanpa mempertimbangkan se
“Jangan mau disuruh ganti rugi tanpa menyertakan bukti nota pembelian! Atau kalau dia beli online, diharuskan ada bukti video unboxing! Tolak saja, bilang ini sudah ketentuan dari bosnya! Oke, kabari aku secepatnya ya?” Raras mengembuskan napas panjang lalu memandang Slavia dan Ardan bergantian. “Ada apa?” tanya Ardan buru-buru. “Ada yang kompalin ke gudang, katanya sih dia beli satu setel baju muslim, nah bagian hijabnya sobek.” “Terus gimana?” Giliran Slavia yang bertanya. “Pembeli itu nggak bisa menunjukkan nota dan juga video unboxing jika dia beli online.” “Aneh, apa nggak sebaiknya kalian pulang saja ke gudang?” “Admin kita bisa dipercaya kok, Vi. Aku selalu tekankan sama dia untuk bertindak jujur, termasuk mengatasi hal-hal kayak begini.” Slavia menarik napas. “Ada-ada saja yang mau menjatuhkan usaha orang ....” “Sabar ya, Vi. Setelah ini aku sama Raras akan segera pulang kalau urusan sudah selesai, oke?” “Aku malah jadi nggak tenang, Dan.” Raras segera mengimbau kedu