"Selamat pagi," Nick memasuki ruangannya dan menyapa Sherly yang tengah duduk mengerjakan pekerjaannya.
"Ini sudah hampir siang." Sherly menjawab sapaan Nick dengan santai.
"Yah," Nick hanya berlalu dan duduk di tempatnya sendiri.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Sherly kemudian berjalan menuju meja kecil di sudut ruangan untuk menuangkan secangkir kopi untuk Nick.
"Yeah, aku baik-baik saja," jawab Nick sedikit salah tingkah.
Sherly tak langsung kembali ke tempat duduknya, ia bersandar di sudut meja Nick setelah meletakkan secangkir kopi di hadapannya.
"Apa!? Kau ingin mengatakan sesuatu atau mungkin mengolokku?" ucap Nick sewot saat mendapati Sherly hanya diam menatapnya.
"Aku tak akan melakukan itu," ucap Sherly dengan mengulum senyum.
"Wajahmu mengatakan sebaliknya!" tuduh Nick. "Apa aku benar-benar berbuat bodoh saat mabuk semalam? Tolong ceritakan yang sejujurnya. Kau tentu tahu alasanku mabuk bukan? Aku tak akan menut
Sherly menelepon Dean dengan ponselnya. Tak beberapa lama berselang ia sudah terhubung dengan Dean. "Halo, Sayang ...." Dean menyapanya dari seberang telepon. "Hai Dean. Kau sedang berada di mana sekarang?" tanya Sherly tanpa ragu-ragu. "Aku masih di rumah, masih mengerjakan beberapa hal. Ada apa, Sayang?" "Tak ada, jangan ke mana-mana sebelum aku kembali, oke?" "Kau sudah akan pulang?" tanya Dean. "Ya, aku pulang awal hari ini, karena ada sesuatu yang ... aakkh!!!" PRAK!! Ponsel Sherly terjatuh saat tak diduga, karena tiba-tiba dari arah belakang ia disekap oleh dua orang pria yang tak dikenal! Mereka menyeret Sherly dengan paksa dan memasukkannya ke dalam sebuah mobil van hitam yang seolah telah siap menanti di dekatnya. Sherly tak dapat berteriak dengan mulut yang dibekap. Kemudian kedua pria yang membawanya masuk, segera mengikat tangannya. **** "Sherly..!!! Sherlyy!!!!!" Dean m
Adriana yang telah sampai pada kantor Nick, segera berlari dan menghambur ke dalam ruangan Nick begitu saja tanpa mempedulikan Lucy dan Cecil yang tengah mengikutinya karena terkejut. "Nick! Sudah berapa lama Sherly pulang?!" tanyanya panik. Nick refleks bangkit dari tempat duduknya karena terkejut. "Adriana? Apa ysng membawamu kemari?" tanyanya. "Teman-teman, tak apa-apa, kalian boleh kembali bekerja." Setelah mengisyaratkan karyawannya untuk kembali ke tempatnya masing-masing, ia kemudian menghampiri Adriana. "Ada apa? Apa terjadi sesuatu? Sherly sudah pergi dari sini sekitar satu jam yang lalu." "Oh, jadi benar Sherly memang telah menghilang." Adriana memijit keningnya tanda frustasi. "Panggilannya tadi sepertinya terputus saat Dean meneleponnya. Ia kemudian memintaku untuk memeriksanya di kantor sementara ia sendiri menuju ke suatu tempat di mana kemungkinan Sherly terakhir berada," jelas Adriana. "Be ... benarkah? Apakah terjadi s
Antonio terkekeh puas mendengar teriakan Dean yang terdengar begitu murka. Ia menatap Sherly penuh arti sebelum akhirnya berkata lagi pada Dean. "Datanglah sendiri pada tempat yang akan kukirimkan lokasinya lewat ponselmu nanti," ucapnya memberi instruksi pada Dean."Oh, ya ... dan selagi kau datang mengunjungiku, bisakah kau suruh teman-teman kecilmu itu menjauh dari bisnisku, Dean? Karena mereka sepertinya akan menggangguku. Kau tentu bisa mengabulkan permintaan sederhanaku ini bukan?" lanjutnya."Kau sudah tak waras, Antonio!" geram Dean."Ck ... ck ... ck, tak perlu terlalu kasar padaku Dean. Ingat, Detektif tampan, Kau harus datang sendirian jika masih ingin melihat wanitamu," kekehnya penuh kepuasan."Di mana Sherly?! Katakan, bagaimana keadaannya??! Lihat saja kau, jika kau sampai berani menyentuhnya walau hanya seujung jarinya saja, kau akan KUBUNUH ANTONIO!! KAU DENGAR
"Max, Jim, dan Brad. Kalian tahu apa yang harus kalian lakukan bukan?" Adriana mengenakan holster penyimpan pistolnya dengan sigap. Ia dan timnya telah bersiap malam ini untuk melakukan penyergapan. "Siap Chief, kami mengerti," jawab mereka serempak. "Kau tak apa sendirian, Chief?" tanya Max lagi. "Semakin sedikit semakin baik, Max. Aku hanya akan membawa dua anggota tim saja. Lagipula, aku sendiri tak ingin menggagalkan rencana Dean. Dan agar rencana ini berjalan sukses, bahkan Dean sendiri pun tidak boleh mengetahuinya. Tenang saja, aku akan berada pada jarak aman," jelasnya. "Dan kalian, sudah mengerti tugas kalian masing-masing bukan? Tolong dengsn sangat, usahakanlah agar misi penyergapan kita malam ini dapat berjalan senormal mungkin. Ingat, tetap biarkan Ferdinan berpikir ia yang memegang kendali." "Saat waktunya sudah tepat, lakukan saja sesuai dengan rencana kita sebelumnya. Ada nyawa anggota tim dan bahkan diri kita sendiri yang menj
Beberapa jam sebelum penyergapan... Adriana menatap laptopnya dengan cermat semua hasil rekaman CCTV yang berkaitan dengan penculikan Sherly. Ia menopang dagunya dan tampak sedang berpikir keras. Dalam rekaman CCTV tersebut, tampak sebuah mobil van hitam sedang berjaga dan dapat dipastikan selalu mengawasi pergerakan Sherly. Bahkan rekaman yang diambil Dean dari klinik saat mereka membawa paksa Sherly juga menampilkan mobil yang sama. Berkat laporan dan penyelidikan dari beberapa sumbernya, ia akhirnya dapat melacak keberadaan terakhir mobil hitam tersebut. Ia yakin di sanalah Sherly sedang disekap. Adriana meraih telepon dari meja kerjanya, ia memanggil Max, Jim, dan Brad untuk segera menghadap ke dalam ruangannya. Tak beberapa lama kemudian ketiga anggota timnya masuk. "Kemarilah, ada sesuatu yang harus aku bicarakan dengan kalian." Adriana menatap ketiganya dengan serius. Mereka berempat duduk saling berhadapan pada sofa yang berada
Dean menutup pintu mobilnya dengan keras saat ia sampai ke lokasi tujuan. Ia keluar dengan gagah dan menghadap pada satu-satunya bangunan yang berada di dalam hutan itu dengan tatapan membunuh. Bangunan yang memiliki lampu temaram itu cukup terlihat mencolok di tengah hutan lebat pada malam hari. Cahaya sinar bulan yang terang mempermudah Dean menemukan lokasi yang dituju. Walau terlihat seperti rumah tua, penerangan yang terpasang di sana cukup bagus hingga Dean tak tampak kesulitan menelisik keseluruhan bangunan. Kehadirannya di sana sudah disambut oleh beberapa anak buah Antonio yang sedang berjaga dan bersiap dengan memegang senjata mereka dengan waspada saat melihat Dean tiba. "Ikut kami," ucap salah seorang penjaga yang kemudian memberinya isyarat untuk mengikutinya. Dean melirik dan mempelajari setiap sudut bangunan secara waspada dan cermat. Ia dibawa ke dalam rumah itu dengan melewati beberapa kamar, ruang utama, dan sebuah ruangan di
Suasana kembali menegang saat Antonio mengacungkan pistolnya dengan tatapan meremehkan. "Tak ingin menepati janjimu, hah?" tanya Dean memecah keheningan. Sherly menahan napasnya dan berdoa sekuat tenaga agar dirinya dan Dean dapat keluar hidup-hidup dan selamat dari tempat ini. "Apa yang akan kau lakukan? Membunuh kami?" tantang Dean lagi dengan senyum sinis. "Jika itu yang kau minta, aku akan dengan senang hati mengabulkannya." Antonio mengangkat kedua bahunya dengan santai. "Ini adalah hutan terpencil. Jika harus melenyapkan dan kemudian mengubur kalian tanpa jejak, akan mudah sekali kulakukan di sini." "Benarkah? Aku memiliki solusi yang lebih baik. Kalau begitu, bagaimana jika kita semua mati bersama saja di sini? Agar kita tidak saling merasa kesepian?" ucap Dean seolah mencibir Antonio. Dean serta merta mengeluarkan sebuah remote kecil dari balik jaket kulitnya yang sebelumnya tak terdeteksi oleh anak buah Antonio, karena memang
"CIIIITTTT.....!!!!" Rem berdecit kuat. Sherly dengan shock menatap dari dalam mobil. Ia dapat melihat Dean tengah berguling, sesaat setelah Antonio melepaskan tembakannya. Ia dengan gesit dapat menghindar dan berhasil lolos dari tembakan itu. Dean terlihat baik-baik saja, tetapi napas Sherly seketika harus berhenti karena serangan shock beruntun. Pasalnya, sejurus kemudian tiba-tiba saja beruntun tembakan terdengar saling bersahut-sahutan tak henti-hentinya! Ia membeku di kursi kemudi melihat semua baku tembak dan aksi mendebarkan dari balik kaca depan mobil yang tahu-tahu dimulai begitu saja. Ya, mobil Dean adalah mobil anti peluru. Sherly dapat tetap aman dengan berada di dalamnya tanpa terluka sedikit pun. Itulah sebabnya Dean memerintahkannya untuk tetap berada di dalam sana apa pun yang terjadi. Entah dari mana datangnya, di kanan dan kiri jendela samping mobilnya, tiba-tiba saja terlihat sosok Adriana muncul dengan dua anggota t