Hari ini adalah hari yang bersejarah bagi Yana, pada hari ini dia akan meresmikan butik yang selama ini di impikannya, wajah Yana terlihat sumringah, bersiap siap hendak berangkat menuju lokasi tempat acara peresmian pembukaan butiknya di langsungkan, paman Mulyono dan Via mengantarkan kepergian Yana yang ditemani Gunawan beserta Santoso dan beberapa personil dari kepolisian yang ditugasi mengawal dan menjaganya, sesuai permintaan paman Mulyono sebagai lurah untuk keselamatan Yana, keponakannya dari incaran pembunuh berantai.
Yana tersenyum menatap wajah paman Mulyono, lalu dia menatap wajah Via yang berdiri dihadapannya dengan senyum manisnya.
"Beneran kamu gak ikut bunda ?" Tanya Yana pada Via.
"Nggak bun, biar Via istirahat aja di sini, toh bunda kan udah banyak yang jaga." Ujar Via tersenyum.
"Ya udah kalo gitu, bunda berangkat dulu ya." Ujar Yana lalu cium pipi kiri kanan Via.
"Aku pergi dulu paman." Ujar Yana pamit pada pamannya.
Di jalan raya lainnya, terjadi kejar mengejar antara mobil pelaku penabrakan dan mobil ke empat personil polisi, mobil pelaku tabrakan melaju dengan kecepatan tinggi dijalanan, di susul mobil ke empat personil polisi yang jauh tertinggal dibelakangnya, mobil si pelaku penabrak berbelok memasuki jalan lainnya, mobil ke empat personil polisi terus mengikuti dan mengejarnya, saat berada di pertigaan jalanan yang sangat sepi dengan di kiri kanannya pematang sawah, supir yang membawa personil polisi menghentikan mobilnya, mereka kehilangan jejak si pelaku penabrakan, sudah tidak terlihat mobil pelaku penabrakan di sekitar jalanan tersebut, salah seorang personil polisi kesal karena buruannya lolos."Sial ! Dia berhasil lolos !" Ujar Kuncoro dengan wajah kesal."Kita balik ke tekape sekarang." Ujar Kuncoro memberi perintah pada supir, supir mengangguk lalu memutar balik mobil untuk kembali ke lokasi tempat terjadinya tabrakan. Mobil ambulance sudah
Mobil berhenti di halaman sekolah SMA yang cukup luas dan terlihat bagus itu, Dewi turun dari dalam mobil, melangkah berjalan memasuki pelataran koridor sekolah menuju ruang kelasnya.Mulai saat itu, Dewi selalu diantar dan di jaga oleh personil polisi setiap hari , berangkat dan pulang sekolah. Paman Mulyono tidak ingin melihat Yana, keponakannya setiap hari cemas akan keselamatan Dewi anaknya yang harus sekolah, untuk itu, paman Mulyono meminta bantuan kepolisian agar bersedia memberikan perlindungan pada Dewi.Setiap hari, berangkat sekolah dan pulang sekolah Dewi selalu di jemput personil polisi, Randi yang selama ini mengawasi Dewi di sekolah membaca dan mempelajari situasi itu, dia menandai setiap jam berapa Dewi tiba di sekolahnya dan jam berapa dia pulang sekolah serta di jemput oleh polisi yang menjaganya, Randi mengabadikan dengan camera dan mencatat dibuku semua tentang Dewi , mulai dari datang dan masuk ke sekolahnya sampai bubaran sekolah dan di
Di suatu tempat, Arifin, Purnomo dan Maman sedang berhadapan dengan sosok seorang pria yang untuk saat ini sengaja tidak di perlihatkan wajahnya, ini untuk membuat surprise nanti pada saat diungkapnya siapa sebenarnya sosok pria yang membantu dan menjadi kaki tangan Randi menjalankan semua aksinya selama ini .Wajah Arifin, Purnomo dan Maman terlihat senang menerima uang , Arifin dan Purnomo masing masing mendapatkan upah 15 juta rupiah, sementara Maman mendapatkan upah 18 juta rupiah karena aksi sengajanya menabrakkan dirinya ke mobil Handoko sebagai bagian dari rencana yang sudah diatur untuk menahan Handoko menjemput Dewi di sekolah."Ingat, apapun yang terjadi, kalian jangan membocorkan rahasia ini pada siapapun, kalo pak Randi sampai tau diantara kalian ada yang membocorkan rahasia ini jika tertangkap, tau sendiri akibatnya." Ujar sosok pria tersebut."Tenang aja, kami gak bakalan buka mulut, dengan uang ini kami bakal menghilang sementara." Ujar Arifin, Purn
Paman Mulyono mendekap dan memeluk erat tubuh Yana yang semakin panik karena rasa takutnya pada keselamatan diri anaknya, paman Mulyono berusaha menenangkan Yana yang teriak histeris menangis meraung raung meratapi anaknya. Via terdiam menatap Yana."Sudah, sudah, kamu tenang, jangan begini terus, kamu harus tenang agar bisa berfikir jernih." Ujar paman Mulyono. Yana terus menangis teriak."Dengar paman, Yana, dengar ! Dewi tidak akan kembali dengan cara kamu meraung raung teriak menangis seperti ini !" Ujar paman Mulyono, Yana terisak, mulai menahan tangisnya, dia memeluk erat pamannya, menangis dalam pelukan sang paman."Bagaimana hasilnya, bisa di lacak nomor telepon yang menghubungi hape bu Yana ?" Tanya Gunawan pada Kuncoro."Nomor hape itu sudah gak aktif, kemungkinan besar Randi sengaja memakai nomor itu sekali pakai dan langsung membuangnya, sama seperti nomor nomor yang menelpon sebelumnya." Ujar Kuncoro menjelaskan pada Gunawan yang
Randi meluapkan amarahnya, dia tidak dapat menerima kenyataan bahwa Yana menjadikan anaknya sebagai sandera. Dengan wajah penuh amarah dia mengambil ponselnya, menghubungi Yana kembali, tatapan matanya menyimpan amarah yang besar.Saat terdengar suara Yana dari ponselnya, Randi langsung berkata pada Yana melalui telepon."Apa rencanamu dengan menjadikan anakku tawananmu ?" Tanya Randi geram.Di sebuah kamar, Yana tersenyum sinis menerima telepon dari Randi, wajahnya menunjukkan kepuasan karena berhasil menyerang balik Randi."Kamu kira, cuma kamu yang bisa berbuat sesukamu ? Kamu sudah memberiku contoh, kalo kamu bisa menculik anakku Dewi, aku pun bisa menculik anakmu !" Ujar Yana dengan nada sinis."Aku gak akan mengampunimu jika kamu melukai Via !" Teriak Randi ."Posisi kita sekarang imbang Randi, satu satu. Dan ingat ! Sekarang, aku yang memegang kendali, remote ada ditanganku sekarang, dan sewaktu waktu aku bisa menekan tombol remo
Marwan mengendarai motor maticnya dengan kecepatan tinggi, dia sengaja ngebut agar para polisi tidak bisa mengejarnya, di jalanan yang sekitar kiri kanannya pematang sawah motor Marwan melaju cepat, dia hampir saja menabrak pejalan kaki yang menyebrang dijalanan , Marwan dapat menghindari motornya dari pejalan kaki itu, meliuk liuk dan melanjutkan lagi pelariannya, di belokan sebuah jalan, hampir saja motor Marwan menabrak motor pengendara yang muncul berbelok ke arahnya, Marwan membanting stir motornya menghindar, lalu cepat pergi meninggalkan pengendara motor yang kaget hampir di tabrak motor Marwan, Marwan terus mengendari motornya, berusaha menghilang dari kejaran polisi.2 mobil polisi melaju dijalanan itu dengan kecepatan tinggi, bunyi sirene mobil polisi terdengar dari salah satu mobil polisi yang dikendarai Handoko bertindak sebagai supir beserta 2 personil polisi, sementara satu mobil yang dikendarai Kuncoro yang duduk di depan stir dan Gunawan berada paling d
Begitulah awal mula bagaimana Marwan bagaimana dia menjadi kaki tangan Randi dan melakukan pembunuhan yang keji dan sadis bersama Randi, bagi Marwan, pembunuhan yang dilakukan pada Riyadi adalah yang pertama kalinya, tapi tidak dengan Randi, jauh sebelumnya, Randi sudah membunuh beberapa orang di masa lalunya, dan tidak diketahui banyak orang, secara sadar tidak sadar, Randi yang seorang psikopat dengan memiliki empat pribadi lain dalam dirinya, sudah membunuh orang orang yang menurutnya telah mengusik dan mengganggu ketenangan dirinya.Marwan sangat menikmati proses pembunuhan yang dilakukannya bersama Randi, dia sangat kagum pada Randi karena begitu sangat terencana sekali dalam menyusun siasat untuk membunuh, Marwan yang sebelumnya memang sudah menaruh hormat dan segan pada Randi karena telah menyelamatkan hidupnya dengan membantunya bangkit jalani usaha dulu saat dia bangkrut, semakin menghormati Randi, bagi Marwan, Randi adalah segalanya, dia akan siap berkorban apap
Yana mengambil ponsel miliknya dari kantong celana panjangnya, dia lalu menggunakan camera ponselnya untuk merekam semua yang dilakukan saat itu, Yana mengabadikan seluruh proses saat Via memakan makanan yang tergeletak dilantai, menjilat makanan tersebut seperti seekor anjing yang sedang makan, Via makan dengan cara seperti itu karena kedua tangannya terikat, dengan pasrah Via melakukan hal itu, Yana terlihat tersenyum puas melihat Via seperti itu, dia dengan semangatnya mengabadikan kejadian itu di ponselnya. Saat itu, Randi sedang duduk di kursi yang ada di taman rumah lama miliknya bersama Yana, asap rokok mengebul tebal dan banyak memenuhi ruangan itu, dia sedang berfikir, membuat sebuah rencana, bagaimana cara agar dia bisa cepat menghabisi Yana.Di atas meja taman terlihat lembar lembar photo miliknya bersama Yana di masa lalu, saat mereka menikah, photo photo saat kebersamaan dan kemesraan mereka berdua di tempat tempat wisata, Randi menyalakan