“Tunggu aja nanti, Sarah. Aku pasti bisa membongkar kebohongan kamu selama ini. Udah lama aku curiga sama kamu dan Kesya. Gimana pun aku marah sama Sarah, kalau memang Kesya itu anak kandungku, nggak mungkin aku nggak merasa ada ikatan batin sama anak itu. Tapi, terus terang aja selama ini hatiku memang nggak bisa untuk dekat dan menyayangi dia seperti yang seharusnya.”Gani berkata seorang diri tentang bagaimana sikapnya selama ini kepada Kesya. Dia sendiri mengakui bahwa perasaannya tidak bisa dibohongi. Gani tidak bisa menyayangi Kesya seperti yang seharusnya dia lakukan sebagai seorang ayah.Itu sebabnya, sejak kelahiran Kesya ke dunia ini, Gani jadi jarang di rumah. Dia lebih suka menghabiskan waktu di kantor atau ruang kerjanya di rumah besar itu.Gani masih duduk seorang diri di dalam mobilnya saat Juminah sudah pergi lagi ke UGD untuk membantunya mengorek informasi yang bisa dia dapatkan. Saat itu pula, seorang wanita berjalan di depan mobil Gani dengan menggendong seorang bay
“Kamu kan ayahnya Melody. Masa kamu nggak bisa jawab pertanyaan dia sih?” tanya Maura setelah beberapa saat terdiam mendengar pertanyaan Rama tadi.Kini giliran Rama yang terdiam setelah Maura berbicara. Dia tidak menyangka sama sekali kalau jawaban Maura adalah kata-kata seperti itu. Namun, jujur saja di dalam hatinya Rama merasa senang karena pada akhirnya Maura mau mengatakan hal itu.“Iya, dong. Siniin dulu anak ayah yang cantik. Maminya pasti capek dari tadi gendongin boneka embul ini,” ucap Rama dan segera mengambil Melody dari gendongan Maura.Maura tidak mengelak dari Rama dan dengan senang hati memindahkan putrinya pada Rama. Mereka sudah tinggal bersama dalam hitungan tahun. Bagi Melody, tentu saja Rama memang adalah sosok ayah yang dicintainya. Bayi perempuan itu terlihat sangat nyaman pada Rama dan tertawa girang saat dipangku sang ayah.“Kamu jangan nangis nanti kalau diperiksa sama dokter, ya Sayang. Ayah akan selalu ada di samping kamu dan menjaga kamu dengan sepenuh ji
Gani sudah menunggu selama hampir lima belas menit di luar ruangan, dan memang belum ada tanda-tanda Maura akan keluar dari ruangan anak. Hingga akhirnya dengan terpaksa Gani meninggalkan tempat itu karena sudah dihubungi oleh perawat yang menjaga Wulan.“Aku pasti akan menemukan kamu, Mau.” Gani bergumam sambil melangkah pergi.Gani menuju ke ruangan di mana Wulan saat ini berada dan sudah dipasangi dengan alat-alat medis. Wulan tersenyum dengan wajah yang pucat saat melihat Gani datang mendekat.“Kamu dari mana, Nak?” tanyanya pelan, nyaris tak terdengar.“Aku tadi keluar sebentar, Ma. Merokok. Mama nungguin aku dari tadi, ya? Maaf, ya Ma.” Gani berbohong menjawab pertanyaan Wulan.Sebagai orang tua, jelas saja Wulan bisa tahu jika Gani berbohong padanya. Namun, dia tidak ingin bertanya lebih lanjut tentang hal itu kepada Gani.“Nggak, baru aja Mama bangun.”“Mama mau apa?”“Senyummu.”Hening. Tidak ada sahutan dari Gani ketika mendengar jawaban dari ibunya itu. Dia tahu dengan jela
"Maksud Tante, aku akan jadi istri kedua?" tanya seorang gadis bernama Maura dengan nada kaget."Iya. Tapi, Tante percaya kamu dan itu sebabnya Tante memohon sama kamu untuk mau menerima tawaran ini. Tante akan bantu biaya pengobatan ibu kamu sampai selesai, Mau. Tante janji sama kamu!" desak wanita paruh baya di depan Maura saat ini.Saat ini, Maura sedang duduk di dalam sebuah ruangan yang terbilang sangat mewah di sebuah perusahaan. Dia berhadapan langsung dengan pemilik perusahaan yang tak lain adalah Wulan. Seorang wanita yang sebulan lalu dia tolong di rumah sakit.Maura yang saat itu sedang menjenguk ibunya, melihat Wulan hampir pingsan di tangga. Untung dengan cepat tangan Maura menyambar tubuh wanita itu dan menariknya hingga mereka berdua jatuh di lantai.Andai Maura tidak bergerak cepat, bisa dipastikan saat itu juga Wulan sudah jatuh terguling-guling di tangga darurat yang akan dilewatinya untuk turun. Wulan menjalani pemeriksaan rahasia dan tidak ingin diketahui oleh publ
“Kamu nggak ketemu Maura di lift atau di loby, Ga?” tanya Wulan yang penasaran dan mengambil posisi duduk di seberang Gani yang baru saja memasuki ruangannya itu.“Nggak, Ma!” jawab Gani dengan santai dan singkat.“Masa sih kamu nggak ketemu? Dia baru aja keluar dari ruangan Mama sebelum kamu datang,” desak Wulan seperti tak ingin menyerah dengan pertanyaannya itu. “Aku bahkan belum pernah bertemu dengan dia, Ma! Aku nggak tau wajahnya dan seperti apa orangnya. Mama kalau nanya tuh yang bener dong, Ma!” omel Gani yang membuat Wulan tercengang dan menatap putra semata wayangnya itu dengan tak berkedip.Bukan tanpa alasan Wulan bereaksi seperti itu pada ucapan Gani. Selama ini, Gani selalu bicara dengan singkat dan tak pernah menggerutu panjang lebar. Baru kali ini Gani marah dengan menjabarkan semua hal itu kepada Wulan.Gani duduk dengan menyilangkan kakinya dan tetap fokus pada benda pipih yang ada di tangan kanannya saat ini. Selalu seperti itu setiap kali Gani bertemu dengan Wulan d
Sarah masuk ke dalam ruangan Wulan dan duduk di sisi Gani. Dia menatap suaminya dengan sendu dan berharap bahwa suaminya menolak titah atau keputusan sang ibu. Namun, setelah sekian detik menunggu tetap tak ada reaksi dari Gani.Sarah tahu bahwa Gani tidak akan menentang keputusan dari ibunya itu. Sarah menarik napas panjang dan kemudian berusaha untuk tetap kuat, meski hatinya terasa hancur dan sakit.“Oke. Silakan Mama menikahkan mas Gani dengan gadis pilihan Mama itu. Tapi, aku ada satu syarat untuk mengizinkan mas Gani menikah lagi,” ucap Sarah dengan sinis dan sorot mata yang tajam.“Katakan!” titah Gani yang sebenarnya tidak disangka oleh Sarah.“Aku ingin ... setelah menikah nanti, kamu tetap tinggal sama aku, Mas!” ucap Sarah dengan penuh rasa percaya diri dan seolah dia tak ingin berpisah dari suaminya.“Apa? Nggak bisa! Mana mungkin Gani tetap tinggal sama kamu, Sarah!” bantah Wulan telak.“Terus gimana, Ma? Mama mau aku yang ditinggalkan mas Gani? Apa ubahnya itu dengan per
“Maura, kamu udah yakin dengan keputusanmu itu, Nak? Mama nggak mau kamu menyesal dan salah mengambil keputusan. Bagaimanapun juga, ini adalah masa depanmu dan kamu akan menjadi istri kedua, Nak ....” Anita berkata dengan suara pelan dan sendu.Dia sudah mendengar semua cerita dari Maura dan dia merasa tidak berdaya dengan keputusan putrinya itu. Penyakit yang sudah bertahun-tahun menggerogoti tubuhnya itu seakan sudah menjadi beban bagi putrinya. Semua harta peninggalan sang suami sudah habis terkuras untuk biaya pengobatan.Untuk biaya lanjutan pun, Maura harus berkeja sana sini agar mendapatkan uang yang banyak. Sekarang, dengan nota bane balas budi Wulan menawarkan tawaran yang berat itu kepada Maura. Wulan berjanji akan membiayai pengobatan Anita hingga sembuh, bahkan akan memberikan pengobatan terbaik dengan dokter ahli yang terkenal.Sebagai seorang anak yang berbakti, mana mungkin Maura melewatkan tawaran emas itu. Baginya, yang terpenting adalah Anita segera sembuh seperti se
Lima hari sudah berlalu dan saat ini Maura berada di salah satu kamar pasien. Anita baru saja pulang dari Kuala Lumpur setelah menjalani operasi kangker rahim stadium akhir. Maura menunggu ibunya terbangun dan saat ini dia ditemani oleh Wulan.Mereka sudah menunggu selama satu jam sampai akhirnya ada pergerakan dari anggota tubuh Anita yang terbaring di ranjang pasien. Maura yang merasa senang, langsung saja mengambil tangan Anita dan air mata mengalir begitu saja tanpa bisa dia tahan.“Mama ... aku di sini, Ma. Mama udah bangun kan, Ma? Mama bisa dengar suara aku? Mama bisa liat aku di sini? Mama ingat siapa aku kan?” tanya Maura bertubi-tubi saat melihat mata Anita terbuka perlahan-lahan dengan kedipan yang tak berhenti hingga kelopaknya terbuka total.“Sayang ... pelan-pelan dulu, ya. Nanti mama kamu jadi bingung,” ucap Wulan berusaha menenangkan Maura dengan menggenggam pundaknya dan memberikan kekuatan.“Mama aku bangun, Tan.”“Iya. Alhamdulillah, semuanya berjalan lancar seperti