Bagi Alex, Irish adalah satu-satunya keluarga yang dia punya. Namun demikian sekarang keadaan sudah sangat berbeda, karena dia sudah mempunyai seorang istri. Walaupun begitu, Irish tetaplah adik kesayangan Alex. Tentunya dia tidak ingin kalau adiknya salah dalam memilih pasangan hidup. Rencana Alex kali ini memang membuat Ben dan Irish bisa berakhir pekan bersama.
Rencana pertama berjalan lancar, Irish menyusul ke kota Rotterdam bersama dengan Benjamin. Rencana kedua Alex membuat Irish sekamar dengan Ben pun berhasil ... ah tidak, tepatnya secara kebetulan karena kamar hotel hanya tersisa satu kamar saja. Rencana ketiga adalah makan malam. Irish sudah mulai protes dengan Kakaknya, kenapa dia harus sekamar dengan Ben. Mulailah dia merayu kakaknya agar diperbolehkan tidur dengan Ayana, tapi di sini justru Ayana diberi kode oleh Alex untuk mencari alasan agar Irish mengurungkan niatnya untuk tidur dengan Ay.
"Apa yang
Jangan lupa baca Partner Life
Kegalauan tengah dirasakan Irish, apalagi posisinya berada dalam satu ruangan bersama dengan Benjamin. Hari terakhir di kota Rotterdam, membuat Ayana merasakan kalau bulan madunya tersebut sangat singkat. Memang setiap akhir minggu, Alex selalu mengajaknya pergi keluar kota. "Begini saja bulan madu kita, sayang?" Ayana terlihat kesal. "Kenapa sayang?" Alex menatap istrinya. "Minggu depan kita bulan madu lagi ya." Alex mengusap lembut rambut Ayana. "Kali ini aku memang sengaja membantu Ben. Kau jangan cemberut begitu dong, lain kali aku pastikan kita akan pergi hanya berdua saja." "Iya, aku tahu," jawab Ayana ketus. "Sekarang kita siap-siap untuk pulang ya," ucap Alex.
Sudah beberapa minggu ini Ben tinggal di rumah Irish. Ben menemaninya hingga apartemen tempat Ben tinggal tidak keurus. Walaupun sesekali dia pun pulang ke apartemen hanya untuk mengecek saja. "Mau sampai kapan kau tinggal di sini?" tanyanya pada Ben. "Sampai Bibi Dennisa sekeluarga pindah ke rumah ini," jawab Ben. Lagi-lagi Irish menghela napas panjang, gadis itu bangkit dari kursi dan langsung meraih tasnya. Begitu pun dengan Ben, pemuda tampan itu bangkit dari kursinya dan segera mengenakan jasnya. "Ayo berangkat," ajak Ben. "Aku naik bus saja," balas Hyena. Ben mengangkat tangannya dan melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya. "Kau bisa terlambat kalau naik bus." Ben menarik tangan Irish. "Hei! Kau ini kenapa selalu memaksa." Suara Irish meninggi. "Tidak ada kata penolakan, masuk mobil!" perintah Ben
Sebuah mobil berwarna biru menerobos ramainya jalanan kota Leiden. Mobil itu perlahan parkir di halaman rumah yang berbentuk minimalis modern. Seorang pemuda turun sambil membenarkan jasnya, melangkah menaiki tangga yang hanya terdiri dari beberapa anak tangga saja. Tak lama dia pun menekan pin rumah tersebut. "Aku pulang," serunya masuk ke dalam rumah. Irish langsung menyembulkan kepalanya dari dapur. "Kak Alex!" "Oh ... Irish," ucapnya. "Di mana Ben?" tanyanya. "Kakak pulang ke rumah hanya untuk mencari Ben?" tanya Irish heran. "Apa Kakak tidak rindu dengan adik kakak yang cantik ini," rajuk Irish. "Kenapa Kakak malah mencari orang lain!" "Orang lain siapa?" tanya Alex. "Benjamin!" jawab Irish singkat. "Dia itu bukan orang lain buat Kakak, Sayang!" "Itu, orangnya sedang di kamar mandi!" Irish sedikit kesal, dia
Perbincangan hangat terjadi antara tiga pria yang sedang duduk di ruang utama. Ben, Alex, dan Tuan Robi terlibat obrolan serius, mereka bertiga benar-benar asik jika membicarakan masalah bisnis. Nyonya Elaine sendiri tengah sibuk menyiapkan makan malam dibantu beberapa asisten rumah tangga, sedangkan Irish dan Ayana duduk di ruang keluarga. Ayana menyenggol tangan Irish. "Apa kau tidak mau membantu Ibu mertuamu?" Ayana menggerakkan dagunya. "Membantu bagaimana? Aku masih canggung, Ay. Ben sama sekali tidak memberitahuku jika dia akan memperkenalkanku dengan keluarganya," jelas Irish manyun. Ayana menghela napas. "Sama kalau begitu." Irish menoleh ke arah Ayana. "Maksudnya?" lanjutnya bertanya. "Alexander sama sekali tidak memberitahuku jika akan mengunjungi rumah Ben dan makan malam di sini," jawabnya. Irish menghela napas, menatap Ayana lalu bergan
Irish membuka matanya, "Mengundurkan diri?"Menghela napas dan menutup kelopak matanya kembali, tanpa merespon pertanyaan Ben. Gadis manis itupun akhirnya tertidur pulas, lelaki yang ada di sampingnya juga menyusulnya dirinya bermimpi di pulau kapuk.Seperti biasa, di tengah malam Irish terbangun. Dia membuka matanya dan menatap sosok laki-laki yang ada di depannya dengan posisi keduanya tertidur miring berhadapan. Irish menatap wajah lelaki yang tengah tertidur. Pikirannya kembali memikirkan apa yang dikatakan Benjamin.Mengundurkan diri? Apakah aku benar-benar harus melakukannya? 'batinnya mulai gelisah memikirkan satu kata yang terus terngiang di otaknya.Di satu sisi dia juga ingin mengundurkan diri. Di sisi lagi dia ingin terus berkarier. Dia memikirnya satu kata itu terus menerus hingga akhirnya membuatnya terlelap sampai pagi."Masih sepi? Jam segini belum ada yang bangun?"
Beberapa hari setelah mengundurkan diri dari kantor Benjamin. Irish lebih banyak mempunyai waktu untuk bersantai dan mulai belajar sedikit demi sedikit tentang kehidupan berumah tangga. Walaupun kehidupan barunya belum dimulai, tapi setidaknya Irish tidak sendiri lagi. Pemuda dengan tinggi 179 cm ini selalu menemani Irish. "Apa kau kesepian setelah mengundurkan diri dari kantor?" tanya Ben yang baru keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk yang melilit dari pinggang ke bawah. "Tidak!" jawab Irish singkat tanpa menoleh ke arah Ben. Tangannya masih sibuk melipat baju dan celana. "Yakin? Kau tidak merasa kesepian?" Ben mengulang pertanyaannya kembali. "Kenapa pertanyaan mu selalu sama?" "Aku hanya bertanya, jika kau merasa kesepian aku bisa mengantarmu ke rumah tiap pagi dan akan aku jemput setelah aku pulang dari kantor," "Tidak perlu," jawabnya.
Banyak dari kita yang selalu melihat bahwa kehidupan orang lain terasa indah dan menyenangkan, bahwa hidup yang dijalaninya bagaikan sebuah karunia dan impian yang kita impikan. Banyak pula dari kita yang merasa bahwa pilihan hidup saat ini yang dijalani adalah terasa membosankan atau merasa hidup biasa saja, hampa ....Hampir setiap orang pasti punya impian, entah seperti apa bentuk impian itu, ada yang sederhana, ada yang rumit, namun ada juga yang memimpikan sesuatu mustahil, suatu impian yang belum pernah ada sebelumnya.Banyak yang bisa dan mampu mewujudkan mimpi tersebut, dalam waktu yang relatif cepat, namun ada juga yang butuh waktu yang relatif panjang untuk mewujudkannya, dan itupun dengan upaya dan kerja keras tiada henti, tapi banyak juga yang setelah sekian lama, masih juga bermimpi, masih terlelap dengan mimpinya.
Mentari menyinari bumi, burung-burung mulai bersautan. Musim panas ditandai dengan hujan terus menerus. Hari itu Irish sudah diizinkan pulang oleh Dokter Richard karena tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. "Kau sudah boleh pulang hari ini, tapi dengan satu syarat. Kau harus banyak istirahat dan jangan terlalu banyak pikiran. Selingi dengan olahraga ringan." Dokter Richard memberi nasihat pada Irish. "Apa sakit kepalaku ini parah, dok?" tanya Irish. "Kau tidak perlu khawatir," hibur Dokter Richard. Dia pun melangkah keluar. Namun, dia kembali berbalik arah. "Aah, Irish. Apa kau dan Ben sudah bertunangan? Aku mendengar berita itu dari beberapa teman. Apakah itu benar?" Irish mengangguk, "Iya." "Wah ... selamat ya. Aku sangat senang mendengarkannya, akhirnya Ben bisa memilih wanita mana yang akan dijadikan partner hidupnya kelak. Kau pasti sudah ta