Lena menoleh seketika. Bukan hanya Lena saja, tetapi para wanita yang tadi sibuk membicarakannya juga menghentikan aktivitas mereka dan beralih menatap ke arah Khair seraya berbisik-bisik.
Lena melihat Khair yang sudah berdiri di belakangnya, memakai celana pendek dan kaos polos yang dilapisi varsity juga sepatu vans berwarna hitam putih. Gaya lelaki itu terlihat lebih santai. "Mas belum berangkat?" tanyanya seraya membungkuk untuk meletakkan alat penyiram tanaman.
Khair tersenyum sembari mengusap lengan Lena. "Sana ganti baju, Mas mau ajak kamu jalan-jalan," ucapnya lembut.
Lena mengangguk, lalu bergegas masuk ke rumah.
"Mas Khair, yakin istri kamu sudah berhenti dari pekerjaan kotornya? Bisa jadi kalau kamu sedang pergi bekerja diam-diam dia ke kelab malam lo," celetuk Sofia.
Sama-samar Lena masih mendengar suara mereka. Dia sudah berusaha sabar, tetapi sepertinya mereka memang tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Lena
"Khair, bawa istri kamu masuk! Jangan bikin Mama malu dengan kelakuannya!" Mama Reta melengos pergi setelah membayar belanjaannya.Tak lama kemudian, Khair berjalan ke arah Lena dan mendekati perempuan itu. "Kita masuk sekarang," pintanya dengan nada lembut.Sebenarnya Lena masih ingin menjambak rambut perempuan itu lebih keras lagi. Namun, dia tidak enak dengan suaminya.Perlahan Lena melepaskan tangan dari rambut perempuan yang mungkin sedikit lebih tua darinya.Sofia tampak mengusap-usap kepalanya sambil menatap sinis ke arah Lena, lalu menarik paksa ikat rambut yang terbuat dari karet gelang.Setelah karet gelang itu terlepas, dia menghampiri Raisa dan menarik tangan perempuan itu untuk pergi. Sepertinya mereka gagal belanja hari ini.Raisa yang sedari tadi hanya terbengong-bengong menurut saja, dia berjalan di samping Sofia dengan sesekali menengok ke belakang.Lena yang geregetan mengambil beberapa tomat dan sayuran lainnya dari
Warning! Ini adalah kisah fiksi, mohon jangan merasa tersinggung atau berkomentar buruk."Lena, harus berapa kali Mas jelaskan padamu? Bahwa pernikahan itu bukan sebuah permainan yang bisa dimulai kemudian diakhiri begitu saja?" Khair mengusap wajahnya kasar.Lena tetap saja berjalan. Dia tidak bisa berpikir jernih saat ini, ucapan Mama Reta terus saja berputar dalam pikirannya."Apa hubungan kita akan benar-benar berakhir?" Suara Khair melunak. Dia duduk di tepi tempat tidur, punggungnya melengkung ke depan. Kedua sikunya bertumpu di lutut.Mendengar perkataan Khair, Lena mendadak berhenti. Dadanya disisipi perasaan-perasaan aneh.Dia menoleh, kemudian menghampiri lelaki yang telah membuat hidupnya lebih berarti. Perempuan itu meninggalkan kopernya begitu saja.Lena berjongkok di hadapan suaminya. Dadanya masih terasa sesak,
"Mas Khair sudah menikah, Mbak." Wajah Melody yang semula berbinar berubah murung, seolah gelombang besar kembali menghempas dadanya."Serius? Bukannya selama ini dia cuma dekat sama kamu?" Niswa tampak terkejut dengan jawaban Melody. Pasalnya Melody pernah bercerita jika dirinya sangat mencintai Khair.Melody menatap langit yang sedang berawan, mentari sudah agak naik, hangatnya mulai menciptakan peluh pada tubuh anak-anak yang berjemur di bawah tiang bendera. Anak-anak yang menikmati masa mudanya hingga timbul sedikit kenakalan-kenakalan. "Ya, dengan seorang wanita malam," sesalnya.Niswa bisa menangkap dengan jelas ada raut kecewa pada wajah Melody, tetapi setiap orang berhak menentukan pasangan hidup mereka tanpa ada paksaan. Sepertinya itu yang sedang dilakukan Khair. "Mungkin kalian memang tidak berjodoh," ungkapnya seraya menepuk pelan pundak Melody.Melody tersenyum masam, dia menatap dalam ke arah
Mobil Khair sampai di pelataran rumah yang mungkin memakan biaya milyaran untuk membangunnya. Hal yang suatu hari pernah terlintas dalam pikiran Lena anastasya.Lena segera turun dari mobil. Dia tidak menunggu suaminya membukakan pintu.Sejak kejadian tadi, mereka berdua sama-sama diam, saling memikirkan pertanyaan Khair.Mungkinkah Lena benar-benar hamil? Anak siapa? Dia hanya pernah melakukannya dengan dua orang saja, yaitu Khair dan seorang lelaki yang telah memutus paksa rasa di hatinya. Hmm, mengingat seseorang itu hanya membuat kepalanya semakin terasa pening saja.Lena terus berjalan, melewati beranda rumah dengan langkah lebar dan tergesa. Namun, tiba-tiba seorang wanita menyembul dari arah pintu, tampak setengah berlari, lalu berhenti tepat di depan Khair dan menghambur di dada bidang milik lelaki itu.Sejenak Lena menoleh untuk melihat apa yang dilakukan perempuan asing itu.
Lena mengerjapkan mata, kepalanya terasa begitu berat. Dia mengamati dirinya sendiri, masih memakai pakaian dan hijab yang sama. Hanya dua yang berbeda, tubuhnya dilapisi selimut tebal sedada dan ada kain basah di keningnya.Lena mengambil kain itu, rupanya seseorang sengaja menempelkannya agar suhu tubuhnya turun.Pikiran Lena berkecamuk, begitu marahnya Khair sampai tidak mau menemaninya. Lena berusaha bangun, memaksakan tubuhnya untuk duduk.Dia memandang sekeliling, mentari yang terlihat samar dari gorden jendela condong ke barat, itu artinya hari sudah sore.Mungkin karena tubuhnya kurang sehat jadi lebih mudah tertidur, dan sepertinya Khair sengaja tidak membangunkannya.Ruang kamar tampak senyap dan temaram dengan pintu kamar mandi sedikit terbuka.Satu kaki Lena turun ke bawah, menyentuh lantai yang seketika terasa dingin. Tangannya meraih bungkusan berwarna biru putih di meja nakas.Hatinya kembali disisipi perasaan cemas, bu
Dia segera menghampiri Lena untuk membawanya ke tempat tidur. Akan tetapi, matanya tertuju pada test pack di samping Lena. Dia meraih test pack yang juga basah tersebut. Melihat hasilnya, lelaki itu mengembuskan napas lega, lalu mengangkat tubuh Lena dan membiarkan benda itu tergeletak begitu saja.Tak lama kemudian, Khair membaringkan tubuh Lena yang sudah tidak berdaya di ranjang.Khair bergegas mengambil ponsel, dia mondar-mandir dengan satu tangan memegang ponsel sementara yang satunya berada di saku celana sembari menunggu telepon tersebut tersambung dengan nomor tujuan. "Halo, kamu bisa ke sini? Lena tak sadarkan diri," ucapnya pada seorang dokter yang telah lama menjadi sahabatnya.***"Loh, Mas Rehan ada di sini juga?" tanya Aida setelah melihat seseorang yang menjatuhkan benda-benda di sampingnya ternyata Rehan sahabat Khair.Lelaki itu memakai kemeja dan celana panjang serta jam tangan yang senada. Rambutnya di sisir rapi membuatnya terli
"Saya tak ubahnya sebongkah batu yang bersemayam dalam lumpur, tampak hina dan keberadaannya tak dipedulikan."~Lena Anastasya~"Dalam hidup kita tidak pernah benar-benar bisa memahami takdir. Saya ingin mengangkat batu itu lalu membersihkan dan menjadikan dia dihargai layaknya berlian."~Khairul Anam~***Lena membuka mata setelah beberapa saat tak sadarkan diri. Tubuhnya masih terasa lemah, dia menoleh dan memandang lelaki di sebelahnya.Khair duduk bersila di atas sajadah menghadap ke arah kiblat. Dia mengenakan baju koko dan sarung lengkap dengan peci berwarna hitam. Kepala lelaki itu sedikit menunduk dengan mata terpejam, jemarinya menguntai tasbih mutiara berwarna putih terlihat berkilau diterpa cahaya lampu yang menggantung di bawah langit-langit rumah. Bibirnya menggumamkan sesuatu begitu lirih dan khusyuk.Melihat semua itu bola mata Lena serasa panas dan berkaca-kaca. Dia tidak ingin menangis, sudah terlalu banyak air mata y
Setelah mengantar Aida ke rumahnya, Rehan menyusul Fatimah ke apotek. Beruntung taksi yang ditumpangi perempuan itu lewat jalan yang searah dengan rumah Aida. Jadi dia bisa lebih mudah mengikutinya.Apotek itu berada di antara toko besar. Tepat menghadap jalan raya, halamannya yang tidak terlalu luas masih tampak lengang.Matahari sudah tenggelam dengan tenang, digantikan binar cahaya lampu yang menggantung di atas tepi jalan raya. Desir-desir angin yang berembus sepoi-sepoi serasa meraba kulit, seolah membuka kembali rindu-rindu yang menumpuk.Di dadanya kesempatan kembali berdetak seperti ada napas baru untuk dia bisa memulai rasa yang pernah terbengkalai.Rehan duduk di bangku sopir dengan sebelah kaca jendela dia biarkan terbuka guna memantau seseorang yang masih berada di dalam apotek tersebut.Tak lama kemudian, perempuan tinggi semampai membuka pintu apotek yang terbuat dari kaca te