“Kumohon, Ma,” pinta Avan. “Aku sudha tak bertemu dengannya beberapa waktu ini. Entah kenapa kembaranku itu pelit sekali saat kuminta untuk bertemu dengan istri yang sebentar lagi akan menjadi mantannya itu. Padahal, aku hanya ingin berpamitan saja secara langsung padanya. Apa aku salah, Ma?”
Bagi Nazilla, tidak ada yang salah atas aduan Avan padanya. Hanya saja, ia tak tahu harus berkata apa untuk menjawab atau membalas perkataan sang putra sulung. Ingin berkata jujur, tetapi Nazilla khawatir jika ia tak bisa mencegah Avan bertindak nekat. Bagaimanapun juga, Avan baru saja menginjakkan kaki di sana dan tak bisa berbuat seenaknya sendiri.
“Akan Mama usahakan agar dia ke sini dan Mama akan menghubungimu. Saat itu, kau bisa berbicara dengan leluasa padanya. Kau tahu sendiri, kan, jika Mama juga jarang bertemu dengannya. Apalagi ditambah kehadiran Lena di sini, Farrin pasti merasa sungkan untuk datang.”
Hanya berkilah yang bisa N
Nazilla terdiam. Ia tak tahu harus bersikap bagaimana kala harus menghadapi satu orang yang sudah ia kenal dengan baik dan kini berdiri di depannya sebagai seorang tersangka.“Jadi, bisa menjelaskannya padaku?” tanya Nazilla. Ia kini duduk di kursi kerja yang ada ruang kerja milik suaminya dulu. Ruang kerja yang kini sudah menjadi miliknya itu masih sama seperti saat sang suami menempati tanpa adanya perubahan tata letak dan properti sama sekali. Jika diperhatikan secara cermat, yang berubah hanya tumpukan kertas di pojok meja berlapis kaca itu.“Mama, kurasa tanpa dijelaskan pun anda sudah tahu maksudnya.”Nazilla mengembus napas kasar dan memijit pelipis kepalanya yang terasa berdenyut nyeri akibat kurang tidur. Ia memang sudah mengantongi namanya sebagai salah satu yang menculik Farrin tanpa jejak. Namun, ia tak menyangka jika dari daftar terbawah yang ia miliki, justru menjadi tersangka.“Ri, kau sudah aku anggap anakku s
Rizuki mengangguk pelan. Memang benar bahwa saat itu, ia juga sudah mencegah apa yang Avan lakukan, persis seperti yang Nazilla juga lakukan pada pria itu. Sayangnya, pria keras kepala itu sama sekali tak mengindahkan suara yang masuk. Begitu semua terjadi, ia ingin mengumpati dan menghajar Avan habis-habisan. Namun, ia menyadari jika semua itu terasa sangat percuma. Memang sudah tak bisa diragukan lagi bahwa setiap orang tua, khususnya ibu selalu ingin yang terbaik untuk anak-anaknya. Tak peduli berapa banyak, kasih sayang mereka diharapkan bisa diterima secara adil. Akan tetapi, bukankah adil tak harus sama? Seperti memberi potongan biskuit untuk kakak beradik yang berbeda kebutuhan. “Menurutmu, Ri. Apakah aku sudah salah langkah terhadap mereka? Aku membutuhkan saranmu untuk saat ini. Kau tahu, kan, bagaimana rasanya punya dua anak laki-laki? Bukankah kau juga memilikinya? Yah, meski mereka tidak kembar seperti Avan dan Vian. Tapi tetap saja, dari segi status, kit
Dengan segala harga diri yang sudah ia junjung tinggi lalu dihempaskan begitu saja, Nazilla memohon kepada Rizuki. Ia percaya saat ucapan bahwa Avan dan Vian tidak mengetahui itu keluar dari mulutnya dan kini ia berharap untuk diberitahu keberadaan satu wanita yang diperebutkan. Di dalam ingatannya, ia bisa mengingat denganbaik bagaimana raut keputusasaan dari Vian yang tidak bisa menemukan Farrin sampai malam, lalu Avan yang mengatakan jika ia begitu merindukan Farrin.Awalnya ia menduga jika Avan berpura-pura. Tetapi hati kecilnya menepis hal itu dan tetap beranggapan bahwa Avan berada di balik Rizuki. Namun, begitu pihak Rizuki yang menyangkalnya, ia kembali goyah dan mulai mempercayai hati kecilnya.“Maaf, Mama. Aku tidak akan memberitahukannya pada siapa pun sampai aku yang membawa Farrin pada Avan jika aku merasa jika semua sudah baik-baik saja.”“Apa maksudmu?”“Aku berencana menyatukan keduanya, Ma. Hanya ini yang bis
“Ap-apa maksudmu, Ri?” Badan Nazilla mengalami tremor kecil saat Rizuki menyelesaikan ucapannya. Semakin lama, Wanita paruh baya itu semakin merasa terancam saat wanita yang enggan duduk itu mengatakan banyak hal. Bahaya! Ia bisa mencium ada tanda-tanda bahaya untuk nanti.“Mama sangat tahu apa yang kumaksud, tapi masih menanyakannya padaku? Biar kuberitahu satu hal, Ma. Biarkan Avan bersama dengan Farrin dan mereka menjemput bahagianya. Putra kesayanganmu sudah bertemu dengan wanita yang pas untuknya. Wanita yang mencintainya dan memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang bisnis. Sebagai orang yang kau anggap anak juga, aku mengatakan hal yang sebenarnya dan berharap Mama bisa mengerti.”Rizuki melirik Nazilla sekilas lalu melanjutkan, “Yang Mama tuduhkan, bahwa aku tidak adil pada kedua orang itu semata-mata juga karena Mama sendiri. Perlukah aku mengatakan semua hal yang membuat Mama bisa berpikir bahwa apa yang Mama lakukan adalah sebua
“Vi, hentikan pencarianmu tentang Farrin.”Dengan satu kali tombol ditekan, pesan suara yang Nazilla kirimkan kini terkirim pada ponsel Vian. Ia sudah memutuskan untuk mengalah dan membiarkan Farrin lepas dari tanggung jawabnya. Setelah ini, ia hanya bisa berharap jika wanita itu bisa menemukan bahagianya sendiri, atau setidaknya menemukan orang yang mencintainya.Bukankah dicintai lebih baik ketimbang mencintai?Sebagai orang yang sudah melewati lima dasawarsa alam hidupnya, Nazilla mengerti betapa hidup terkadang tidak bisa kita kendalikan meski ada banyak uang di tangan kita. Padahal, tak sedikit dari mereka yang mengatakan bahwa jika kau memiliki uang, kau bisa mendapatkan apa yang kau inginkan.Mungkin mereka benar, tetapi bukan berarti harus dijadikan sebagai sebuah pembenaran.Nazilla sendiri yang mengalaminya tanpa ada bantuan cerita dari orang lain. Kini, meski uang dan kekuasaan bisa ia pegang, satu wanita untuk kebahagiaan pu
“Alex,” ujar Natsu. Ia menggoncang pelan tubuh Alex yang tengah terlelap di futon—kasur lantai khas Jepang, yang ada di kamarnya. Natsu mungkin merapal untuk meminta maaf untuk nanti, tetapi ia juga bersyukur karena Alex tidak mengunci pitu kamarnya.“Ada apa, Nats?” tanya Alex dengan pelan. Jika saja tuan yang memerintahkannya untuk menjaga Farrin ada di sini, sudah pasti ia akan mendapat hukuman karena menurunkan tingkat kewaspadaan. Karena bagaimanapun juga, Alex adalah seorang penjaga dan tugasnya adalah memiliki kewaspadaan yang tinggi. Dan membiarkan kamar tidak terkunci dan seseorang bisa masuk sembarangan adalah suatu kesalahan yang fatal.“Oh, tidak! Nats!” sergah Alex. Ia baru ingat jika tak mengunci kamar. Lalu, apakah ada suatu hal yang membuat wanita itu panik seperti ini?“Apa, lex?”“Aku lupa mengunci pintu dan menurunkan kewaspadaanku. Seharusnya aku tidak menuruti perkataan Farri
Begitu selesai, Alex segera menuju dapur dan mendapati Natsu serta Farrin yang terduduk dan seperti menunggu kedatangannya. Alex tak tahu jika kehadirannya begitu ditunggu dengan antusias seperti ini. Ah, ia jadi menyesal saat ia berniat untuk mengulur waktu di kamar mandi dan berharap dua wanita yang hidup dengannya itu tak betah menunggu dan pergi tidur. “Maaf, Nona. Aku harus menyelesaikan sesuatu tadi,” jelas Alex. Ia tak ingin Farrin menuduhnya yang tidak-tidak, sedangkan yang sebenarnya memang ia tidak ada kegiatan sama sekali. Farrin menggeleng kecil dan tersenyum, lalu berkata, “Iya, tidak apa-apa. Aku bisa memaklumi, ya. Jaa ... ayo masakkan aku ramennya. Dua, ya. Aku ingin makan dengan Natsu-chan juga. Ah, tiga kalau juga ingin, ya. Aku tak ingin kau hanya diam dan melihat kami makan.” Ah sial! Ingin rasanya Alex mengumpati Farrin. Natsu, kan, bisa membuatnya sendiri, mengapa ia yang harus disuruh untuk membuatkannya juga. Ia yakin, Natsu bisa membu
Setelah Farrin meminta sarapan di waktu dini hari dan Alex serta Natsu mencurigai sesuatu, keduanya sepakat untuk melakukan serangkaian tes dan pertanyaan hingga mereka mengambil kesimplan bahwa Farrin memang membawa nyawa lain di tubuhnya. Bahkan, untuk menegaskan kesimpulannya, Alex sengaja pergi mencari apotek saat matahari telah terbit dan membeli alat tes kehamilan instan. Alex maupun Natsu sudah menduga jika hasilnya akan berakhir positif, tetapi tidak dengan Farrin. Ia masih merasa tidak percaya. Kegagalannya beberapa waktu lalu untuk melihat dua tanda garis pada alat itu membuat ia berkecil hati dan enggan berharap lebih. Memang, apa yang bisa Farrin harapkan? Sedangkan meski ia positif pun, keputusan perceraiannya dengan Vian sudah mencapai tahap final. Jadi, ia merasa jika lebih baik untuk menyembunyikannya saja. Toh, meski Vian tahu pun, ia tak bisa memberi keluarga yang baik untuk calon anaknya kelak. Vian sudah memiliki Lena di sampingnya dan akan memili