"Apa yang kau lakukan, Kendrick?" Dalam perjalanan, Katrin mengeluarkan suaranya. Meminta Kendrick untuk segera memberikan penjelasan tentang ini semua.
Kendrick menatap Katrin dari ujung matanya. Bukannya menjawab, Kendrick malah memilih untuk fokus menyentir dan mengabaikan Katrin yang tanpa henti mengeluarkan pertanyaan.
"Sudah?" Lalu setelah mobil mereka berhenti di mansion milik Katrin— yang dibeli Kendrick, barulah pria itu mengeluarkan suaranya.
Kendrick membuang napasnya kasar untuk mengatur emosinya. Dia tidak bisa mengeluarkan suara yang lebih tinggi kepada Katrin— persahabatan yang mereka jalin sebelum menikah membuat Kendrick paham betul dengan keadaan Katrin. Pria itu hanya tidak ingin menyakiti Katrin.
Mana komentarnya?"Bagaimana keadaannya?" Kendrick bertanya sesudah dokter pribadinya, Hazan, keluar dari kamar mereka. Terlihat jelas guratan khawatir di wajah Kendrick. Bahkan rambutnya yang acak-acakan pun tidak dipedulikan oleh Kendrick.Hazan tersenyum. "Dia baik-baik saja. Adeline hanya kelelahan saja. Aku sudah menuliskan resep obat untuknya." Hazan memberikan sebuah kertas yang langsung disambut Kendrick. "Perawat-ku akan datang nanti mengantarkan obat ini."Seperti biasa, Hazan akan selalu memberikan salinan resep kepada Kendrick, memastikan kalau obat yang diberikan Hazan memang yang terbaik."Baiklah. Terima kasih banyak." Kendrick menjadi lebih tenang setelah mendengar penjelasan Hazan. "Apa aku boleh masuk?"&
"Ini adalah koleksi tas terbaru kami, Nona Adeline."Seorang wanita yang menggunakan sarung tangan berwarna putih sedang sibuk menjelaskan koleksi-koleksi terbaru dari sebuah merek terkenal yang berfokus pada tas.Adeline mengangguk paham dengan pandangan yang tertuju pada banyak tas yang tersusun rapi di hadapannya. "Sangat bagus. Aku suka," puji Adeline dengan tatapan kagum."Terima kasih, Nona Adeline. Untuk tas keluaran terbaru ini dibuat langsung menggunakan tangan tanpa bantuan mesin. Maka dari itu untuk keluaran ini disebut sebagai limited edition"Tangan Adeline menyentuh kulit tas itu, sangat lembut ia rasa. "Aku suka dengan warna merahnya," pujinya, melihat tas merah yang Adeline sentuh. Dia menoleh.
Badan Kendrick diam memaku saat Adeline keluar dari kamar mandi. Bibirnya berkedut, tak kuasa menahan seringai. Kakinya melangkah ke arah Adeline yang hanya menggunakan lingerie tipis tanpa dalaman.Kendrick menggendong Adeline lalu mendudukkannya di meja. Tatapannya turun, menatap intens Adeline dari kepala sampai ujung kaki."Why do you look so sexy?" Suara Kendrick mendadak serak sesudah tangannya memegang pinggang Adeline.Adeline tersenyum nakal. Tangannya mengalung di leher Kendrick. Mencium bibir tipis sekilas. Setelah mendengar kabar kalau Kendrick pulang malam ini, segera Adeline membongkar lemari— mencari lingerie yang belum pernah dipakai sebagai aksi dari merebut Kendrick."
Kedua ujung bibir Adeline tertarik membentuk senyum miris, mengejek dirinya. Melihat pantulan wajahnya di kaca membuat Adeline mengerti bagaimana kacaunya dia.Rambut kusut mengembang, mata yang sedikit membengkak, lingkaran hitam di bawah mata, dan yang terakhir hidung mungil yang memerah. Menyedihkan.Adeline menghela nafasnya panjang ketika melihat siapa yang sedang memanggilnya. William. Dia menelepon Adeline disaat yang tidak tepat. Tapi setelah berpikir beberapa saat akhirnya Adeline memutuskan untuk menjawab.Sebelum menjawab, dia menarik napasnya terlebih dahulu— berusaha agar William tidak menyadari suaranya yang berubah karena terus menangis."Halo?" sapa Adeline.
Baru saja Adeline membuka pintu kamarnya, dia sudah disuguhkan oleh dua bocah yang tak lain Xavier dan Nadine. Yang satu dengan wajah datar, dan yang lain dengan senyuman di wajahnya. "Kami mencari, Aunty!" pekik Nadine sembari menunjukkan rentetan gigi putihnya. Adeline menekan pelipis kanannya dengan telapak tangan— pening yang sedari tadi menyerang tak kunjung pulih. Meskipun begitu, Adeline tetap menarik bibirnya, membentuk senyuman sembari berjongkok— menyamakan tinggi dengan mereka. "Kalian datang pagi-pagi sekali," sahut Adeline yang mencium gemas pipi Nadine. "Siapa yang mengantar kalian?" Nadine melirik ke samping. "Kak Xavier yang mengajak Nadine ke sini. Dia ingin bertemu dengan
“Adeline, apa kau melihat tali pinggang-ku?”Adeline yang sedang merapikan tempat tidur mengerang kesal. Dia mencampakkan selimut besar itu ke kasur dengan kesal. Sudah menjadi kebiasaannya untuk merapikan kamarnya sendiri. Tetapi karena Kendrick, dia tidak bisa melakukannya dengan tenang.Dari bangun sampai sekarang pria itu terus saja bersuara dan merepotkan Adeline. Seperti kali ini, tali pinggang saja harus Adeline yang mencarikan.“Aku tidak tahu! Kau letakkan dimana semalam?” Adeline bertanya pada Kendrick yang sudah keluar dari kamar mandi dengan kondisi shirtless. Ck, pria itu terus saja berhasil membuat pertahanan Adeline runtuh.Alis Kendrick terangkat. &ldqu
"Apa maksud ini semua?" Suara Kendrick meninggi. Ia mencampakkan beberapa lembar kertas ke meja. Bertolak pinggang sambil menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Memangnya kenapa?" tanya Katrin. Dia kira ada sesuatu yang penting makanya Kendrick datang ke mansion miliknya. Ternyata Kendrick hanya bertanya soal foto-foto yang dia upload— tertera dengan jelas foto-foto tersebut di kertas. Kendrick membuang lagi napasnya dari mulut, membuat sehelai rambut yang terkena keningnya terangkat lalu jatuh kembali ke keningnya. "Kenapa?" tanyanya tak menyangka. "Aku sudah mengatakan kepadamu untuk tidak lagi menyebarkan foto-foto kita ke media sosial! Apa kau lupa dengan hubungan kita sekarang?" "Tapi publik tidak tahu kalau kita sudah bercerai," jawab Katrin santai. Ia
Katrin dari tadi terus saja terfokus akan benda pipih yang ada digenggamannya. Jarinya terus saja bergerak di sana, mengabaikan kedua anaknya yang sedang bermain dalam satu ruangan. Nadine dengan bonekanya dan Xavier dengan tabletnya. Gadis dengan rambut yang dikepang satu itu menghela napas. Merasa bosan karena hanya bermain dengan boneka. “Mommy, ayo bermain bersama Nadine.” Nadine merengek sembari menarik paksa lengan Katrin hingga ponsel yang ada digenggamannya jatuh seketika karena tidak bisa menahan keseimbangan. “Apa yang kau lakukan, Nadine?!” bentak Katrin marah sambil berdiri untuk meraih ponsel yang sudah sedikit retak itu. Kemudian dia menatap Nadine yang tubuhnya sudah be