Setibanya di rumah, Bu Sukma masih belum berhenti mengomel. Irda yang melihatnya jadi penasaran apa gerangan yang membuat Ibunya jadi seperti itu. "Bu, kenapa sih datang-datang ngomel mulu?" tanya Irda. "Ketemu orang gila tadi di jalan," tandasnya. "Mana ada orang gila, malahan Ibu yang kayak orang gila nyerocos mulu," sahut Irda dan Bu Sukma mendelik tak marah. "Ir, emang kamu tahu ya kalau Ikhsan selingkuh? Kata Ibunya Naila buktinya ada di ponsel." tanya Bu Sukma yang akhirnya bisa mengontrol diri. "Iya emang benar, Bu. Ada videonya, mau lihat?" Irda akhirnya menunjukkan video kakaknya dan Amanda. "Ih geli juga ya liatnya, tapi emang Ikhsan ganteng sih jadi banyak yang tergoda, Amanda aja yang murahan," Bu Sukma masih tetap membela anaknya. "Bapak jangan sampai tahu, Bu," pesan Irda. "Ibu juga gak mau kalau Masmu nanti diusir," sahut Bu Irda. Memang selama ini Pak Jaka-Ayah Ikhsan-lebih banyak mengalah tapi jika
ANAKKU JUGA CUCUMU, BU# PART29A(37) Malam ini Naila bisa langsung pulang ke rumah dengan ijin dokter. Perasaannya sudah jauh lebih baik daripada kemarin. Azam dan Nisa selalu memberikan support selama di rumah sakit. Rani yang dapat kabar jika Naila akan pulang, sudah menunggu di teras depan rumah beserta orangtua Naila. Ingin memberikan dukungan juga untuk saudara yang sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri. Diam-diam Ikhsan juga sudah menantikan kepulangan Naila dari rumah sakit. Dia ingin sekali menghampiri Naila, namun melihat kondisi yang tidak memungkinkan, dia kembali lagi. "Udah sehat, Nduk?" tanya Sang Ibu. "Alhamdulillah, Bu," jawab Naila. Naila meminta Raka dari gendongan Ibunya. Anak itu langsung memeluk Ibunya erat seolah tak mau melepaskannya lagi. "Ran, apa orderan untuk pelanggan kita yang di pekalongan udah di seleseikan sesuai target?" tanya Naila. "Ya ampun, Mbak. Kondisi begini masih saja memikirkan kerjaa
Tin! ... tin! ... Ciit ... BRAK!? Mobil Azam menabrak tempat sampah di depan rumah Bu Sukma. Sampah di dalamnya berhamburan keluar, membuat orang-orang yang ada di dalam rumah terkejut dan keluar melihat apa yang terjadi. Beberapa orang yang melihat, saling berbisik ketika melihat Naila dan Azam keluar dari mobil itu. Mereka adalah tetangga Bu Sukma. Bu Ida yang berada di dalam rumahnya juga ikut keluar. Perempuan paruh baya itu tak menghadiri pernikahan keponakannya karena dia tidak mendukungnya. Azam menggandeng Naila menerobos orang-orang yang bergerombol di depan rumah Bu Sukma. Rupanya akad nikah telah dilangsungkan. Terlihat Amanda mencium tangan Ikhsan dan diabadikan dengan pengambilan foto oleh kerabat mereka. "Heh, ngapain kamu ke sini? Ada urusan apa?" teriak Bu Sukma yang melihat Naila dan Azam muncul di depan mereka. Rupanya akad nikah mereka digelar secara sederhana. Hanya ada beberapa kerabat dan tetangga yang da
Pengadilan memanggil Naila dan Ikhsan untuk proses mediasi. Dalam proses itu Naila menolak keras untuk berdamai dengan Ikhsan. Keputusannya sudah bulat untuk berpisah dari suaminya itu. Akhirnya pihak pengadilan tidak bisa memaksa Naila. Mereka akan mengadakan sidang lanjutan untuk gugatan cerai Naila. Setelah beberapa kali sidang, pengadilan telah memutuskan perceraian antara Ikhsan dan Naila. Mereka bukan lagi sepasang suami istri. Pihak Ikhsan datang untuk mengajukan gugatan harta gono gini. Setelah petugas pengadilan melakukan pemeriksaan, pihak Ikhsan tak berhak sama sekali atas harta, rumah, tanah, dan mobil yang dimiliki Naila. "Alhamdulillah, Nai. Akhirnya pengadilan sudah mengabulkan gugatanmu, Nai. Kalian sudah resmi bercerai," ucap Pak Ahmad. Mereka berdua baru keluar dari sidang di Pengadilan Agama. "Iya, Pak. Aku sudah bisa bernafas dengan lega. Ikhsan dan keluarganya tak akan bisa mengganggu aku lagi, baik soal harta gono g
POV RENDI Naila resmi berpisah dari suaminya? Entah bagaimana perasaanku saat ini. Ada sedih, ada bahagia juga. Bagaimana aku tak bahagia, sudah lama aku menunggunya dan kesempatan kini terbuka lebar. Sedih juga sih karena melihat orang yang aku sayangi sedih dan terpuruk. Tak tega melihat Naila terbaring lemah di rumah sakit karena keguguran waktu itu. "Kamu harus bisa melepaskan dia yang tak bisa menghargaimu, Nai. Buka hatimu untuk orang yang mengharapkanmu," ucapku saat menjenguknya di rumah sakit. "Aku belum mikirin itu, Ren. Saat ini aku cuma mau fokus dengan Raka dan usahaku," sahut Naila. Aku tahu jawabannya waktu itu adalah sindiran halus untukku. Namun, aku tak akan menyerah dengan begitu mudah. Aku akan memperjuangkan seorang Naila meskipun saat ini dia selalu menghindari dan menolakku. Mungkin juga karena Rani sepupunya. Rani gadis yang manis dan baik, sayangnya sampai detik ini hatiku belum bisa menerimanya. Aku ta
"Kumohon, Nai. Berikan aku kesempatan. Aku bisa gila jika harus kehilanganmu lagi!" ucap Rendi penuh penekanan. "Apa!?" Naila dan Rendi secara bersama menoleh ke asal suara. Di belakang mereka Rani berdiri terpaku dengan bibir bergetar menahan tangis. "Apa yang aku dengar barusan benar, Mas?" tanya Rani. "Mbak Naila tolong jelaskan padaku," lanjut Rani. Melihat di ruangan itu banyak orang, Naila mengajak Rani ke ruangannya dan Rendi mengikutinya. "Ran, tolong jangan salah paham. Dengarkan dulu penjelasan Mbak," Naila memohon kepada Rani. "Yang kamu dengar tadi memang benar, Ran. Aku mencintai Naila. Sudah dari dulu aku menyayanginya tapi takdir berkata lain." jelas Rendi. "Cukup, Ren! Kamu bisa melukai Rani," geram Naila. "Biarkan saja, Mbak. Aku ingin mendengarkan yang sebenarnya. Aku kuat menerima kenyataan daripada terus-terusan dibohongi," ucap Rani parau. "Maafkan aku, Ran. Aku yang salah, aku mendekat
"Mbak Linda, apa Rani tidak bekerja hari ini?" tanya Naila pada karyawannya. "Dia gak datang, Mbak. Gak tau kenapa gak ngasih kabar juga," sahut Linda seraya membersihkan tempat kerjanya. Naila merasa khawatir pada sepupunya itu setelah kejadian tempo hari. Dia mencoba menghubungi Rani lewat sambungan telepon. "Halo, Ran? Kamu baik-baik aja, 'kan? Kenapa gak masuk hari ini?" tanya Naila beruntun. "Aku lagi gak enak badan, Mbak. Tadi udah ngirim pesan, coba liat deh, Mbak. Mungkin pesanku belum kebuka," jawab Rani. "Oh yaudah. Kamu istirahat aja dulu ya, semoga lekas baikan lagi," ucap Naila. "Iya Mbak." Naila merasa lega setidaknya Rani tak masuk kerja bukan karena dirinya. Dia tak mau hubungan yang baik menjadi renggang karena laki-laki. Saat membuka ponselnya, memang benar Rani telah mengirimkan pesan tadi pagi. Karena sibuk, Naila tak sempat membukanya. Luka di hati Rani masih basah, tak mudah baginya melupakan
ANAKKU JUGA CUCUMU, BU# PART33(43) "Naila ... a-aku cuma ingin melihat Raka," ucap Ikhsan terbata. Dia takut jika Naila akan marah atau menolak kedatangannya. Naila melihat situasi sekitarnya, suasana sore banyak tetangga yang bermain di luar rumah. Di depan juga ada Bapak-Bapak yang ngobrol santai. Rasa takutnya hilang seketika, setidaknya pria itu tidak akan berani berbuat nekad. "Baiklah, Mas. Kamu boleh melihat Raka sebentar, tapi tetap di sini." sahut Naila. Ikhsan lega akhirnya Naila mengijinkannya. Dia meraih bocah gembul itu lalu memeluk dan menciuminya. Raka yang semula berontak akhirnya bisa beradaptasi lagi. Lama tak bertemu ayah kandungnya, tak membuat anak itu merasa seperti orang asing. Dalam hitungan menit, bocah itu bisa bercanda ria dengan Sang Ayah. Ikhsan senang sekali, anaknya kini sudah semakin besar dan mengerti perkataannya. Setelah puas bermain, dia ingin berpamitan kepada Naila untuk kembali."Nai, makasih udah