Irish menemukan sehelai rambut panjang pada syal miliknya yang dipakai oleh suaminya. Irish mulai berpikir negatif tentang suaminya.
Syal, parfum, dan rambut? Apakah Benjamin ada main di belakangku dengan mantan pacarnya? Apakah dia benar-benar sudah berubah?
Begitulah kalimat yang terbesit di kepala Irish pada saat itu. Namun, Irish berusaha menepisnya. Dia tidak ingin menuduh tanpa ada bukti yang jelas, tapi bau parfum dan rambut itu sudah cukup jelas.
Irish menarik napas panjang dan mengembuskan dengan kasar. Menatap sang suami yang terlentang di kasur. Tatapan Irish kembali pada sehelai rambut yang ada di tangannya.
Aku harus tetap berpikir positif. Aku tidak ingin terjadi hal buruk pada janin yang ada dalam kandunganku jika aku stres memikirkan tentang ini,' batinnya dalam hati.
Irish melangkah mendekati ranjang, berdiri di samping sang suami yang terti
Selamat malam. Di sini suasananya sedang syahdu aduhai. Well, bab 75 sudah up! Yuk baca dan jangan lupa vote ^^,
Dinginnya angin malam yang masuk lewat cela-cela lubang ventilator udara membuat Irish tidak bisa menolak rengkuhan tangan Benjamin yang membuat Irish terasa hangat. "Masih marah?" tanya Ben. Irish sama sekali tidak merespon suaminya. "Kapan check-up lagi?" tanya Ben untuk kedua kalinya dengan tangan masih memegang, meraba, dan mengelus perut Irish. "Besok pagi jadwal pergi ke dokter kandungan," balas Irish. "Aku antar!" sahut Benjamin singkat. Irish kembali terdiam, dia belum merespon suaminya lagi. "Apa kau benar-benar marah padaku?" ujar Benjamin dengan pertanyaan yang sama. Irish bergerak dan membalikkan badannya menghadap sang suami. "Udara dingin seperti ini. Kenapa kau tidak memakai baju?" tanya Irish lalu menapakkan tangan kirinya di dada Benjamin. "Ada selimut," canda B
"Diam di sini dan jangan berisik!" Amber Brouwer dengan tiba-tiba menarik tangan Benjamin dan buru-buru mendorong pria itu masuk ke dalam sebuah ruangan yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. "Kenapa kau mendorong suamiku masuk ke dalam ruangan itu?" Irish terlihat kaget dan heran melihat Amber menutup kembali pintu ruangan tersebut dan membiarkan Benjamin berada di dalam sana. "Sssttt!" Amber dengan sigap memberi kode pada Irish. "Apa? Ada apa?" Irish makin tidak paham. "Amber Brouwer!" Sebuah suara yang sangat keras terdengar. "Kenapa jalanmu begitu sangat cepat?" tanyanya muncul dari balik tembok. Amber dan Irish langsung menoleh ke arah datangnya suara itu. "Siapa dia?" tanya Grace sambil menunjuk Irish. "Pasien suamiku!" jawab Amber singkat. Grace menatap Irish dari ujung rambut sampai ujung kaki kemudian
Matahari semakin memancarkan sinar teriknya. Hilir mudik kendaraan menambah suasana semakin panas. Irish masih tampak berdiri menatap keluar menembus kaca jendela kantor, perempuan itu masih memperhatikan sosok seorang yang baru beberapa jam yang lalu bertemu muka dengannya. Tak lama setelah itu seseorang berpakaian serba hitam menghampirinya. "Nyonya Irish memanggil saya?" tanyanya. Irish menoleh, "Perhatikan wanita yang ada di luar itu. Jika dia memaksa masuk untuk bertemu dengan Pak Direktur, aku memintamu untuk langsung mengusirnya. Ini tugasmu!" Petugas keamanan yang memakai kacamata hitam itu menganggukkan kepalanya. "Ah, satu lagi. Tolong kawal Pak Direktur saat akan masuk ke dalam mobil dan pastinya wanita itu tidak melihat Pak Direktur keluar dari kantor ini," lanjut Irish. "Baik Nyonya!" Irish kembali masuk ke Cafetarian di mana pesanan makan siangnya sudah
Wajah Irish berubah menjadi tegang saat mobil yang ditumpangi Irish dan Marky melaju pelan di jalanan yang lumayan cukup padat oleh lalu lalang kendaran. Marky mencoba memastikan apakah memang benar jika mobil mereka sedang diikuti oleh seseorang. Saat Marky membelokkan mobil yang ditumpanginya ke arah jalan utama dan ternyata mobil hitam itu masih tetap mengikuti mereka di belakang. "Kau tidak akan mengebut, kan?" tanya Irish khawatir dengan keadaan kandungannya. Marky menatap Irish dan Irish bisa menebak apa arti dari tatapan mata Marky. Sekilas Marky melirik ke arah perut Irish sebelum akhirnya dia kembali menatap ke depan. "Nona muda tenang saja. Aku tidak akan membahayakan janin yang ada di perut nona muda. Jika sampai itu terjadi, maka tuan muda pasti akan langsung membunuhku!" katanya dengan suara tegas dan
Seorang pria memakai jas dan berkacamata hitam masuk ke dalam kafe. Dia terlihat sedang mencari seseorang. "Oh, Hunter!" panggil Irish melambaikan tangannya. Hunter segera melangkah mendekati Irish. "Maaf nyonya muda, saya diminta tuan muda untuk menjemput anda sekarang." Irish bukannya menjawab pertanyaan dari Hunter, tapi dia justru bertanya balik pada Hunter. "Kau sudah makan?" tanyanya. Justru Hunter terlihat bingung dengan pertanyaan Irish. "Nyonya muda bertanya pada saya?" tanya Hunter. Irish mengangguk, "Iya, memangnya aku bertanya pada siapa lagi kalau bukan padamu? Jika kau belum makan, pergilah pesan makanan dulu." "Tapi nyonya, nanti tuan muda pasti akan marah jika kita terlalu lama di sini," sahutnya. "Tuan mudamu itu biar nanti berurusan denganku. Sekarang pergilah memesan makanan. A
Irish menapakkan kakinya di Bandara, sedangkan Marky dan Hunter membawakan koper milik Tuan Robi dan Nyonya Elaine. Sebuah perpisahan yang cukup manis antara mertua dan menantu. Tuan Robi harus menjalani pengobatan di Inggris untuk beberapa bulan ke depan. Tentunya mereka sudah tidak khawatir meninggalkan anak semata wayangnya yang kini sudah beristri. "Irish, ibu dan ayah pamit dulu. Baik-baik ya dengan Benjamin," tutur Nyonya Elaine memeluk menantunya itu, begitu pun juga Tuan Robi. "Aku pasti akan merindukan kalian," isak Irish. Setelah drama perpisahan yang mengharukan, Tuan Robi dan Nyonya Elaine segera bersiap-siap. Lima belas menit setelah itu pesawat pun meninggalkan bandara dan terbang menembus awan biru. "Apa kita langsung ke apartemen, Nyonya?" tanya Hunter. "Apartemen?" Irish tampak berpikir. "Bukankah hari ini tuan muda akan pindah ke r
Rumahku adalah istanaku, begitulah kata pepatah. Saat itulah yang dirasakan oleh Ayana. Akhirnya dia bisa bernapas dengan lega tanpa harus membayangkan jika dia dan suaminya sedang dimata-matai. Walaupun pada saat itu juga Alex menyuruh orang-orangnya untuk memeriksa seisi rumah, jikalau ada kamera tersembunyi yang memantau aktivitas mereka dan ternyata hasilnya nihil. Tak satu pun dari mereka menemukan kamera tersembunyi. Pria dengan lesung pipi itu langsung beratensi jika istrinya dalam bahaya. "Bagaimana dengan tidur malam mu? Apakah kalian tidur nyenyak?" Benjamin menarik kursi dan langsung duduk. "Sangat nyenyak," ucap Ayana tersenyum lega. "Syukurlah ...." Irish membawa sepiring roti panggang dari dapur. "Di mana Alex?" Benjamin terlihat menoleh kanan dan kiri. "Dia sedang menelepon seseorang," jawab Ayana menunjuk ke arah ruang tengah. Tak lama setelah itu, Al
Hari itu, hari di mana suasana masih dibilang pagi sekitar pukul 09.00 am dan sudah terjadi keributan di sebuah perusahaan besar. Sebuah keributan yang membuat pegawai perusahaan tersebut saling berbisik-bisik antara satu dengan lainnya dan bisa ditebak bisik-bisik itu begitu cepat menyebar hingga lantai atas. Entah mereka memperbincangkan siapa? "Benjamin Van De Haan!" teriak seorang wanita saat pintu lift terbuka. "Kau pikir setelah ini hidupmu akan tenang hah!" Wanita itu berusaha memberontak untuk melepaskan diri dari genggaman tangan Hunter. Namun, genggaman tangan Hunter lebih kuat. Benjamin tidak mengindahkan omongan Grace, pria itu bergegas keluar dari lobi perusahaan. Terlepas dari itu, Benjamin segera membawa sang istri ke rumah sakit dengan di antar oleh Marky. Setelah sampai di rumah sakit, Irish langsung mendapat penanganan khusus dari para dokter. "Baga