"Hari ini, kita kedatangan tiga anggota baru. Mari, kita persilahkan Junior-Junior kita memperkenalkan dirinya." Manager maskapai melakukan briefing dan perkenalan singkat pramugari dan pramugara baru. "Halo, perkenalkan saya Junior Marsela Braid, usia 21 tahun." "Selamat berjumpa semua, saya Junior Juna Woodey, usia 21 tahun." "Salam kenal, saya Junior Alicia Hins, usia 21 tahun." Sedikit menggelitik di dalam hati Alice, karena dia sebenarnya telah berusia 28 tahun saat ini. Namun dia menyamar sebagai gadis berusia 21 tahun. "Halo, Sela, Juna, Alice." Sapa para senior pada mereka. "Aku akan mengenalkan Pusher kalian dalam setiap penerbangan, ada Lita, Bram, dan Katy. Total dari 30 pramugara dan pramugari akan mendapat jadwal secara bergantian. Lita, Bram dan Katy akan membimbing kalian dalam setiap jadwal penerbangan." "Salam kenal Pusher Lita, Bram, dan Katy. Mohon bimbingannya." Sela, Juna, dan Alice menundukkan sedikit kepalanya sebagai tanda salam dan hormat. "Bai
Hari ini jadwal penerbangan Alice adalah pukul 07.00 pagi menuju ke Amsterdam. Alice bertugas dengan Olla, Ricky dan Pusher Bram. Mereka telah bersiap sejak pukul 06.00 pagi. Dan kini mereka tengah menarik kopernya untuk masuk ke dalam kabin pesawat. Tiba saatnya boarding, Alice dan Olla menyambut penumpang, dan mengarahkan mereka menuju ke kursi sesuai dengan tiketnya. Ketika penerbangan telah stabil di ketinggian 35.000 kaki, Alice dan Olla berada di dapur kabin menyiapkan sarapan pagi untuk penumpang. Ketika Bram berjalan meninggalkan mereka menuju ke ruang kokpit pesawat, Olla berbisik kepada Alice. "Alice, Pusher Bram sangat tampan kan? Aku mengidolakannya sejak lama. Tapi Pusher Katy itu berusaha untuk memonopolinya untuk diri sendiri. Padahal Pusher Bram tidak pernah menanggapi perasaannya selama ini." "Ya, dia cukup tampan." Alice memuji dengan ekspresi datar. 'Sebenarnya Bram biasa saja, tidak setampan Gavinku. Gavin bahkan berkali-kali lipat tampan,' batin Alice
"Alice!Alice Tunggu!" Bram berlari sambil mendorong sepedanya mengejar Alice. Setelah agak jauh dari Gavin, Alice menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Bram yang dari tadi mengikutinya. "Pusher Bram, maafkan aku. Tolong jangan salah paham dengan apa yang aku lakukan barusan." Alice mendekat dan berbicara dengan wajah serius. "Aku tahu. Pasti karena pria dan wanita yang tadi kan?" Bram menebak dengan tepat. "Itu..ya, kamu benar!" Alice mengakuinya. "Tidak mengapa. Aku sudah tahu kamu hanya memanfaatkan keberadaanku." Bram mendekat ke sisi Alice. "Lalu sekarang kamu mau pergi kemana?" tanya Bram. "Aku mau pergi dari sini saja. Sampai jumpa nanti malam, Pusher Bram." Alice menaiki sepedanya dan mengendara pergi dari taman Vondelpark. Dia meninggalkan Bram begitu saja. "Alice?!" Bram segera mengendarai sepedanya dan menyusul Alice. "Huh, kamu meninggalkan aku sendiri setelah memanfaatkan keberadaanku? Keterlaluan kamu, Alice!" Bram mengomel tepat di sisi Alice set
Hari ini Alice terbang bersama Pusher Katy, Lea dan Tyas. Seluruh anggota tim Alice hari ini semuanya wanita. "Alice, hari ini tolong kerjasamanya." Katy berkata sambil tersenyum lebar pada Alice. Tampak ramah, namun ada sesuatu yang aneh pada sorot matanya. Hari ini penerbangan mereka menuju ke kota Lugano, Swiss. Jadwal penerbangan mereka pada pukul 08.10. Alice tidak bertugas menerima penumpang dan mengarahkan para penumpang ke tempat duduknya. Semua diambil alih oleh Lea dan Tyas. Alice tidak menghiraukan dan mencoba berpikir positif. Namun, ketika dia memanaskan makanan, Tyas dan Lea juga mengambil alih tugasnya segera setelah dia selesai memanaskan makanannya. Bahkan hingga pesawat telah mendarat di Lugano pun, mereka mengabaikannya. Hingga setelah Alice berganti baju dan keluar dari ruang ganti, mereka semua telah pergi. "Ada apa ini? Mengapa aku merasa mereka mengabaikanku sedari tadi?" Alice bergumam sendiri. Ketika dia sampai di pintu ruang itu, dia tidak bisa
"Ternyata selama ini bukan diselundupkan di dalam bagasi ataupun kabin. Namun memanfaatkan kru penerbangan," gumam Alice Selain tidak terdeteksi oleh alat apapun, jika dititipkan melalui kru penerbangan, maka agen-agen rahasia juga akan terkecoh. Pantas saja, selama dua bulan ini para agen rahasia tidak bisa menangkap pelaku penyelundupan bom kepada teroris. Mereka hanya berhasil mendapat info, bahwa bahan peledak untuk rencana 'puncak' hampir terpenuhi. Diketahui, rencana 'puncak' itu sendiri adalah kode rahasia para teroris untuk penyerangan pada saat konferensi seluruh kepala negara di dunia yang akan dilaksanakan bulan depan di Paris. 'Apa pengiriman bom ini hanya berlangsung ketika Katy terbang ke negara Lugano saja? Atau setiap kali di jadwal penerbangan Katy, mereka menyelundupkannya?' pikir Alice. Alice kemudian segera menjahit kembali boneka seperti keadaannya semula. Alice harus menyelidiki dulu alasan di balik tindakan Katy. Bukan mustahil, jika dia melakukannya karen
"Kumohon jawab aku!” Suara itu bergetar, sekalipun terdengar keras. Ekspresi panik tampak jelas di wajah Alice saat melihat darah yang bercucuran di kepala saudara kembarnya. Tampak keadaan Elisa yang memprihatinkan. Seluruh wajahnya berlumuran darah karena hidung dan pelipisnya yang terluka. Beberapa saat lalu, Alice melihat sendiri mobil yang dikendarai adik kembarnya menabrak pembatas jalan tol dengan keras. “El–” Ucapan Alice terhenti saat ia melihat kelopak mata Elisa yang kini ada di dekapannya perlahan terbuka. “A-Alice ….” Suara Elisa nyaris tidak terdengar. Dengan lemah, wanita itu mengangkat tangannya yang berlumur darah untuk mengusap wajah Alice. “Maafkan aku … karena sudah merebut t-tempatmu ….” Usai mengatakan kalimat yang membuat Alice bingung tersebut, Elisa jatuh tidak sadarkan diri, meninggalkan Alice begitu saja. Beberapa saat yang lalu …. “Kamu sekarang sudah menikah?” Sepuluh tahun sudah berlalu sejak Alice meninggalkan rumahnya untuk mengejar mimpi,
Alice Welbert.Dua kata itu terus berputar di kepala Alice. Ia duduk merenung di depan ruang operasi sambil memikirkan kartu identitas milik Elisa.‘Fotonya foto Elisa, tapi kenapa dia memakai namaku?’ gumam Alice. Adegan kecelakaan itu saja masih meninggalkan tanda tanya, sekarang ditambah dengan identitas Elisa yang mencurigakan.“Bos!”Alice mengangkat kepala ketika mendengar suara yang familiar. Itu adalah Jake, bawahannya.Tanpa bangun dari duduk, Alice bertanya, “Jadi bagaimana?”“Saya sudah mengurus semuanya,” jawab Jake, masih berdiri di sebelah Alice. “Seperti dugaan Anda, ada yang janggal dari kecelakaan Nona Elisa.”Alice menelan air liurnya yang terasa pahit. Tangannya terkepal kuat. Beberapa saat yang lalu, ia memang menghubungi Jake untuk menyelidiki kasus kecelakaan Elisa.Alice mengangkat kepala, menatap Jake dengan matanya yang memerah. “Aku minta laporan lengkapnya, secepatnya.”Jake mengangguk. “Baik, Bos.”Jake pun meninggalkan Alice yang masih gemetar menahan amar
Setelah mobil berhenti, supir membukakan pintu. Gadis yang akhirnya Alice ketahui bernama Selena itu keluar terlebih dahulu. Dengan tidak sabar dia menarik paksa tangan Alice agar segera keluar dari mobil. Alice mengikuti langkah kedua wanita itu dan masuk ke dalam rumah. Ketika kedua wanita itu duduk di kursi sofa, Alice juga akan duduk di kursi sofa yang ada di sisi lainnya. "Hei, siapa yang memperbolehkan kamu duduk di atas kursi? Tempatmu adalah di bawah, bukan duduk sejajar dengan kami," ujar Laura, wanita paruh baya itu, menunjuk ke arah lantai. Alice diam sejenak. Seumur hidupnya, baru kali ini ia diperlakukan sehina ini. Lalu, mungkin karena Alice terus diam, Selena menarik Alice untuk duduk di lantai, di dekat kaki kedua wanita itu seperti pelayan. "Kemari, pijat kakiku sekarang juga!" Selena menyodorkan kakinya. Alice mengepalkan tangannya. ‘Apa-apaan ini?! Kalau benar Elisa menikah dengan Gavin, itu artinya Elisa adalah kakak iparnya. Kurang ajar sekali gadis muda ini,