"Tidak ada kebaikan yang dibawanya setiap kali wanita ular itu datang. Dareen, sebaiknya kau waspada. Oma tidak mau kejadian yang menimpa ayahmu juga terjadi padamu. "Wanita itu gila. Dia bisa melakukan apa saja untuk menyingkirkan Arisha dari rumah ini, seperti dia menyingkirkan ibumu." Perasaan Nyonya Hart terhadap Arisha benar-benar telah berubah. Semakin lama bergaul dengan Arisha, kasih sayangnya pada gadis itu kian tumbuh subur. Arisha sosok yang santun dan keibuan. Terbukti Silla sangat dekat dengannya. Nyonya Hart ingin menebus kesalahannya di masa lalu pada mendiang ibu Silla melalui Arisha. Dareen memperhatikan Nyonya Hart menikmati secangkir teh hijau dengan pikiran yang tak jauh berbeda. Ruang tengah itu hening untuk sesaat. Nyonya Hart menaruh cangkir tehnya ke atas meja. "Apa … rencanamu ke depan bersama Arisha?" "Bukankah Oma tak menyukainya? Sama seperti ibu Silla dulu?" Dareen berkata datar. "Jadi, masa depan seperti apa yang Oma harapkan antara aku dan Arisha?
Semilir angin malam berhenti berputar. Binatang malam pun tak lagi bernyanyi. Menyisakan kehampaan yang sunyi dan mencekam, dengan kegelapan tanpa pendar rembulan.Dareen menumpukan tangan pada pagar pembatas balkon. Kepalanya tertunduk, seakan terasa sangat berat, dipenuhi beban pikiran.Paak!Tiba-tiba ia memukul pagar pembatas itu dengan penuh emosi."Ini tidak bisa dibiarkan!"Dareen mengangkat wajah, melempar pandang pada kegelapan yang kian kelam. Tatapan tajamnya menembus pekatnya malam dengan kobaran api dendam.Penggalan obrolannya dengan Nyonya Hart menjadi minyak yang membuat nyala api itu kian membesar."Dareen, oma merasakan firasat yang tidak baik tentang Arisha. Gadis itu … mungkin dalam bahaya. Lindungi dia!"Oma gagal melindungi ibu dan adikmu, dan oma sangat menyesal. Oma harap kau tidak melakukan kesalahan yang sama seperti oma."Setiap kata yang diucapkan oleh sang nenek terus terngiang-ngiang di telinga Dareen.'Aku juga pernah gagal menyelamatkan kedua orang tua
"Tante, kapan aku tinggal di rumah, Kak Dareen? Masa aku nginap di hotel terus? Lama-lama habis nanti tabunganku?" Davina cemberut, kesal melihat isi rekeningnya mulai menipis."Sabar, Davina! Dareen itu keras kepala, sama seperti ibunya. Kita harus bisa bermain cantik. Kalau kamu berhasil menggaetnya, semua uangmu yang hilang ini akan balik berkali-kali lipat," bujuk Nyonya Rosalind.Davina adalah ujung tombaknya untuk mencapai tujuannya. Jika gadis itu menyerah, rencana yang telah disusunnya selama bertahun-tahun akan terancam gagal."Lagian nih ya … kenapa Tante nggak tendang langsung saja Kak Dareen dari perusahaannya, terus ambil alih. Kenapa harus nunggu aku nikah dulu dengannya? Aku capek diabaikan terus, Tante …."Davina memang jatuh cinta pada Dareen, makanya ia setuju untuk bekerja sama dengan Nyonya Rosalind. Akan tetapi, jika perasaan cinta itu hanya bertepuk sebelah tangan, sungguh sangat menyiksa. Terbelenggu dalam penantian panjang dengan tanpa kepastian sangat melelahk
"Enak ya, sebentar masuk sebentar cuti. Kayak perusahaan ini milik sendiri!"Sindiran bernada pedas menusuk gendang telinga Arisha begitu kembali ke kantin, setelah dua hari tak masuk kerja."Kita yang repot, dia enak-enakan makan gaji buta!"Arisha mengabaikan bisik-bisik berhawa panas itu dan langsung fokus pada pekerjaan.Kesal lantaran merasa diabaikan, salah satu dari tiga koki yang sejak awal memang tak menyukai Arisha segera mendekat."Heh, kamu budek ya?" Perempuan itu menarik kasar sebelah pundak Arisha. "Kamu cuma numpang di kantin ini, jangan bersikap sok berkuasa, seolah-olah kamulah pemiliknya."Kalau memang restoran tempat kamu bekerja tidak mampu menyediakan tempat, putuskan saja kerja samanya! Jangan kami yang dijadikan budak!"Arisha diam saja. Menyimak curahan hati sang koki yang merasa tersaingi. Walau ia juga jengkel dengan sikap tidak bersahabat karyawan Dareen, Arisha cukup sadar diri untuk terus memeluk sabar agar tak lepas kontrol."Sudahlah, Mbak! Percuma bica
"Aaaah, Chef Tyas!" Koki wanita yang baru tiba tersebut melesat dan langsung menubruk Arisha, mendekapnya dengan sangat erat. "Akhirnya saya menemukan Anda, Chef. Saya senang sekali!" Arisha megap-megap. Pasokan oksigen di dadanya semakin menipis karena tergencet dekapan wanita itu. "L–lepas! A–aku tidak bisa bernapas." Arisha menepuk-nepuk lengan koki yang memagutnya. "Aduh! Maaf, maaf! Saya terlalu bersemangat." Koki wanita itu melepaskan pelukannya dan menapak mundur. "Apa sekarang Anda baik-baik saja?" Wanita itu merasa bersalah. Arisha menghela napas dalam-dalam. Memasok ulang persediaan oksigen ke dalam paru-parunya. Setelah merasa lebih baik, Arisha bertanya, "Apa kita … pernah bertemu sebelumnya?" Arisha tak menemukan arsip wajah wanita itu dalam memori otaknya. Entah mereka memang belum pernah bertemu atau ingatannya yang terlalu buruk. Air muka wanita itu berubah keruh. "Ah, saya bukan siapa-siapa. Tentu saja Anda tidak akan pernah mengingat orang seperti saya." Ari
'Tidak! Tidak mungkin Rasyad tega melakukan hal itu padaku!' Arisha syok. Jika benar apa yang dikatakan Dareen dan James, berarti Rasyad telah menjualnya kepada Dareen. Kenyataan ini lebih menyakiti perasaan Arisha daripada sakitnya luka yang disebabkan oleh pengkhianatan Alfian. Menyusuri koridor sunyi dengan rantang yang tak lagi tersusun rapi, air mata Arisha menitik. Rasa sakitnya sungguh tak terkira kala mengetahui dirinya dijadikan objek jual beli. Memasuki lift, Arisha tampak seperti raga kosong. Ia merenungi semua tingkah lakunya selama ini. 'Ya Allah, apakah dosaku melebihi jumlah buih di lautan hingga Kau uji aku bertubi-tubi?' Baru saja ia merasa damai dalam bekerja karena mendapat rekan kerja baru yang bersikap baik, sekarang ia harus kembali dihantam kecewa dari pahitnya sebuah kenyataan. Sosok yang selama ini ia agung-agungkan sebagai malaikat pelindung ternyata tak ubahnya seperti mucikari. Perbuatan Rasyad mengingatkan Arisha pada Hanna. Arisha tersenyum sinis
"Astagfirullah!" Arisha terlonjak tegak, menoleh pada sekumpulan orang yang berlari ke satu titik.Ia ingin ikut mendekat, tapi suasananya terlalu ramai. Jadi, ia memilih untuk menonton dari jauh."Ada-ada saja. Kukira ada apa. Ternyata tuh anak cuma digigit kepiting," ujar seorang pemuda kepada rekannya."Iya. Kirain tenggelam. Bikin panik aja tuh anak. Emaknya ke mana lagi? Masa anak sekecil itu dibiarin main di tepi pantai sendirian."Arisha ikut merasa lega setelah mendengar obrolan dua pemuda yang melintas di dekatnya. Ia kembali duduk. Kali ini tak lagi di atas hamparan pasir yang terasa lembap karena pasang mulai naik, melainkan di atas bangku kayu sambil menikmati hamparan biru dengan ditemani es kelapa muda.Di kejauhan, Dareen mengulum senyum melihat Arisha mencicipi minuman yang disuguhkannya lewat tangan orang lain."Sekalian makanannya, Mbak." Gadis yang tadi mengantar minuman kepada Arisha datang lagi dengan membawa sepiring nasi dengan seafood."Ini … benaran gratis, Mb
"Kalau aku tidak bisa memilikimu dengan kerelaan hatimu, maka aku akan membuatmu menetap di sisiku dengan cara paksa. Aku sungguh tergila-gila padamu, Arisha. Sejak dulu."Alfian melempar kemejanya ke sembarang tempat. Begitu pula dengan celana panjangnya. Yang melekat di tubuh Alfian kini hanya menyisakan celana boxer.Ia duduk di tepi ranjang. Memandangi wajah Arisha lekat-lekat. Perlahan tangannya terulur, membelai kulit wajah Arisha nan mulus dan lembut."Kau tahu, Arisha? Aku sangat tersiksa menahan gejolak rinduku padamu. Kau jahat, Arisha! Teganya kau meninggalkan aku cuma karena kemunculan Nadine yang licik itu."Ekspresi Alfian berubah-ubah dalam sekejap. Sesaat ia terlihat murung. Detik berikutnya ia tampak dikuasai amarah, kemudian tersenyum. Persis seperti seseorang yang mengidap gangguan jiwa."Tapi, sekarang aku lega. Sebentar lagi … kita akan menikah. Kita akan bahagia, Sayang." Alfian menunduk. Bibir ranum Arisha sangat menggoda. Ia sudah tak sabar untuk segera mencici