"Kamu sungguh tidak marah?" ulang Bumi menyelidik. Suaminya ini kelewat tenang. "Kamu mau aku jawab jujur atau tidak?" balas Rey tanpa menoleh. "Tidak," jawab Bumi cepat. Jujur, dia tidak siap dimarahi dan disalahkan suaminya. Rey pun mendesah panjang. Dia tatap Bumi yang juga menatap dengan soro
Rey yang bingung mencari sosis berurat pada akhirnya memilih menemui temannya yang merupakan seorang chef. Tentu saja dia ditertawai karena meminta hal yang aneh seperti itu. “Berikan saja sosismu itu!” ledek teman Rey karena merasa ini menggelikan. “Sudah jangan menggodaku, ayo lah! buatkan apa s
"Apa yang kamu lihat? Apa kamu ingin meminta tiket itu lagi. Tidak bisa, aku sudah menjualnya," ketus Sakha. Semakin salah tingkah dia. "Aku tidak mempermasalahkan tiket itu." "Lalu, kenapa matamu begitu?" Sakha yang sudah terpancing emosi menatap nyalang Rey. Dia merasa telah dipermainkan. "Ya,
Sakha mendesah lalu membuka mata, dia memutar kepala melihat Rey yang menyemangatinya. "Tapi kamu tahu sendiri seberapa tinggi level kebenciannya padaku, jangankan mengajak bicara, menatapku saja dia seakan malas. Aku tidak percaya diri Rey. Takutnya dia malah berteriak. Ibunya baru meninggal dan ak
Hening, Sakha hanya menatap lekat Yota yang merengut. Wajah masam gadis itu membuatnya gugup—takut Yota berteriak dan menolak niat baiknya. "Kha, kalau niatnya ke sini buat jadi patung mending kamu pergi. Atau ke Monas saja sekalian, jangan di sini. Bikin sakit mataku saja," ketus Yota untuk keseki
"Kalau begitu aku ingin itu." Jari telunjuk Bumi terarah ke salah satu pengamen cilik yang sedang bernyanyi di sana. Bocah itu memetik gitar sembari menyanyikan lagu. "Kamu mau aku nyanyi?" tanya Rey. Bumi mengangguk. Tatapan matanya tak ubah seperti anak kecil yang merengek minta balon. "Nyanyi d
"Ya jelas saja waktu tidak bisa diputar bocil. Yang bisa diputar namanya bukan waktu, tapi gasing," celetuk Rey agak kesal. Sembari merengut Rey pun mengeluarkan dompet dan menyerahkan dua lembar uang berwarna merah. Sontak saja bocah itu berjingkrak kegirangan, setelah itu menyerahkan gitarnya yan
Sembari membersihkan luka, Sakha kembali teringat pertemuan pertama mereka setelah setahun. Waktu itu dia juga membuat lutut gadis itu terluka. Tak hanya itu, dia juga melukai hatinya dengan hinaan pedas dan menohok. Sakha pun mengembuskan napas panjang. Rasa sesalnya berkali-kali lipat. "Aku minta