"Kamu ke mana? Kenapa belum pulang juga?" gumam Bumi sambil bolak-balik di dekat pintu. Dia mulai resah sebab sang suami belum juga pulang padahal waktu sudah menunjukkan hampir pukul sembilan malam. Firasatnya jadi tidak enak saat mengingat candaan Rey yang mengatakan akan direbut wanita lain. Sem
"Rey, sebentar Rey. Ada telepon," tolak Bumi sembari mendorong dada Rey. Rey awalnya tidak menggubris. Akan tetapi bunyi telepon itu mulai mengganggu, terlebih-lebih lagi Bumi mulai menolak sentuhan yang dia berikan. "Sayang, kita sudah setengah jalan," bisik Rey. Ketidaksenangan terlihat sangat ke
"Tidak. Aku lihat bukan itu. Dia memang tidak ingin punya anak." Ada helaan napas putus asa yang Aryan dengar. Dia sangat yakin kalau Rey dan Bumi sedang tidak baik-baik saja. "Apa itu yang membuatmu murung?" tanya Aryan lagi. Rey menyeruput kopinya sedikit, lalu mengembuskan napas lagi. Matanya
"Ya, kamu benar. Sepertinya liburan memang kami butuhkan sekarang. Karena kesibukan di kantor Bumi seringkali mengabaikan aku," desah Rey lagi. "Itu karena kamu cemburu. Aku memahami perasaanmu, kita yang biasa di nomor satukan tiba-tiba jadi nomor dua itu rasanya memang sakit." Rey terdiam dan me
Karena tak kunjung membayar akhirnya Rey diarahkan untuk menepi. Di sana pria itu menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi—kalau dompetnya tercecer. Akan tetapi para pegawai hanya diam saja menatap dengan sorot mata mencemooh. Bisa-bisanya punya mobil mewah tapi tidak punya uang untuk membayar bahan
Milea hanya meringis dan tersenyum canggung. Setelah sukses berdiri dia pun mengucapkan terima kasih. Anehnya Rey melihat dengan sorot mata tak dipahaminya. Karena malu, Milea pun kembali memutar tumit dan menjauh. "Milea, tunggu!" panggil Rey. Milea menghentikan langkah, hati-hati dia membalik
"Kalau kamu mau, ikuti saja mamamu. Jangan banyak drama!" teriak Rajesh Kumar yang diakhiri dengan suara keras dari pintu yang terbanting. Namun, Milea tidak peduli, dia tatap lekat sang mama, lalu menggenggam erat tangannya. "Sebenarnya ada apa, Ma?" tanyanya lagi. Mikha menyeka air matanya, lalu
"Jangan berkhayal. Ayahmu itu terlalu sibuk. Yang ada dipikirannya hanyalah pekerjaan. Apa kamu lupa itu? Nenek yakin hari ulang tahun kamu saja dia tidak ingat," lanjut Salma lagi. "Tapi wanita itu adalah alasan ibuku pergi, Nek," sambar Imron tidak terima. "Kamu tau apa, Imron? Kamu masih kecil