Share

3

Changi Airport, 13.55

Aku segera turun dari pesawat, menghindari hal-hal yang tidak kuinginkan terjadi. Aku tidak bisa membayangkan jika 'dia' tau bahwa ada namaku di manifes penumpang miliknya. Sialnya, koperku tidak kunjung terlihat dan itu membuatku merasa was-was.

“Dis, lu kenapa sih kaya dikejar maling gitu?!” Valerie yang menyadari tingkahku dan mulai muak segera menegurku.

“Lu tau nggak sih Val gimana takutnya hati gue saat ini kalo tiba-tiba Kava ngelihat gue dan dia nyamperin gitu?” Aku melihat ekspresi Valerie yang berubah dan melihat ke arah belakangku. “Apa sih Val? Lu ngeliat apa? Tuh koper kita nongol! Cepet ambil keburu si pilot lihat kita!!” Aku menarik tangan Valerie, tapi...

“Dis!”

 Suara itu... suara lembut, merdu, dan selalu ingin kudengar sebelum aku tidur melalui sambungan telepon. “Gotcha!!!” batinku. Aku tidak berani menoleh, tidak berani mengubah sikapku.

“Gadis?” Suara itu makin mendekat. Aura kehadirannya begitu terasa hangat. Dan, bau ini! Pikiranku terbang ke waktu itu… “Aku suka Kav sama wanginya, aku beli di pinggiran jalan Amsterdam. Kamu pake ya, aku juga pake. Biar wangi kita sama dan selalu inget satu sama lain.”

“Ada urusan apa Dis kamu ke Singapur?” tanyanya sambil menarik tanganku, agar aku menghadapnya. No, aku langsung menyingkirkan tangannya. Dia kaget, tapi tetap berusaha tersenyum.

“Hai, aku nggak nyangka ketemu di sini. Kamu mau terbang ke mana?” basa-basiku sambil menahan rasa perih bercampur sakit di hatiku. Memandang pria gagah yang sangat tampan di hadapanku. Yang selalu aku impikan untuk menjadi suamiku. 

“Aku nanya kok kamu balik nanya sih Dis? Aku juga nggak nyangka, akhirnya bisa satu pesawat sama wanita terkasihku. Dan berhasil nganterin dia sampai di tujuan dengan selamat.” Nadanya terlihat amat bangga. Maklum, semenjak kami berpacaran hingga sampai saat ini, baru dua kali kami bisa satu pesawat dimana dia sebagai pilotnya.

 Aku memutar bola mataku. Apa tadi dia bilang? Wanita terkasih?!

“Emang tadi sepesawat sama Asha ya Kav? Mana? Kenalin gih sama aku.”

“Kok Asha sih Dis?" Dia menggaruk kepalanya, yang aku yakin sama sekali tidak gatal.

“Ya tadi kan kamu bilang nganterin wanita terkasih, ya mana Asha nya?” Aku berpura-pura celingak-celinguk seolah-olah mencari Asha. Kavaleri menghembuskan nafasnya.

“Eh stop dulu, dari pada berdiri gini mending kita cari kafe yuk buat ngobrol. Gue lihat, lu berdua pengen ngobrol banyak nih.” sela Valerie. Gosh! Aku melirik Valerie tajam, dia berusaha menahan senyumnya.

“Boleh, flight selanjutnya juga masih satu jam-an lagi kok. Aku tau kafe enak di Changi."

“Nggak bisa Kav, aku ada urusan, mungkin kamu sama Valerie aja ya. Val, gue tunggu di hotel ya! Bye!” Aku berjalan secepat mungkin menjauhi mereka. Hatiku hancur. Tak terasa satu bulir air mataku membasahi pipiku.

“Val, gue masih sayang sama dia...” ucap Kava.

☺☺☺

Aku sudah berada di dalam kamar hotel yang cukup mewah. Saat aku mulai membenahi barang bawaanku, tiba-tiba saja iPhone-ku berdering. Radit Incoming Call. Aku segera menggeser layarku.

“Halo?” sapaku datar. Masih terlalu jet lag jika harus menanggapi ocehan Radit tentang pekerjaan.

“Ih non, datar amat sih? Jet lag ya?” Aku membuang nafas kasar. Dan sialnya Radit mendengar itu. “Maaf ya Dit, gue lagi bener-bener kesel nih. Kalo lu mau ngomongin masalah tender, lu skype gue aja ya. Biar bisa lebih jelas.” suaraku terdengar lesu.

“Udah kalo lu capek, meeting bisa diundur sampai besok pagi. Kalo lu nggak fit, ntar malah kita kalah. Gue bakal kasih waktu istirahat buat lu sama Valerie, sehari aja tapi ya. Besok pagi gue skype lu buat skenarionya. Oke?”

Aku tersenyum gembira, tanpa sepengetahuan Radit pastinya. “Iya makasih ya Bos! Gue janji, besok gue sama Valerie balik ke Indonesia bawa kabar super gembira deh buat perusahaan kita!”

“Yaudah lu istirahat gih. Jangan lupa makan ya. Bye Dis!”

Aku membanting iPhone-ku di kasur, dan saat bersamaan Valerie membuka pintu hotel. Mukanya terlihat sangat... sumringah?

“Apa lu?!” Tantang gue saat dia berjalan ke arahku.

“Hihihi, kenapa sih lu Dis? Jutek amat. Tadi gue sempetin ngobrol bentar ama Kava. Dia bilang kangen banget sama lu.” Valerie melepas sepatu dan jaketnya. Aku melirik ke luar jendela hotel. Memikirkan betapa manis senyumnya dan betapa memikatnya dia tadi.

“Gue rasa, bau lu sama Kava mirip deh?” Valerie mencoba duduk di hadapanku. Aku melihat ke arahnya dan mulai meneteskan air mata. Oke, pertahananku runtuh! Kepribadianku berubah jadi cengeng semenjak ditinggal Kava. Aku menghambur ke pelukan Valerie, dengan sesenggukan tangisanku, sahabatku satu ini membelai punggungku dengan lembut.

“Kenapa Dis? Lu jangan berusaha tegar dengan sama sekali nggak nangis. Gue tau betapa sakitnya lu nanggung semua ini. But, life must go on baby! Jangan stuck di satu orang aja. Lu harus cari pengganti Kava, karena itu satu-satunya cara lu bisa ngelupain kenangan-kenangan lu sama dia.”  Aku melepaskan pelukannya. Menatapnya dalam-dalam.

“Kenapa sih Val, kalo Kava udah nggak sayang gue dia masih pake parfum yang baunya sama kaya gue? Kenapa kalo dia udah mutusin gue, dia ngotot mau main ke rumah gue? Val, tiga bulan dari sekarang dia bakal nikah. Dan yang lebih sakit, dia nikah bukan sama gue! Pacarnya yang udah lima tahun dia pacarin! Dengan gampang orang ngerebut dia dari gue, dan dia pasrah gitu aja saat bokapnya nglarang dia buat pacaran sama gue!!! Apa usaha dia cuma segitu aja? Apa dia nggak mau memperjuangkan cinta kita?” Valerie hanya menatapku iba. Ia tau betul bagaimana perasaanku saat ini.

Valerie membenarkan posisi duduknya, lebih dekat denganku. “Dia masih mau make parfum dari lu, karena dia masih sangat mencintai lu Dis. Dia mau main ke rumah lu, karena dia pengen bilang ke bokap nyokap lu, bahwa dia lagi ada masalah sama lu dan masalah ini serius. Dia bukannya nggak mau berjuang buat cinta kalian, tapi dia nggak punya pilihan lain selain nurutin apa kemauan bokapnya. Dia diancem bokapnya, kalo sampai dia nggak nikah sama Asha, semua hak terbang dia bakal dicabut pemerintah dengan segala usaha bokapnya. Lu tau siapa dan apa kekuasan bokapnya kan Dis? Jadi, lu harus percaya bahwa saat ini Kavaleri lagi berusaha agar kalian bisa bersatu lagi.” Jelasnya panjang lebar. Aku mengerutkan dahiku.

“Dari mana lu tau semua itu?” tanyaku menyelidik. Valerie tersenyum simpul sambil turun dari kasur.

“Kava tells me.”

OH MY GOD! Aku tidak tau jalan pemikiran orang itu! Pertama, dia lebih memilih minta izin ke Kak Celine daripada ke aku. Dan kedua, dia memilih cerita ke Valerie tentang usahanya bersatu kembali denganku. Aku mengusap air mataku. Entah kenapa, hatiku merasa damai. Mengetahui bahwa Kava, sedang berusaha memperjuangkan hubungan kami. 5 tahun bukanlah waktu singkat bagiku untuk melupakan begitu saja segala kenangan bersamanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status