Tidak terasa kandungan Kimi kini sudah memasuki usia tujuh bulan. Hari ini Kimi menginap di rumah Sara, karena di sana akan diadakan acara tujuh bulanan untuk kehamilan Kimi.Rumah Sara terlihat begitu ramai. Mina dan sang suami juga anak kembarnya tentu juga berada di sana.“Onikim, adik bayinya sedang apa?” tanya Biru sambil menatap perut Kimi yang lumayan besar.Kimi mengelus perut dengan senyum di wajah, menatap Segara dan Biru yang terlihat memandang perutnya seolah ingin menyentuh.“Adiknya lagi bobok di dalam,” jawab Kimi.Biru mengulurkan tangan ingin menyentuh, tapi Segara mencegah.“Nanti kamu tekan.” Segara mencegah karena takut Biru menekan perut Kimi.“Biru nggak nekan,” kata Biru.Kimi tertawa melihat tingkah kedua saudara kembar itu, kemudian mengusap rambut Segara dan Biru secara bergantian.“Nggak apa-apa kalau mau sentuh, tapi tidak boleh ditekan,” ucap Kimi memberi pengertian.Biru dan Segara mengangguk, keduanya lantas menyentuh perut Kimi, mengusapnya lembut bahka
“Kondisi janinnya sehat, dia tumbuh dengan baik. Panjang dan berat pun sesuai dengan umur.”Dokter baru menjelaskan setelah selesai mengecek kondisi janin di rahim Kimi.Richie menggenggam telapak tangan Kimi, tatapannya tertuju ke monitor yang kini sedang memperlihatkan calon bayi mereka. Bola mata Richie terlihat berkaca, bahagia melihat makhluk kecil itu tumbuh dan berkembang di dalam sana.“Jenis kelaminnya apa, Dok?” tanya Kimi karena penasaran, meski awalnya berkata apa pun jenis kelamin sang bayi dia akan menerima, tapi tetap saja dia penasaran.Dokter tersenyum saat mendengar pertanyaan Kimi, lantas kembali menggerakkan alat USG hingga akhirnya berhenti di satu titik.“Sepertinya perempuan. Kelaminnya sudah tertutup paha,” kata dokter itu. “Tapi di sini tidak ada gundukan, artinya memang perempuan.”Kimi semakin mempererat genggaman tangan pada Richie, dirinya begitu bahagia dan haru dengan anugerah yang diterima.**Richie dan Kimi sudah di rumah setelah dari rumah sakit. Ked
Richie langsung membawa Kimi ke UGD. Di sana perawat langsung mengecek kondisi Kimi begitu masuk ke ruang pemeriksaan.“Apa mulasnya sudah semakin sering?” tanya perawat sambil mengecek tekanan darah Kimi.“Agak jarang, tapi ini sangat sakit,” jawab Kimi sambil menahan kontraksi yang tidak teratur.Richie begitu cemas, hingga terus menggenggam erat telapak tangan Kimi. Bukan hanya Kimi yang merasakan sakit saat akan melahirkan, tapi Richie juga merasakannya.“Apa sudah bisa dilakukan tindakan, istriku sangat kesakitan?” tanya Richie yang cemas akan kondisi Kimi.“Baru pembukaan lima, Pak. Kita masih harus menunggu sampai pembukaan sempurna,” jawab perawat yang memang tidak bisa berbuat banyak.“Dokter yang biasa mengecek kondisi dokter Kimi juga sudah dihubungi dan kini sedang dalam perjalanan kemari,” ujar perawat itu lagi.Richie bingung harus bagaimana, sedangkan dia tidak tega melihat Kimi yang meringis kesakitan.“Apa masih sakit?” tanya Richie. Ditatapnya wajah Kimi yang sedikit
Kimi sudah dipindah ke ruang inap biasa. Richie sejak tadi pun terus menemani dan tidak ada niat untuk meninggalkan istrinya itu, bahkan Richie tidak berkeinginan melihat bayi mereka yang sedang dibersihkan perawat.Sara juga yang lainnya datang ke rumah sakit termasuk Nova, setelah Richie memberi kabar. Mereka kalang kabut karena Kimi melahirkan saat mereka baru saja membuka mata.“Lihat, dia sangat cantik.” Puji Nova saat menggendong bayi Kimi.“Hidungnya sangat mancung,” ucap Sara yang berdiri di samping Nova.Para nenek berebut bayi mungil yang baru saja berumur beberapa jam itu. Mereka sama-sama ingin mendapatkan kesempatan untuk menggendong dan menimang.Berbeda dengan para nenek yang berebut cucu. Richie malah memilih fokus ke Kimi yang masih sedikit lemah meski tak seperti tadi saat di UGD. Dia menatap wajah Kimi yang masih pucat, satu tangan terus menggenggam telapak tangan Kimi seolah enggan melepas.Kimi memperhatikan Richie, merasa aneh karena sang suami sejak tadi terliha
Usia bayi Kimi dan Richie memasuki dua minggu. Setiap harinya Kimi dan Richie menjaga Marsha bergantian. Kimi akan sibuk menjaga Marsha di saat siang hari, sedangkan malam hari Richie lah yang akan menjaga saat Marsha terbangun.Seperti malam ini, sama seperti malam-malam sebelumnya. Richie terbangun karena Marsha menangis karena mengompol.“Biar aku saja,” ucap Kimi mencoba membuka lebar kelopak matanya. Dia tahu jika seharian Richie sudah bekerja, malam pun masih bergantian menjaga Marsha.“Tidak usah, kamu istirahat saja. Biar aku yang mengganti popoknya,” ujar Richie mencegah Kimi bangun.Kimi tidak tega melihat Richie harus terjaga setiap malam, meski suaminya berkata dan meminta dia untuk istirahat lagi, kenyataannya Kimi tidak bisa tidur begitu saja.Kimi bangun dan memperhatikan Richie yang sedang mengganti popok Marsha. Richie menjadi sosok ayah yang sangat perhatian dan bertanggung jawab selama dua minggu ini.Marsha masih menangis meski sudah diganti popok, ternyata bayi mu
Kimi panik saat mengetahui Richie sakit, belum lagi wajah suaminya begitu pucat dan Richie pun enggan bangun karena tubuh lemas dan suhu badan yang hampir empat puluh derajat Celsius saat diperiksa dengan termometer. Kimi pun memutuskan mengambil ponselnya, kemudian menghubungi Sara.“Halo, Mi.”“Halo, Kim. Ada apa?” tanya Sara dari seberang panggilan.“Mami bisa ke sini? Richie sakit, Mi. Aku tidak bisa mengurus Marsha dan Richie bersamaan,” ujar Kimi menjawab pertanyaan Sara.“Kamu tenang jangan panik! Mami akan segera ke sana.”Kimi bersyukur sang mami mau datang ke rumahnya. Setidaknya Sara bisa membantunya mengurus Marsha, selagi dia mengurus Richie.Marsha sendiri sudah tertidur pulas setelah kenyang. Bayi mungil itu tidur di samping Richie dan hanya terhalang guling.Kimi duduk di tepian ranjang, menatap Richie yang masih memejamkan mata. Tangannya terulur, sebelum kemudian menyentuh kening Richie dan mengusapnya lembut.“Kimi,” lirih Richie saat merasakan sentuhan tangan Kimi
Hari itu rumah Kimi dan Richie ramai dengan banyak orang yang datang ke sana. Pasangan suami istri itu mengadakan aqiqah di rumah sendiri, sebab ingin menciptakan momen di acara si kecil.Biru dan Segara ada di sana, berdiri di samping baby box, sambil menatap Marsha yang sedang tidur.“Kenapa adik bayi ditaruh di kotak, Biru ga bisa pegang?” Biru menelusupkan tangan di sela pembatas baby box, hendak meraih bayi Kimi tapi tidak sampai.“Kita ga boleh ganggu tidurnya adik bayi,” ucap Segara.Keduanya masih terbengong menatap bayi Kimi, hingga Kimi menghampiri saat melihat Biru dan Segara yang terdiam memandang bayinya.“Acaranya mau dimulai, Biru dan Segara ikut keluar ya,” kata Kimi. Dia menggendong Marsha yang masih tidur.Kedua bocah kembar itu tidak paham dengan acara yang sedang berlangsung, keduanya memilih berlari keluar meninggalkan Kimi.Acara aqiqah pun dimulai, prosesi demi prosesi dilaksanakan dengan khidmat. Hingga tiba saatnya mencukur rambut bayi mungil yang kini berada
Tahun demi tahun pun berlalu, kini bayi mungil yang sudah diharapkan sejak lama, tumbuh menjadi balita yang menggemaskan.Marsha kini sudah berusia empat tahun. Balita itu sangat aktif dan tidak bisa diam sama sekali, membuat Kimi terkadang kewalahan menghadapi putrinya sendiri.“Marsha! Marsha!” teriak Kimi memanggil nama putrinya.Kimi sedang bersiap-siap karena akan pergi ke suatu tempat bersama sang suami, tapi Marsha malah main entah di mana saat kedua orangtuanya sudah siap pergi.“Coba cari di kamarnya,” kata Richie.Kimi mengangguk, kemudian pergi ke kamar Marsha untuk melihat apakah putrinya ada di sana.“Marsha!” Kimi membuka pintu dan mengedarkan pandangan, hingga betapa terkejutnya dia ketika melihat apa yang sedang dilakukan putrinya.“Astaga, Marsha! Kamu ngapain?”Kimi syok melihat Marsha memanjat jendela. Gadis kecilnya itu sudah mengenakan gaun cantik, tapi malah memanjat jendela seperti anak lelaki.Richie langsung menghampiri karena mendengar suara teriakan Kimi, hi