Akhirnya operasi transplantasi ginjal pun dilakukan, aku dan Aisyah melakukan puasa selama kurang lebih delapan jam sebelum operasi ini dilakukan.
Dalam kegugupan, aku mencoba menenangkan diri, menenangkan pikiran, memasrahkan semua pada tuhan, agar operasi ini dapat berjalan lancar.
Dengan Rahmad dan ridho Allah akhirnya operasi ini pun berjalan lancar. Alhamdulillah tubuh Aisyah dapat menerima ginjal yang telah aku donorkan.
Dan saat ini aku masih berada di rumah sakit, di atas bad kamar pasien untuk pemulihan paska operasi.
Kulihat Gus Ibrahim dan Mbak Zahra masuk ke dalam kamarku.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Mbak Zahra dengan ramah padaku.
"Aku sehat kok mbak, sudah lebih baik," kataku pada Mbak Zahra dengan tersenyum, seraya berusaha bangkit untuk duduk tegak dari posisiku yang semula berbaring.
Saat ini aku memang merasa sehat meskipun hidup dengan satu ginjal. Kalaupun aku masih dirawat di rumah sakit, itu karena jahitan di pe
Hari terus berganti, kini aku telah selesai diwisuda. Aku telah menjadi sarjana dan aku telah siap untuk mengamalkan ilmuku."Nak, adikmu Asyifa, sudah ada yang melamar, bagaimana menurutmu?" tanya ibu saat kami berdua makan siang."Alhamdulillah, diterima saja bu jika Syifa setuju," jawabku."Kamu bagaimana?" tanya ibu dengan menggenggam tanganku. "Masak adikmu melangkahi kamu untuk menikah dulu," lanjutnya."Ibu, ibu lupa kalau aku sudah pernah menikah," jawabku. "Aku bahagia jika adikku sudah ada yang menghitbah, aku juga senang jika ada yang ingin segera dihalalkannya," jawabku sembari tersenyum.Ibuku terlihat membalas senyumku."Ibu, jika nanti Asyifa jadi menikah, acara pernikahannya, sederhana saja ya, jangan sampai ibu menghutang lagi!" kata Alifah dengan menyentuh tangan ibunya."Iya," sahut ibunya dengan mengangguk."Tapi, bagaimana dengan kuliah Asyifa bu, dia kan masih semester dua?" tanyaku."Kata nak Iqbal
Hari demi hari telah berganti, sudah satu Minggu Ustadz Mirza menjadi direktur di yayasan tempatku mengajar.Kuakui aku tidak pernah bertemu dengan beliau karena memang ruangan tempat kerja kita yang berbeda, ruang kerja Ustadz Mirza ada di gedung utama yang berdekatan dengan ruang tata usaha, staf keuangan, dan staf administrasi yang lainnya.Sementara ruang kerjaku ada di gedung belakang bersebelahan dengan gedung sekolah bersama dewan guru yang lainnya."Ustadzah Alifah, dipanggil bapak direktur!" kata salah seorang ustadz yang baru masuk ruang guru, saat aku sedang mengerjakan penilaian lembar tugas siswa."Ada apa ya ustadz Yusuf?" tanyaku sedikit penasaran bercampur rasa cemas."Mungkin mau dikasih bonus bu," sahut Ustadz Yusuf teman sejawatku dengan meringis menggoda.Aku bergegas beranjak dari kursiku, dengan rasa cemas aku berjalan menuju ruang direktur pendidikan yayasan ini."Assalamualaikum!"Aku beruluk salam seray
Seperti biasa aku selalu datang lebih awal di sekolah ini, mungkin karena tempat kostku dekat dengan sekolah, selain itu aku masih lajang, dan tidak punya tanggung jawab mengurus keluarga seperti teman-temanku yang lain."Assalamualaikum Ustadzah Alifah!" sapa Ustadz Yusuf ramah.Aku yang saat itu tengah duduk di meja kerjaku mempersiapkan bahan ajar untuk murid-murid, hanya tersenyum menanggapi sapaannya."Dijawab dong salam saya ustadzah!" katanya dengan lebih mendekat ke mejaku."Ustadzah, awas lo! Ustadz Yusuf itu pinter ngegombal!" seru salah seorang ustadzah yang juga sudah ada di ruangan ini.Aku yang saat itu mendengar seruannya seketika menoleh sembari menggangguk."Salam saya belum dijawab lo ustadzah," kata Ustadz Yusuf lagi."Waalaikum salam," sahutku."Ustadzah, saya ini kagum sama Ustadzah Alifah, meskipun cantik, pintar, tapi sangat sederhana, dan bukan wanita materialis."Kata-kata Ustadz Yusuf seketika m
Hari itu telah berlalu, pagi ini seperti biasa aku sudah sampai lebih awal di sekolah."Ustadzah Annisa sudah dari tadi?" tanyaku saat melihat Ustadzah Annisa yang sudah duduk manis di kursinya."Kemarin-kemarin saya sering telat, nggak enak ditegur kepala sekolah," sahutnya."Ooo...""Eh, gimana hubungan kamu dengan Ustadz Yusuf, kayaknya Ustadz Yusuf suka dengan ustadzah?"Aku tersenyum tipis menanggapi pertanyaan Ustadzah Annisa. Dan tak lama setelah kami berbincang, tampak Ustadz Yusuf masuk ke dalam ruangan kami."Assalamualaikum Ustadzah Alifah!" sapanya dengan melangkah mendekati mejaku."Waalaikum salam," jawab aku dan Ustadzah Annisa."Ustadzah Alifah, semakin hari semakin cantik ya?" puji Ustadz Yusuf dengan nada bercanda."Semua wanita itu memang cantik, Ustadzah Annisa juga cantik," sahutku."Iya, aku juga cantik kata suamiku," celetuk Ustadzah Annisa."Bukan begitu maksud sata Ustadzah Annisa,
Aku bergegas keluar dari ruangan Ustadz Mirza setelah percakapan kami selesai.Rasanya aku ingin segera pulang, dan menghempaskan rasa lelahku dengan memejamkan mata untuk masuk ke dalam alam mimpi."Ustadzah Alifah!"Kudengar suara Ustadz Yusuf memanggilku."Kenapa ustadzah tidak pernah bilang kalau ustadzah seorang janda?" tanyanya dengan menjejeri langkahku."Kenapa? Ustadz Yusuf kecewa telah berikhtiar memperjuangkan cinta Ustadz Yusuf untuk seorang janda?" tanyaku dengan tersenyum tipis. "Kalau Ustadz Yusuf merasa kecewa dan menyesal, mulai sekarang, tolong jauhi saya!" jawabku tegas, sembari berjalan lebih cepat meninggalkannya.Akhirnya hari yang melelahkan itu pun berlalu. Keesokannya aku kembali menjalankan aktivitas seperti biasa, sepanjang perjalanan menuju tempat kerja aku berdoa, semoga tidak ada lagi masalah yang membuatku harus berhadapan dengan Ustadz Mirza."Jadi Ustadzah Alifah itu seorang janda?"Kudengar sua
Hari telah berganti, pagi ini aku kembali beraktivitas seperti biasa.Sudah jam enam empat puluh lima menit, aku sedikit terlambat. Seharusnya aku datang lima belas menit lebih awal, karena hari ini adalah jadwal piketku untuk menjemput para siswa di halaman sekolah.Saat sampai di gerbang sekolah, aku buru-buru masuk ke dalam ruang guru untuk meletakkan tasku, dan setelah itu keluar kembali menuju halaman sekolah untuk menyambut murid-muridku.Tidak kusangka saat berjalan menuju halaman sekolah aku berpapasan dengan bapak direktur pendidikan yang baru keluar dari mobilnya.Kudengar laki-laki itu menegurku."Aku lihat, kamu jarang berduaan dengan Yusuf sekarang?" tanyanya."Mmmm, iya." Aku tersenyum sembari mengangguk. "Mungkin Ustadz Yusuf sedang sibuk, dan lagi kami memang tidak ada hubungan, jadi untuk apa berduaan," terangku."Oooh, begitu," sahutnya dengan masih berdiri di hadapanku. "Apa bukan karena dia kecewa ya? Karena sudah
Hari terus berjalan, semua masih terasa sama, setiap berpapasan dengan Ustadz Mirza, masih ada rasa cemas di hatiku, karena sikapnya tetap terlihat sinis, datar, dan angkuh padaku.Ah, tapi mungkin itu hanya perasaanku saja, Ustadz Mirza adalah laki-laki yang sibuk, dia tidak hanya menjadi direktur pendidikan di sekolahku, tapi dia juga seorang konsultan, motivator, serta dosen dibeberapa universitas negeri dan swasta, jadi wajar kalau sikapnya seperti itu kepada bawahannya, karena memang dia adalah orang yang sibuk.Ya, aku yakin pemikiran burukku tentang Ustadz Mirza adalah keliru, karena mungkin saat ini aku hanya terlalu terbawa rasa saat bertemu ataupun melihatnya.Segera aku tepis prasangka negatifku terhadap atasanku tersebut, aku menghelan nafas panjang, dan kembali memotivasi diriku, agar aku tetap bersemangat, dan lebih bersemangat dalam bekerja, karena jujur beberapa hari ini hatiku terasa tumbang, jauh dari semangat, semenjak kehadiran Ustadz Mirza s
Saat ini aku sudah berada di ruang IGD sebuah rumah sakit umum, seorang perawat telah selesai memasang jarum infus di tanganku."Alhamdulillah sudah sadar!" kata wanita berbaju putih itu sembari tersenyum. "Kamarnya sudah siap, sebentar lagi mbak akan dipindahkan ke kamar rawat inap ya!" katanya dengan tersenyum.Tak lama setelah itu dua orang perawat laki-laki datang menghampiriku dan mendorong bad rumah sakit yang aku tiduri masuk ke dalam kamar pasien.Kulihat perawat perempuan yang tadi menyapaku juga mengikuti kami. Dan setelah aku sampai di kamar pasien, dia kembali memeriksa selang infus."Saya suntik dulu ya mbak!" katanya sembari menyuntikkan cairan lewat selang infus."Suster maaf, siapa ya yang bawa saya kesini?" tanyaku penasaran."Oooh, tadi katanya embak pingsan di tempat kerja, terus atasan dan ada beberapa teman mbak yang ngantar mbak kesini." Jelasnya sembari terus menyuntikkan cairan obat itu ke dalam selang infusku.