Arnold mematikan mesin mobil, ia langsung melepas seat belt dan melangkah turun ketika ingat dua orang itu sudah berdiri di depan pagar rumah sambil melipat tangan di dada. Arnold sontak nyengir lebar, hendak mendekati mereka ketika kemudian Linda lebih dulu buka suara.
"Bagus! Bapaknya di sini kamu masih berani juga ya main bawa kabur anak orang?" Linda melotot gemas ke arah sang anak, membuat Arnold kembali nyengir memamerkan giginya yang putih bersih.
"Niat Arnold sih biar Mami sama Papa bisa ngobrol berdua gitu." gumam Arnold membela diri. "Sudah selesai, kan, ngobrolnya?"
Linda menghela nafas panjang, menatap Arnold dan Sisca yang kompak nyengir lebar. Begitu pula dengan Burhan, dia hanya menggeleng perlahan sambil mengulum senyum.
"Sis, pulang! Tidur di rumah!" titah Burhan yang langsung diikuti anggukan kepala oleh Sisca.
Sisca melangkah mendekati Linda dan mencium tangan Linda dengan hormat, berdiri di samping sang p
"Rajin amat pagi-pagi udah bangun, Sis?" komentar Burhan ketika sepagi ini menemukan anak gadisnya sudah sibuk di dapur.Sisca sontak membulatkan matanya, "Pa, tiap hari Sisca begini ih!" ia lantas mencebik, dia sudah terbiasa seperti ini semenjak keluar dari rumah dan kuliah di luar kota.Tawa Burhan pecah, ia duduk di salah satu kursi dan menatap Sisca yang sibuk mengaduk sesuatu di penggorengan. Dari baunya seperti nasi goreng, ah ... bahkan sejak SD pun, Sisca sudah pandai memasak masakan itu seorang diri."Tak kau ajak calon suami dan calon mama mertuamu sarapan?"Tangan Sisca tampak berhenti mengaduk nasi dalam wajan, ia mengecilkan api dan menoleh menatap sang papa yang mengamatinya dari kursi tempat dia duduk."Papa nggak masalah kalau tante Linda ikut bergabung sama kita buat sarapan?" tentu Sisca perlu mempertanyakan hal ini, bagaimana pun dulu pernah terjadi sebuah ikatan di antara mereka berdua, dan sebuah hal yang tidak cukup baik menj
"Aku pamit, Han."Burhan mengangguk pelan, ia tersenyum menatap Linda yang pagi ini sudah hendak kembali ke Jakarta. Mobil Sedan mewah itu sudah berhenti di depan rumah Arnold, tampak seorang laki-laki muda berpakaian serba hitam berdiri tegap di samping mobil."Save flight, Lin. Aku tunggu kabar kelanjutan obrolan kita semalam." tentu itu yang Burhan nantikan, ia ingin anak gadisnya segera mendapat kepastian, terlebih dia sudah begitu jauh berbuat, bukan?"Akan langsung aku kabari, Han. Jangan khawatir." kini Linda menatap Sisca yang berdiri di samping Burhan, tersenyum, meraih tangan Sisca dan meremasnya lembut. "Mami balik ya, Sayang. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan hubungi Mami, ya?"Sisca tersenyum, mengangguk pelan tanda dia mengerti dan paham mengenai apa yang tadi diperintahkan Linda kepadanya."Kabari Sisca kalau Mami sudah sampai, ya?" sebuah hal sepele yang sangat dinantikan oleh orang-orang ketika orang yang dia saya
"Sejauh apa hubungan kamu sama Dirly?"Jelita memucat, dia menatap sang bos dengan tatapan serius. Kenapa bosnya menanyakan hal itu? Apakah ada sesuatu rahasia yang laki-laki itu simpan darinya, yang tidak pernah Jelita ketahui? Dia belum beristri, bukan?"Me-memangnya kenapa, Pak?" tanya Jelita dengan mata yang tidak lepas dari wajah Arnold.Arnold menghela nafas panjang, menundukkan pandangannya sejenak lantas kembali menatap Jelita dengan seksama."Tidak apa-apa, aku hanya sedang berusaha melindungimu."***"Si Dirut Dajjal kemana sih?"Jelita terkejut setengah mati dengan kehadiran tiba-tiba sosok itu di depan mejanya. Ia fokus menatap wajah itu lantas menggeleng perlahan."Saya nggak tahu, Pak. Tadi saya lihat masih di ruangan beliau." jawab Jelita yang meninggalkan sejenak pekerjaannya.Nampak sosok itu lantas duduk di kursi yang ada di depan Jelita, mengusap wajahnya sambil mendengus ke
Jelita mematut dirinya di depan cermin, agaknya ini bukan pilihan yang buruk. Atasan model Sabrina dengan dada berkerut warna merah dan celana highweist warna putih terlihat begitu pas dan cantik dia kenakan. Rambutnya dia curly dan dia beri jepit tepat di atas telinga sebelah kanan. Sepatu dengan hak lima centi itu menjadi pilihannya malam ini. Tak lupa tas selempang warna krem yang senada dengan warna sepatu, turut menyempurnakan penampilannya malam ini.Jelita bergegas turun, sejak lima menit yang lalu, Dirly sudah mengabari dirinya bahwa dia sudah menunggu di depan gerbang kost.Dengan langkah tergesa, Jelita keluar dan mendapati mobil berwarna hitam itu sudah stand by di sana. Jantung Jelita berdegup dua kali lebih cepat, ia melangkah menghampiri mobil itu, membuka pintunya dan masuk ke dalam."Nunggu lama, Pak?" tanya Jelita pada sosok yang tengah menatapnya dengan seksama itu, sebuah tatapan yang entah mengapa tidak membuat Jelita
Nomaden memang terkenal sebagai tempatnya steak lembut dan luar biasa nikmat. Steak olahan resto ini seolah memiliki sihir yang membuat para penikmatnya selalu ingin mencicipinya lagi dan lagi. Namun, di salah satu meja yang ada di depan stand Nomaden, agaknya bukan hanya hidangan mereka yang memiliki sihir, tetapi sosok yang begitu tampan dengan wajah cool bukan main itu seperti memiliki kekuatan yang membuat siapa saja betah menatapnya. Ya ... siapa saja, tidak terkecuali Jelita.Makan steak Nomaden dengan memandangi wajah tampan yang duduk di hadapannya ini? Astaga, nikmat mana lagi yang hendak Jelita dustakan?Jelita begitu asyik dengan steak dan 'pemandangan' di depannya, mereka sesekali mengobrol bahkan tertawa di sela-sela acara makan, hingga kemudian tangan itu terulur ke arah Jelita dan dengan begitu lembut menyeka sesuatu di bawah bibir Jelita dengan selembar tisu."Sausnya berantakan, Jel." desis Dirly dengan suara yang begitu lembut
Jelita tercekat luar biasa, dia tidak tengah bermimpi, bukan? Semua ini nyata, kan? Dirly, lelaki yang diam-diam mencuri perhatiannya, menerbangkan jutaan kupu-kupu di rongga perutnya itu, menyatakan cinta kepadanya? "ko ... ka-kamu ...," "YA!" potong Dirly tegas, "Aku serius!" Jelita tergagap, ia masih belum percaya dengan semua ini hingga Jelita tersentak ketika benda kenyal itu menyentuh bibirnya dengan begitu lembut. Wajahnya dengan Dirly kini begitu dekat, bahkan ujung hidung mereka saling bersentuhan. Bibir itu melumat lembut bibir Jelita, membuat Jelita rasanya ingin pingsan karena serangan mendadak ini. Dirly langsung main menyosor bibir? Bukan main! Jika awalnya Jelita terkejut setengah mati, dibeberapa detik kemudian, ia nampak hanyut dan terbawa permainan itu. Menikmati bahkan membalas pagutan itu dengan sama lembutnya. Bahkan satu tangan Jelita menempel dengan lembut di pipi DIrly. Bibir mereka bertaut cukup lama, hingga Di
Dirly benar-benar menuruti permintaan Jelita, berbulan-bulan mereka jalan tidak ada satupun yang mengendus hubungan mereka, Dirly sekalipun. Mereka tidak nampak dekat, jarang terlihat bersama. Ya ... ketika di kantor mereka seperti itu, tapi itu tidak berlaku ketika mereka di luar kantor. Jelita memarkirkan motornya di halaman parkir gedung apartemen Dirly, melepas helm dan membawa plastik besar yang sejak tadi bertengger di lantai motor matic-nya. Seperti biasa, hari minggu selalu Jelita habiskan dengan kekasihnya itu. Sekedar jalan-jalan, makan di luar, pergi ke luar kota atau yang terbaru, Dirly mengundang Jelita datang ke apartmen miliknya. Jelita sudah sering berkunjung ke tempat tinggal sang kekasih. Sekedar membersihkan unit itu, memasak beberapa makanan untuk Dirly dan sekedar beristirahat di sana. Meskipun begitu, untuk kunjungannya yang kali ini, Jelita sedikit merasa dag-dig-dug. Pasalnya baru kali ini mereka akan berduaan di unit yang hanya pu
"Nah, apa susahnya sih ke dokter?" Jelita tersenyum ketika mereka melangkah keluar dari ruang praktek dokter di salah satu klinik yang kebetulan buka di hari minggu. "Susah lah, aku nggak mau!" Dirly tampak mencebik. Dokternya seksi tadi kata Jelita, buktinya? Om-om, perutnya gendut lagi! Sungguh zonk sekali! Tawa Jelita pecah, membuat Dirly makin cemberut. Mereka melangkah ke tempat pengambilan obat, menyerahkan resep itu dan duduk di kursi yang tersedia. "Macam anak TK, nggak diapa-apain, kan, tadi sama dokternya? Cuma diperiksa aja, Sayang!" Jelita mencubit gemas pipi Dirly, membuat lelaki itu kembali memanyunkan bibirnya. "Katamu tadi dokternya seksi, mana?" Jelita sontak menoleh, menatap kekasihnya yang berwajah masam itu kemudian menggebuk gemas punggung Dirly, membuat lelaki itu sontak terkejut dan melonjak karena kaget. "Mau gantian ngecengin dokternya gitu? Iya?" Jelita menatap tajam Dirly yang makin pucat, wajah itu son