Sial!
Vian telah kecolongan. Ia yakin jika ia tak akan bisa menepati janjinya beberapa waktu yang lalu tentang ia yang ingin membawa Farrin untuk berkunjung ke pantai setiap hari.
Baiklah, ia akan meralat permintaannya yang itu. Setelah ini, mungkin ia akan berhati-hati dengan permintaannya.
“Maafkan aku. Aku hanya ingin menikmati bagaimana angin pantai membelai rambut dan tubuhku. Bagaimana aku bisa mencium aroma laut dari jarak sedekat ini tidak seperti biasanya yang hanya bisa aku nikmati di balik kaca mobil. Aku tahu hal itu kekanakan. Tapi, sungguh! Aku hanya ingin menenangkan hatiku dengan memandang laut,” ujar Farrin.
Vian memandang wajah Farrin. “Mengapa harus pantai?” tanyanya.
Farrin menolehkan wajahnya dan memandang Vian dengan pandangan keheranan. “Maksudku ada pilihan lain untuk menenangkan diri selain pantai, ‘kan? Jika kau suka akan kesunyian dari hiruk pikuk manusia, bukankah ada gunung atau hutan
“Jadi, apakah lelaki itu yang membuatmu murung seperti ini? Apa perlu kita kembali dan membiarkanku memberikan beberapa pukulan di wajahnya karena membuat seorang wanita menjadi murung karena kedatangannya?” tanya Vian. Ia merasa amat tidak nyaman ketika mendapati Farrin tengah berwajah muram seperti ini. “Untuk apa? Tidak akan ada gunanya. Kau hanya akan melukai dirimu sendiri nantinya. Aku tak mau hal itu terjadi karena aku yakin semua hanya sia-sia semata,” jawab Farrin. Vian ingin sekali membalas ucapannya. Namun, seakan hal itu hanya bisa berhenti di mulut dan tak boleh mengeluarkan kata sama sekali. Menang benar, mungkin semua kaan menjadi sia-sia saja jika Vian kembali dan membalas perlakuan pria tadi karena secara tak langsung kedatangannya membuat wanita itu murung. Sedangkan Farrin, wanita itu merasa jika dirinya bersalah dalam hal ini. Vian, meski nyatanya mereka baru bersama dalam waktu dekat ini, ia bisa merasakan jika ada suatu perasaan yang men
Vian masih setia duduk dan diam memperhatikan Farrin yang masih sesenggukan. Jika saja bisa, ia ingin memeluk dan menyalurkan sebuah dukungan untuk wanita itu. ia ingin mengatakan berhenti. Namun, hal itu tak akan membuatnya lega karena cerita belum selesai.“Aku sama sekali tak tahu mengapa aku selalu berada di posisi seperti ini. Karena yang kutahu, aku ingin membahagiakan pasanganku. Aku ingin menjalani hidup dengan baik dan aku ingin aku tidak menyesal jika suatu saat aku kembali ditinggalkan. Hatiku seolah mengatakan jika aku harus melakukan hal itu atau hanya penyesalan yang ku dapat nantinya. Tapi sepertinya hidup tidak berjalan sesuai apa yang kita inginkan, ya? Nyatanya selalu ada penyesalan di setiap keputusan yang aku ambil.”Tangis Farrin makin deras. Vian mengerti, Farrin hanya mencoba untuk menjalani hidupnya dengan baik dan menginginkan sebuah hubungan yang baik pula. Ia kini merutuki kakak kembarnya yang bersikap semaunya sendiri itu. Bagaim
Saat ini, Farrin merasa jengah.Tentu saja.Karena pria yang beberapa hari lalu ia temui di pantai itu kini tak henti-hentinya menganggu semua hal yang berhubungan dengan Farrin saat wanita itu tidak dalam keadaan mengajar. Seperti saat ini, ia duduk di kursi yang terletak di taman sekolah tempat Farrin mengajar. Pria itu juga mengambil tempat yang berada di hadapan Farrin.Sebenanya, Farrin enggan menemui pria dari masa lalunya itu. Namun, mendapat tatapan tak mengenakkan dari kepala sekolah karena mengabaikan tamu membuatnya mengurungkan niatnya untuk kembali tak menganggap kedatangan lelaki itu. Karena bagi kepala sekolah, seorang tamu harus menjadi prioritas dan di perlakukan dengan baik. Kepala sekolah sama sekali tak mau tahu akan apapun yang terjadi di antara mereka berdua. Yang terpenting, Naru harus memperlakukan tamu dengan baik, itu poin utamanya.“Aku tahu aku yang salah di sini. Tapi, bisakah kita berbicara berdua? Aku ingin mengakui be
“Tapi jangan berharap lebih padaku. Aku memang menerima maafmu karena tugasku adalah memaafkan mereka yang meminta maaf. Namun, aku sama sekali tidak bisa mengubah pendirianku untuk kembali padamu seperti yang tempo hari kau minta padaku. Aku akan tetap melanjutkan apa yang ada di depanku tanpa menoleh lagi kebelakang. Juga, aku akan tetap melanjutkan pertunanganku dan tidak akan mengubah apapun bahkan jika kau terus meminta untuk mengakhirinya,” lanjut Farrin.Bak petir di siang bolong, kalimat itu mengusik hati Kiandra yang sebelumnya terasa bahagia karena Farrin memaafkannya.“Itu berarti kau belum memaafkanku.” Kiandra menunduk. Ia merasa kecewa atas penolakan Farrin dan membuatnya berkecil hati karena keputusan wanita itu. Bagi Kiandra, jika Farrin memaafkannya, bukankah itu berarti dia bisa kembali lagi seperti semula?Naif.Segalanya tak seringan itu untuk dipikirkan apalagi menyangkut hati. Seseorang bisa terluka hati
Setelah pertemuannya dengan Kiandra di café yang membuat banyak emosinya terkuras, kini Farrin tengah berada di butik langganan ibu dari Vian untuk fitting baju pengantinnya. Tentunya bersama sang calon ibu mertua dan Vian tentu saja. Namun yang Farrin bingungkan, Vian hanya lebih banyak diam dan terlihat sama sekali tidak antusias untuk mencoba pakaian yang akan mereka gunakan saat pernikahan nanti. Ia bahkan hanya bisa melihat Vian mencoba tuxedonya sekali lalu setelah itu berkaca sebentar dan melepasnya kembali. Apakah sebegitu tak inginnya Vian atas pernikahan mereka?Padahal, tak tahukah Farrin jika sebenarnya Vian bermuram karena ia mengingat kenyataan yang akan ia hadapi? Ia benci jika dirinya harus memakai baju yang akan ia gunakan untuk menghadiri pernikahan orang yang dia cintai dan tak bisa ia miliki. Ia juga tak ingin mengakui jika ia hanya akan menjadi pendamping orang yang menjadi pengantin sesungguhnya. Apa lagi saat melihat dengan jelas bahwa p
Sementara itu, New York, sepuluh hari sebelum pernikahan Farrin dan Vian.Avan memandang hamparan kota yang menyimpan ribuan aktivitas dari balik jendela kamar dengan tatapan menerawang. Di tangannya, terdapat gawai yang menampilkan foto seorang wanita berambut pirang dengan wajah tersenyum hingga kedua matanya hanya terlihat seperti sebuah garis melengkung.“Aku merindukanmu, Mon Amour,” ucap Avan sambil memandang foto Farrin. Ia memang memiliki julukan tersendiri untuk wanita kesayangannya itu. Farrin, satu-satunya wanita yang mampu menjungkir-balikkan hatinya hingga sedemikian rupa.Julukan yang ia berikan tentu bukan tanpa sebab. Avan memiliki sedikit jiwa romantis yang tidak diketahui banyak orang. Hanya beberapa, dan ia tak yakin jika mereka menyadari hal itu.Mon amour, yang berarti cintaku, adalah julukan Avan pada Farrin yang hanya bisa wanita itu dengar satu kali selama bertahun-tahun hubungan mereka. Kata yang tak sengaja rekan bisn
“Ri, apakah menurutmu keputusanku ini salah?” tanya Avan pada Rizu. Wajahnya menyendu kala ia mengingat kenangannya bersama Farrin. Semenjak kepergiannya satu setengah bulan yang lalu, tidak sedetik pun ia tak merindukan kekasihnya. Meski setiap hari ia mendapat kabar dan foto dari adik satu-satunya yang memiliki wajah yang sama dan tubuh sedikit berbeda itu.“Kau baru menyadarinya? Ya Tuhan! Ke mana saja otak yang selalu kau banggakan itu, Kono Baka (Si B*d*h)!” sarkas Rizu. Ia mencebik kesal dan memotong daging steak kesukaannya dengan perasaan jengkel. Atasannya ini, padahal ia selalu mengingatkan untuk tidak selalu bertingkah gegabah. Jika mendengar dari nadanya, bukankah sepertinya Avan menyesali apa yang telah ia lakukan? Hey, ke mana perginya rasa percaya diri yang selalu ia junjung tinggi selama ini?“Ya, ini semua gara-gara kau yang selalu menyebutku Baka! Baka! (B*d*h! B*d*h !) Lihat? Sekarang aku benar-benar bodoh seperti ucapan
Jantung Farrin berdebar dengan keras sedari tadi malam. Ia gugup dan sama sekali belum bisa mengatasinya. Sahabatnya belum menikah, jadi ia tak bisa meminta ia untuk menemani dan mengurangi rasa gugupnya. Ibunya sibuk mempersiapkan segala hal, dan sang kakak juga berkata sibuk karena ingin menjemput teman lama jadi ia tak bisa meminta bantuan siapa pun untuk menghilangkan kegugupan menjelang pernikahan yang diadakan beberapa menit lagi.Ya, hari ini adalah hari pernikahan mereka setelah dua bulan lamanya bertunangan. Ia tak tahu jika menikah bisa membuatnya sebegini gugup tak terkendali.Tak ada pesta mewah atau resepsi yang nanti akan digelar setelah acara pemberkatan. Hanya acara pemberkatan inilah acara satu-satunya acara yang akan dilaksanakan. Pemberkatan dilakukan di dalam gereja, dan setelah itu acara pernikahan diadakan di taman samping gereja. Acara sederhana dan hanya mengundang beberapa teman dekat dan keluarga. Juga, tak ada relasi bisnis maupun teman