“Pergi! Pergi! Jangan mendekat!”
Adeline membekap mulutnya. Terlihat kaget akan reaksi yang Katrin berikan. Dia malah menjerit horor. Seakan Adeline adalah seorang penjahat yang siap mencelakakan Katrin.
“Pergi! Pergi!” Katrin kembali berteriak. Menatap Adeline penuh waspada. Tidak bisa bangkit dari ranjang karena bekas tembakan itu belum sepenuhnya kering.
“Kendrick.” Adeline menggumam kaget saat tangannya digenggam pria itu. Dan langsung saja Kendrick menuntun Adeline keluar dan menutup pintu itu rapat. Hebatnya, suara Katrin lenyap begitu saja.
“Dia kenapa?” tanya Adeline dengan tampang melongo tak percaya.
Senyum cerah terbit di wajahnya yang cantik. Bibirnya tertarik membentuk lengkungan, menekan kedua pipinya hingga terbentuk lesung pipit yang amat cantik. Sampai-sampai sepasang matanya hampir tidak terlihat.Matanya mengerjap. Bulu mata yang berlapis-lapis itu terlihat naik turun. Wanita itu memang terlihat sangat cantik dengan balutan make up tipis. Rambutnya juga ditata rapi, meninggalkan beberapa helai di samping kiri kanan wajah, semakin menambah kesan manis pada dirinya.“Mommy! Lihatlah Max, dia sungguh nakal! Dia menumpahkan susunya ke kemejaku!”Bukannya melanjutkan ocehannya, Xavier malah terdiam. Matanya tak mengedip sama sekali. Seakan tidak mau melewatkan bagaimana cantiknya wanita yang tengah duduk di hadapannya. Mengabaikan beberapa wan
“Maaf, Nyonya. Saya tidak tahu kemana Tuan Kendrick pergi.” Denio berkata penuh sesal. Dia juga kaget akan pertanyaan Adeline yang menanyakan dimana keberadaan Kendrick sekarang. Pria itu tidak pernah tidak sibuk, dan hebatnya, pagi-pagi Kendrick sudah tidak ada di mansion. Bahkan Denio yang baru datang bermaksud ingin membahas pekerjaan dengan Kendrick pun tidak tahu kemana pria itu pergi.Adeline mendesah pelan. Terlihat wajahnya yang amat sangat kecewa sekali.“Kalau kau punya informasi, segera beritahu aku.” Adeline menatap punggung Denio yang sudah mulai berjarak darinya setelah pria itu mengatakan iya dan berpamit pergi. “Tunggu!” Kaki Denio berhenti dan Adeline segera mengejar. “A—apa kau melihat ada yang berbeda dari Kendrick? Maksudku, tingkahnya, atau apapun itu?&r
“Apa kau sedang membalas dendam padaku, huh?”Kendrick berhenti beberapa jarak. Mengabaikan beberapa pelayan yang sedang me-meni pedi Adeline disebuah ruangan yang memang sejak dulu kala digunakan untuk perawatan. Dia menepuk-nepuk punggung Max dengan lembut. Berharap dengan begitu, putranya itu kembali merasa tenang.Wanita itu dengan teganya meninggalkan Kendrick sendirian mengurus Max yang terus saja punya banyak permintaan.Adeline mengedikkan kedua bahunya. “Tidak. Bukankah merawat anak adalah tugasmu juga?” sahut Adeline sambil mengisap minumannya dengan bantuan sedotan. Terpaksa dia memutuskan pandangan dari televisi. “Kau hanya menjaga Max selama enam jam tapi sayangnya kau sudah tidak tahan. Jadi kuharap kau bisa menge
Setelah menutup panggilan itu, Kendrick langsung bergegas pergi. Kali ini, kakinya menginjak lantai 50—lantai paling atas atau yang biasa disebut penthouse.Sudah lama Kendrick tak menginjakkan kaki di penthouse miliknya yang dulunya ia gunakan sebagai tempat tinggal. Namun ketika matanya bertabrakan dengan Adeline, Kendrick memutuskan untuk pindah dan menetap bersama wanita itu di mansion.Tidak mau berlama-lama, Kendrick menekan tombol bel sambil menarik oksigen banyak. Mengisi paru-parunya agar bisa rileks sebelum bertemu dengan seseorang yang tengah menunggunya di dalam sana. Dan sepersekian detik, pintu itu terbuka dan menampilkan seorang perempuan dengan rambut blonde panjang tengah tersenyum kepadanya.“Aku menunggumu dari tadi. Ayo, masuk.&rdq
“Syukurlah Daddy sudah pulang. Jadi Daddy bisa menjaga Max sekarang.”Kerutan di kening Kendrick tampak ketika dia membuka kamar Max. Menampilkan Nadine yang sedang duduk dikasur sambil bersandar. Juga Max yang tengah berjalan-jalan mengitari ruangan besar itu.“Dadddy!” Max memikik kegirangan. Berjalan cepat ke arah Kendrick sambil merentangkan tangannya yang langsung disambut oleh Kendrick. Masuk ke dalam pelukan pria itu.“Kemana mommy?” Setelah pulang agak siangan, Kendrick bergegas ke kamar Max. Menduga kalau wanita itu sedang menjaga Max namun nyatanya hanya ada Nadine dan Max.Nadine mengedikkan kedua bahu. “Entah. Aku tidak tahu kemana mommy.”
“Ini bukan tujuanku.” Adeline berucap kepada sopir taksi itu sambil menatap jalanan sekitar. Dia memukul-mukul kursi sopir tersebut. “Berhenti! Berhenti kubilang atau aku akan melompat keluar!”Karena sadar ada yang tidak beres, Adeline segera mengeluarkan ancamannya. Namun sayang sekali, sopir itu tidak menyahut dan malah menginjak gas dengan cepat. Tentu melompat dengan kondisi seperti ini sama saja mencari mati.“Kemana kau membawaku?” tanya Adeline memaksa. Mencoba untuk menenangkan diri sambil menyalakan ponselnya. Mencari-cari nama Kendrick—satu-satunya pria yang ada di kepala Adeline saat ini karena hanya pria itu yang bisa membantunya dalam masalah genting. Dia mengumpat. Entah kenapa sinyal di tempat ini tidak ada.
Mata Kendrick masih setia tertuju ke manik Adeline kala tangannya sedang berusaha melepaskan gaun one piece itu.Adeline melenguh pelan. Leher kepalanya tertarik ke atas saat Kendrick memberikan kecupan-kecupan yang menggairahkan di sana. Dia menjambak rambut belakang Kendrick, seakan mengatakan bahwa dirinya tidak kuat akan pesona yang pria itu punya.Bahkan, hanya tatapan liar dari mata biru itu, Adeline merasa pakaiannya sudah dilucuti satu persatu.Kendrick menarik tubuhnya dari atas Adeline. Memindai matanya ke bawah. Mendecak penuh kagum akan tubuh Adeline yang benar-benar menggairahkan. Semuanya serba matang.Kendrick menelan ludah. Merasa puas, dia pun kembali mendekatkan tubuhnya. Ta
Rasanya Adeline ingin menangis. Padahal dia sudah memikirkan bagaimana menghabiskan malam di Maldives dan mencoba menghapus sekat diantara dia dan Kendrick. Tetapi pria itu malah menampar ekspektasi Adeline dengan memilih pulang ke Amerika hanya karena urusan pekerjaan.“Kau sangat jahat!” Adeline memikik tertahan. Melirik Kendrick yang tengah disibukkan dengan ipad di tangannya. Kemudian membuang muka, menatap arah jalanan.Kendrick menghela napas. Mencoba untuk bersabar. Dia sudah tidak meladeni setiap umpatan yang Adeline berikan sejak di pesawat, tetapi Adeline malah terus melanjutkannya tanpa lelah. “Kita bisa pergi di lain hari, jadi kumohon cobalah mengerti. Ini bisnis yang sangat menguntungkan.”“Mencoba mengerti?&rdquo