Evan segera berdiri dari duduknya. Kedua orang tuanya memerhatikan Evan yang berjalan sedikit menjauh dari ruang makan.“Apa katamu?” Evan bertanya mencoba mengulangi apa yang Jacob ucapkan sebelumnya.“Saya melihat istri Anda bersama pria.” Jacob pun mengulangi ucapannya tadi.Evan memijit keningnya. Berita yang diberikan Jacob terlalu mengejutkan dan tidak dipercayainya begitu saja. “Jack,” ucap Evan. “Mungkin dia sedang bersama fotografer atau bagian penata riasnya.” Dia mencoba berpikir positif. Tidak mungkin istrinya berselingkuh di belakangnya. Dia tahu betul bagaimana istrinya. Sangat mencintainya. Bahkan budak cintanya.“Saya serius, Tuan.” Jacob tidak tertawa.Evan menghela napas. Dia masih tidak yakin dengan ucapan Jacob itu. “Kapan kau melihatnya?”Jacob berdehem. Dia terdiam.“Jack?” panggil Evan ketika Jacob tidak kunjung menjawab.
“Ini putriku. Isabella namanya.” Herman Pribadi menatap lawan bicaranya dengan pandangan sopan. Sang lawan bicara tersenyum ramah. Pandangan matanya tampak menilai Bella secara menyeluruh. “Anda tidak mengatakan memiliki dua orang putri yang cantik,’’ ucap lawan bicara dengan postur tubuh gempal tersebut. “Nah,” Chloe menyela sebelum Herman menjawab lebih lanjut. Dia tidak ingin suaminya tersebut mengatakan bahwa Bella merupakan putri angkat. “Putriku ini tinggal di Semarang, Pak Bondan.” Chloe sudah mengatakan kalimat itu berulang kali pada banyak kolega Herman. Bella senang keluarga yang selama ini menampungnya ketika kesusahan telah menganggapnya sebagai anak kandung sendiri. “Dia ikut dengan saudaraku di sana. Sekolah.” Chloe berkata lagi. Merekayasa kehidupan baru Bella demi kebaikan bersama. Beberapa minggu lalu Chloe membangunkannya dari mimpi buruk. Mimpi buruk mengenai Evan yang akan membawa pergi Samudera. Pada akhirnya, Bella hanya memberitahukan pada Chloe mengenai nam
“Bapak kenapa, Darel? Bapak sehat, kan?” Bella bertanya lagi untuk kedua kalinya tatkala Darel masih belum menjawab pertanyaan itu.“Bella, kamu bisa pulang cepat ke Semarang?”Alis Bella bertambah kerutnya. “Ada apa?”Dia keluar dari toilet tanpa melihat kiri dan kanan. Chloe telah menunggunya tepat di depan pintu masuk toilet. Wanita paruh baya itu nampak cemas. “Bella,” panggil Chloe. Tangannya terulur menarik tangan Bella yang tampak tidak memikirkan sekitar. Dia berjalan tergesa.Tarikan itu membuat Bella berhenti. Matanya menatap Chloe. Namun, telinganya mendengar penjelasan Darel. “Bapakmu masuk rumah sakit, Bella. Kecelakaan. Bisakah kamu pulang cepat?”Mata Bella kosong. “Bapak masuk rumah sakit?” tanyanya setengah berbisik.Chloe yang mendengar itu serta merta menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Dia mendengar jelas apa yang diucapkan oleh anak angkatnya tersebut. Segera Chloe menarik Bella menjauh dari toilet tersebut. Bella hanya menurut saja mengikuti tarikan tangan C
“Kita ketemu Kakek.” Bella menjawab singkat. Dia belum pernah menceritakan mengenai Timo pada Samudera. Terlalu sakit hatinya pada Timo membuatnya tidak sanggup mengatakan pada putranya tersebut. Namun, kini dia telah membuka hatinya untuk memaafkan segala kesalahan Timo. Walau bagaimana pun Timo adalah orang tua kandungnya. Bapak kandung yang merawatnya walau dengan cara yang salah sekalipun.“Kakek? Kakek yang mana, Ma?”Bella menghentikan langkahnya ketika sampai di depan pintu masuk rumah sakit menuju IGD. Dia berjongkok mensejajarkan tingginya dengan sang putra. “Kakek Timo itu Ayah kandungnya Mama, Nak.”Samudera serta merta mengerti. “Oh, tidak pergi jauh seperti Ayah aku, ya, Ma?”Pertanyaan itu membuat hatinya tercubit. Samudera masih mengharapkan dapat bertemu muka dengan Evan. Bahkan selembar foto bersama Evan saja dia tidak punya, bagaimana bisa memberitahukan wajah pria itu pada Samudera? Selama bersama dengan Evan, pria itu sama sekali tidak suka difoto. Seharusnya dia b
“Sudah pulang, Sam?” Bella tersenyum pada Samudera yang masuk ke dalam toko bunga dengan wajah lelahnya.“Iya, Ma.” Samudera menyahut pelan kemudian menguap. Digaruk-garuk kepalanya masih seraya menguap lebar. “Capek.” Dia mulai mengeluh.Bella tersenyum. Dia menyusun tangkai bunga krisan pesanan pelanggan di dalam vas bunga dengan corak abstrak perpaduan putih dan cokelat itu. “begitulah sekolah tetapi akan berguna suatu saat nanti, Nak,” ucapnya lembut.Samudera membuka lemari pendingin yang ada di sudut toko itu lalu sejenak termangu melihat isinya. “Siapa yang kasih kue cokelat, Ma?” tanyanya heran. Setahunya, Mamanya tidak pernah menyukai hal yang berbau cokelat entah sejak kapan. Namun, kue cokelat itu sudah terpotong sedikit.“Dari Om Darel, Sam.” Bella menjawab dengan fokus yang tidak berkurang pada bunga pesanan tersebut.Mendengar kalimat itu membuat Samudera tersenyum lebar. Dia menarik keluar kue cokelat tersebut dari lemari pendingin. “Om Drel datang kemari, Ma?”Bella me
“Aku sedang bersama teman-temanku, Sayang. Di restoran. Makan bersama.”Evan memejamkan matanya. Dia kecewa dengan jawaban istrinya tersebut. Telepon yang dia genggam dikepalkannya kuat dengan satu tangannya. “Restoran?”“Ya,” jawab Makena ringan. “Masih di California, Sayang. Tenang saja.”“Baik.” Evan menjawab singkat lalu menutup teleponnya. Dia tahu di mana Makena berada sekarang. Istrinya itu berada di luar California. Makena berbohong lagi padanya.“Aku ingin memakinya,” gerutu Evan.Dia masih di ruang kerjanya. Pikirannya serasa penuh dan dia enggan untuk pulang saat waktu sudah menunjukkan lewat dari tengah malam. Diletakkan ponselnya di atas meja kerja lalu menyandarkan punggungnya di kursi. Dia tidak bisa tidur nyenyak. Biasanya dia bisa saja tidur walau dalam keadaan duduk di ruang kerjanya seperti sekarang ini. Diusap wajahnya lalu menggeram pelan. Dia memukul meja kerjanya kesal.“Aku mencoba untuk tidak percaya,” ucapnya lagi lalu menghela napas. “Jika benar Makena seling
“Kalian sedang apa di sini?” Winna merupakan guru kelas lima di sekolah dasar tersebut. Winna guru kelas yang sabar. Seperti sekarang ini, dia memerhatikan kedua anak didiknya dengan penuh tanda tanya.“Bu,” Samudera maju satu langkah sebelum Mentari mengatakan hal-hal yang aneh. “Saya mau mengaku.”Winna menelengkan kepalanya ke satu sisi. “Apa?”“Saya memukul Boni.” Samudera berkata tanpa ada rasa ketakutan sama sekali.“Perlu Ibu panggil Mamamu, ya?”Samudera segera menggeleng. Dia tidak mau Mamanya datang ke sekolah lalu berakhir menangis di depan guru kelas.“Boni yang mulai, Bu Guru.” Mentari ikut bersuara. “Dia selalu mengejek jadi Samudera marah. Begitu, kan, Sam?” dia menoleh pada Samudera yang berdiri di sampingnya.Samudera mengangguk. “Dia mengatai saya anak haram, Bu. Saya kesal.” Mulai dia mengaku apa yang menjadi
“Satu minggu dia berbohong dua kali. Aku ini kurang apa?! semua dia mau kuberikan. Tidak ada yang tidak pernah kutolak permintaannya.” Evan menggerutu panjang lebar. Dia menggertakkan gigi lalu ditepuknya bahu kanan Jacob Woodman yang menyetir mobil. “Cepat sedikit, Jack!” serunya kesal. Perasaannya kini seperti roller coaster yang naik turun. “Kita ada acara apa ke hotel kelas rendahan begitu, Tuan?” Jacob yang sejak tadi diam akhirnya bersuara. Dia tidak tahu bagaimana kelanjutan hubungan bos dan istrinya tersebut. Dan seingatnya tidak ada jadwal pertemuan di hotel biasa. “Untuk menemui istriku.” Evan menjawab kesal. Alis Jacob naik. Dia menoleh sekilas ke belakang tempat di mana bosnya duduk dengan raut wajah marah luar biasa. “Dave menelepon tadi,” ucap Evan tatkala melihat kebingungan Jacob. “Istri durjanaku ada di hotel itu bersama seorang pria.” Dia ingin memukul sesuatu. Dia kesal dan marah bukan main. Dia merasa dikhianati oleh istri yang dinikahinya lebih dari sepuluh tah