Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Menjadi Istri Kedua Mantan Mertuapart1Plakkk ....Satu tamparan mendarat di wajahku. Tatapan penuh kemurkaan Ibu mertuaku layangkan kepada diri ini."Rupanya kamu mandul, pantas saja sudah 1 tahun kalian menikah, tidak kunjung hamil juga," teriak Ibu Delima, Ibu mertuaku."I--ya, Bu, maafkan, Saya!" jawabku terbata- bata, sembari menahan sakitnya tamparan Ibu Delima ke wajahku.Baru 2 bulan Ibu kembali ke Indonesia bersama Ayah mertua, Ibu sudah menciptakan suasana menyakitkan di rumah besar dan mewah ini.Tidak ada sedikitpun terlihat belas kasihannya kepadaku sebagai sesama wanita. Dimatanya, rupanya aku ini hanyalah wanita tidak berguna, setelah tahu aku mandul.Beginilah kesalahanku, menikah tanpa tahu bagaimana karakter mertuaku. Sebab, ketika aku dan Mas Andre menikah, Ibu dan suaminya berada di Luar Negeri, dan kami menempati rumah mereka selama setahun ini.Kini Ibu kembali dan mempertanyakan, mengapa aku dan suami belum juga punya anak. Sehingga, kami memutuskan untuk memer
Part2Ayah mertua tidak menanggapi apapun, aku tetap terdiam dan memaksakan diri untuk makan malam, meski seleraku kini hilang.Seminggu telah berlalu, sikap Ibu Delima sedikit membaik padaku."Ndre, malam ini kita akan kedatangan tamu teman Ibu, kamu dan Elea bersiap- siap oke."Aku berada di dalam kamar, mendengar jelas ucapan Ibu pada Mas Andre. Tidak terdengar suara sahutan dari suamiku itu.Setelah langkah kaki Ibu Delima menjauh, aku mengajukan pertanyaan, yang begitu mengganggu pikiranku."Mas, apakah ini tentang wanita, yang akan menikah denganmu?" tanyaku pelan."Entahlah, nggak usah dibahas! Aku cukup pusing dan juga terbebani dengan ini," sahutnya dengan ekspresi malas.Aku menghela napas. "Sepertinya Ibu sangat serius dengan semua ini. Jujur, aku merasa keberatan," ungkapku pelan, membuat mas Andre menatapku."Utarakan saja pada Ibu, jangan padaku!" tegasnya lagi, kemudian merebahkan diri memunggungiku."Mas, Ibu Delima kan Ibu kamu, seharusnya kamu bisa berbicara dari hati
Part3"Apakah ini Istrinya Andre?" Salah satu dari rombongan itu bertanya, mungkin orang tua dari wanita itu."Benar sekali Jeng Mumun! Ini Istrinya Andre," jawab Ibu Delima santai, dia sambil meremehkanku. Entahlah apa maksud semua ini, aku semakin merasa tidak nyaman."Kenapa masih di pertahankan Jeng, lebih baik di ceraikan saja, dari pada harus berbagi suami dengan Delia." Ia berkata tanpa perasaan seperti itu pada Ibu, sambil memandangku dengan sinis.Ibu Delima masih terdiam. Lalu melanjutkan makannya, sambil terlihat berpikir keras."Maaf Tante, Andre tidak akan menceraikan Elea, biar bagaimanapun juga Andre yang sudah memilih El, sebagai pendamping." "Tapi kan percuma saja, menikahi wanita mandul itu sama sekali tidak berguna!" ujar wanita itu lagi, dia kekeuh mempengaruhi suamiku dan Ibu Delima. Sedangkan aku seolah mematung berdiri seperti orang bodoh yang menahan perih hati mendengarkan ucapannya."Maaf Jeng, jangan terlalu jauh terlibat, meskipun Elea mandul. Saya tetap t
Part4Lumayan lama kami hening, merasa canggung. Selama setahun lebih menjadi menantunya, baru kali ini aku tinggal bersama mertua dan melihat jelas wajah Ayah dan Ibu mas Andre.Dan untuk pertama kalinya, aku satu mobil dengan Ayah mertua."Yah, kita mau kemana?" Aku memberanikan diri bertanya pada Ayah, yang terlihat fokus menyetir mobilnya."Kita pergi berbelanja, kamu boleh membeli apapun yang kamu mau! Ayah yang bayarin!" ujarnya tetap dengan pandangan lurus kedepan."Serius, Yah??" tanyaku penuh keterkejutan."Serius!" balas Ayah singkat.Demi apa? Punya mertua ganteng dan baik hati seperti ini, meskipun istrinya begitu kejam, setidaknya ayah mertua baik padaku.Setidaknya aku masih memiliki harapan pada rumah tanggaku.Aku tersenyum sumbang, kala mengingat perlakuan Ibu yang begitu tega dan dingin kepadaku.Tanpa rasa tidak enak hati, aku membeli segala yang aku senangi bersama Ayah di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota kami."Yah, nanti kalau Ibu marah bagaimana?" tany
Bab5 "Bukan inginku seperti ini, tapi semua kemauan Ibu, kumohon kamu mengerti, El," pinta suamiku. Aku tidak mau menyahut sama sekali, dasar aku yang lemah, sehingga menerima rasa sakit pernikahan ini begitu saja. "Lagi pula, jika kamu tidak mandul, semua tidak akan terjadi seperti ini," ucap suamiku dengan lantang. Oh Allah, dia sungguh tidak tahu apa- apa, sehingga dengan santainya dia berkata. "Menikahlah, Mas, jika memang itu keputusanmu." "Ini bukan tentang keputusanku, tapi tentang masa depan kita. Aku ingin memiliki keluarga yang lengkap, dan pernikahan tanpa anak, ini bukan keluarga lengkap." Aku menghentikan isak tangisku, kemudian aku bangkit dan duduk menghadap mas Andre. "Benarkah pernikahan tanpa anak itu bukan keluarga lengkap?" tanyaku dengan suara serak. "Iya, maaf jika aku membuatmu tersinggung. Aku hanya ingin kamu mengerti," katanya lagi meyakinkanku. "Beri aku waktu satu bulan untuk menerima semua ini. Setelah itu, keputusan ada di tangan Mas," pintaku m
Bab6 "Mas, jika kamu yang mandul bagaimana?" tanyaku. Mas Andre menghela napas dan terlihat begitu malas berbincang denganku. "Apa'an sih, El. Sudahlah, faktanya sekarang kamu yang mandul. Mas terima kamu apa adanya," tegas mas Andre sembari mendengkus kemudian berdiri. "Mas." Aku memegang tangannya, agar dia tidak pergi begitu saja. "Apa?" Wajah mas Andre terlihat begitu malas menatapku. "Bagaimana jika kamu yang mandul, aku serius, Mas ...." "Aku?" Mas Andre tertawa, seolah meremehkanku. "El, sudahlah, nggak usah bahas hal ini lagi. Lagi pula jika aku mandul, Ibu pasti tetap akan menikahkan aku lagi." "Kenapa?" "Karena faktanya memang kamu yang mandul, dan tentang pertanyaan jika aku yang mandul, itu hanya omong kosong," tegas mas Andre, sembari melepaskan pegangan tanganku dan menjauh meninggalkan kamar. Beginilah dahsyatnya efek dari sebuah kebohongan, aku nyaris tersingkir. Aku menyesal rasanya. Tapi setidaknya aku tahu, rupanya tidak ada ketulusan dalam pernikahan kam