Namika menatap layar ponselnya. Dia dan teman-temannya memutuskan untuk bertemu di kampung halaman Yumi. Gadis itu sudah memesan villa yang berada dekat dengan Pantai Lovina. “Yumi, aku boleh ngajak cowokku enggak? Soalnya Tante Mutia sekarang lagi overprotective banget sama aku sejak kejadian itu,” tanya Namika sambil memegang ponselnya. “Ajak aja deh cowokmu, cowokku juga katanya mau ikut. Katanya kapan lagi dia bisa nginap di villa tapi gak bayar,” dengkus Yumi. Namika langsung tertawa kencang ketika mendengar itu. Ia mematikan telepon dan menatap Aruna yang tertidur di sebelahnya. Menyadari bahwa hari sudah siang, Namika mencoba membangunkannya dengan mencium wajahnya. “Aruna, bangun dulu yuk?” ucapnya lembut. Laki-laki itu perlahan membuka matanya. Mata birunya langsung menatap Namika. Tangannya menarik tengkuk Namika dan bibir mereka bersentuhan. Namika langsung melepaskan itu dan memalingkan wajahnya yang memerah. “Kamu ini baru bangun udah nakal banget ya. Mending kamu ma
“Gila. Ternyata mereka udah jauh banget dibanding kita. Kamu enggak mau kayak mereka? Kita pelukan aja jarang banget lho,” goda Arjuna sambil menyenggol bahu Yumi. Yumi memutar bola matanya. “Kita mah enggak cocok jadi pasangan yang lovey dovey kayak mereka. Mereka juga keadaannya beda sama kita. Bukannya kamu mau kita resepsi outdoor ya?” Arjuna membulatkan matanya ketika mendengar itu. “Astaga, aku kira kamu enggak inget lho omonganku yang itu. Tapi aku maunya yang suasananya hutan biar kayak tempat asalku, hehe.” Namika melepaskan ciuman mereka dan melihat saliva mereka yang tersambung. Matanya menatap ke arah Aruna dan ia menyadari bahwa wajah laki-laki itu mulai memerah karena bir yang dia minum. “Kamu jangan aneh-aneh deh. Masih ada Yumi sama Arjuna tahu. Atau kamu sebenarnya memang orang yang enggak tahu malu?” tanya Namika sambil meraba bekas lipstik yang menempel di bibir Aruna. “Emang enggak tahu malu kok, cuma baru keluar gara-gara minum alkohol. Aku memang masih sadar
Namika membuka matanya dan melihat Aruna yang memeluknya dengan erat. Tangan laki-laki itu melingkari perutnya dan Namika dapat merasakan napas Aruna yang berhembus di bahunya. Gadis itu biasanya tidak dapat tertidur tenang di tempat baru, tapi sepertinya Aruna mampu membuat Namika merasa nyaman. Ia pun membalik badannya dan memegang rahang Aruna. Namika kemudian menyadari bahwa dia bisa mencium bau rokok. Dia meringis dan mencubit Aruna pelan. Laki-laki itu sepertinya tidak merasakan cubitan Namika. Karena Aruna sepertinya tidak akan bangun dalam waktu yang cepat, Namika memutuskan untuk pergi ke bawah untuk melihat Alora dan Yumi. Saat tiba di bawah, Namika melihat Yumi yang sedang memasak. “Kamu bangunnya siang banget. Padahal waktu masih sekolah kayaknya kamu doang yang bangunnya paling pagi,” komentar Yumi. Alora yang sedang memakan camilan menganga ketika melihat Namika. “Yumi! Namika habis digigit sama dugong!” pekiknya kencang. “Hah? Mana ada aku digigit sama dugong? Kam
Namika melirik Aruna yang sedang berada di kolam renang. Sekarang sudah jam satu pagi namun Aruna yang sedang mabuk tampaknya tidak mempedulikan hal itu. Sesekali laki-laki itu mencoba untuk menarik Namika untuk ikut berenang bersamanya. Tentu saja Namika menolak. Dengan udara sedingin itu, dia tidak mau mengorbankan kesehatannya. Di sisi lain, Yumi tampak kelelahan karena berusaha menahan Arjuna yang sedang menjadi harimau. Berkali-kali dia menggunakan sapu untuk memukul Arjuna dengan kekuatannya karena Yumi terlalu lelah mengejarnya. Alora hanya melihat pemandangan itu sambil meminum jus alpukat yang ia buat. “Ini villa apa kebun binatang sih? Binatangnya beragam banget,” komentar Alora sambil duduk di kursi. Namika mendengkus. “Kalau si Archie ikut keadaannya pasti lebih chaos sih. Kamu bilang dia bisa punya sayap dan terbang semau dia kan? Mending kamu bantuin Yumi sana.” Gadis itu terkekeh ketika mendengar kata-kata Namika. Namika mengalihkan pandangannya dan menatap Aruna y
Namika yang menyadari jika suasana memanas segera menarik tangan Aruna untuk segera pergi dari sana. Mereka berdua kemudian berhenti di sebuah toko yang menjual minuman. Ia memutuskan untuk membeli sembarang minuman sambil berusaha menyembunyikan matanya yang memerah. Rasanya sangat memalukan jika Aruna melihatnya menangis. Mata biru itu hanya memperhatikan gadis di hadapannya. Dengan perlahan dia berjalan dan memeluk Namika dari belakang. Pertahanan Namika pun kembali runtuh karena Aruna melakukan hal itu. “Aku gak ngerti kenapa kamu masih pengen mempertahankan hubungan ini kalau kamu udah bener-bener pesimis sama kita. Kenapa aku enggak mengakhiri hubungan ini secepat mungkin sih?” tanya Namika kesal. “Kamu tahu alasannya,” balas Aruna pelan. Dia bisa melihat tatto laut mereka yang terus berpendar. Aruna tak mengerti kenapa itu terjadi, tapi sepertinya ada hubungannya dengan gejolak emosi yang mereka rasakan. Namika membalik badannya dan melihat mata biru Aruna yang sayu. Namik
Namika membuka matanya dan menyadari jika Aruna sedang memeluknya. Namika bukanlah tipe yang diam saja ketika tidur, jadi rasanya sangat langka ketika ia terbangun dalam pelukan Aruna. Dia tidak bisa berhenti mengagumi Aruna. Rasanya dia benar-benar sempurna dalam semua hal. Aruna tampan dan memiliki tubuh yang bagus. Dia juga memiliki sifat yang lembut kepada Namika. Gadis itu mengernyit ketika mendengar suara bel villanya. Siapa yang sudah menganggu ketenangannya sepagi ini? Apakah para pengawal itu tidak melakukan tugas mereka dengan baik? Namika mendengkus dan segera turun ke bawah. Ia membuka pintu dan melihat seorang perempuan yang tidak ia kenali. Perempuan itu memiliki rambut berwarna cokelat gelap dan mata berwarna cokelat terang. Tampaknya perempuan itu juga sedang menilai penampilan Namika. Namika baru tersadar jika ada beberapa bekas yang ditinggalkan Aruna di lehernya. Dengan perlahan dia mencoba untuk menutupi itu dengan kedua tangannya. “Katanya Aruna pindah ke sin
Aruna mengelus kepala Namika dengan lembut. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam namun Aruna sama sekali tidak mengantuk. Pikirannya masih tertuju pada anggota Rajani yang mengawasi mereka. Laki-laki itu pun bangkit dari ranjang dan mencium dahi Namika. Matanya mengarah pada senjata yang tersembunyi di tasnya. Dia tidak menyangka bahwa dia akan melakukan hal ini lagi. Namun dia juga tak dapat mengabaikan perintah Sirius. Selama ini Sirius sudah menjadi mesin pembunuh dan Aruna yang melanjutkan tugasnya itu. Ia pun mulai menyiapkan pakaiannya. Aruna melangkah keluar dan menatap keadaan sekitar. Tentu saja pantai itu sangat sepi. Tapi anggota Rajani akan selalu mengawasi mereka selama seharian penuh dan inilah kesempatan Aruna. Akhirnya setelah berjalan sebentar, dia menemukan markas mereka. Tempat itu memang terlihat seperti tempat pedagang dan orang lain tidak akan menyadarinya. Laki-laki itu menempelkan telinganya dan mencoba menebak ada berapa orang yang harus ia bunuh.
Namika terbangun ketika ia mendengar getaran dari ponselnya. Ia mengerutkan keningnya dan meraba ponselnya yang ada di atas meja. Namika segera membaca pesan yang dikirim itu dan terkekeh. Gadis itu segera turun ke bawah dan melihat Aruna yang sedang meminum jus jeruk. Ia segera memeluk laki-laki itu dan menunjukkan pesan yang dikirim oleh Inola. “Pagi-pagi aku udah digangguin sama fans kamu lho. Kayaknya dia masih enggak terima kalau aku berhasil bikin kamu suka sama aku,” kekeh Namika. Aruna mendesah kasar dan menatap beberapa pesan yang dikirim oleh Inola. “Apa aku bunuh aja dia ya? Lagi pula siren kayak kita enggak punya catatan sipil. Enggak bakal ada yang nyadar kalau dia hilang.” Namika terdiam dan memperhatikan Aruna sejenak. Tentu saja dia menyadari jika Aruna tak bisa disandingkan dengan manusia normal. Entah sudah berapa banyak orang yang Aruna bunuh sebelumnya. “Enggak perlu. Walaupun dia emang nyebelin, kayaknya agak keterlaluan kalau kamu sampai bunuh dia. Biarin aj