"Jadi panggilannya 'rubah'? Menarik". Smirk yang ditunjukan oleh killian setelah menelepon anak buahnya. Mengetahui informasi yang dibocorkan oleh pihak kepolisian sendiri.
"Cara apa yang bagus biar lo bisa masuk kedalam jebakan wahai 'rubah', berani beraninya lo bersembunyi di tempat gue".
Ditempat lain, amara tidak mengetahui jika mulai saat ini dirinya sedang dalam bahaya.
***
Saat ini amara sedang berada di ruang administrasi SMA Cahaya Hati. Waktu menunjukan pukul 01.00 dini hari. Dengan memakai setelan serba hitam, ia menyelinap diam diam masuk ke dalam sekolah di saat security sekolah sedang lengah. Melompati pagar sekolah yang terbilang tinggi.
Tujuan amara adalah mencuri seluruh data base yang ada di sekolah tersebut. Harapannya agar gadis itu menemukan sesuatu sebagai petunjuk. Menyalakan salah satu komputer yang ada disana, meretas datanya lalu menyimpan di flashdisk. Sambil menunggu proses penyimpanan, amara berinisiatif melihat li
Sekali lagi, semua mata yang ada di SMA Cahaya Hati di buat melotot. Mulai dari security, petugas kebersihan, guru, siswa, sampai tikus penghuni gorong gorong sekolah pun ikut terkesima melihat pemandangan yang terpampang nyata di depan mereka.Bagaimana tidak, saat ini mereka melihat valdo sedang menggandeng tangan amara saat memasuki lingkungan sekolah. Itu bisa dibilang kejadian yang teramat sangat langka.Ibarat kata seperti mengharap song jong ki numpang ngopi ke rumah kita. Ah, pokoknya nggak bisa dibayangkan, tapi ternyata hal itu benar benar terjadi.Sebelah tangan security sampai terjepit gerbang saat ia hendak membuka gerbang lebih besar. Guru guru hanya bisa bengong melihat hal itu. Sedangkan para siswa yang melihat langsung memfokuskan pandangan mereka kepada dua orang yang sedang berjalan masuk. Seperti gerombolan hyena yang menunggu mangsanya lengah.Tapi tidak untuk seseorang yang tengah berada di parkiran motor sekolah, seorang siswa lelak
"SIIIIILV... SILVIIEEE..." Teriakan maya terdengar menggelegar memecah suasana pagi yang damai. Jika di panggil dengan heboh begitu, jangankan amara, seluruh siswa yang ada di situ pasti ikut ikutan heboh."SIIILV... Lo dimana sih?". Maya masih berteriak sambil berlari menghampiri kelas amara. Setelah menemukan orang yang dicari, maya segera mendekat.Masih dalam kondisi terengah engah, maya memberitahukan berita penting yang terjadi pagi ini."Ada apa sih may? Kok kamu sampai lari larian gitu". Tanya amara kepada maya."Gawat silv... gawat"."Gawat kenapa? Ya udh minum dulu nih. Kumpulin nafas dulu". Amara menyodorkan sebotol air mineral dari tasnya.Dengan cepat maya menggelengkan kepalanya. "Nggak... Nggak usah. Lo harus ke lapangan sekarang. Ayok ikut gue".Maya menarik lengan amara agar gadis itu mengikutinya. Namun, amara menahan tarikan maya sehingga posisi amara saat ini masih duduk di kursinya."Ada apa sih may? Kamu cer
'aduuh keceplosan'. Amara mengumpat di dalam hatinya atas kecerobohan yang barusan ia katakan.Amara kembali melihat ke arah belakang dimana valdo dan ruben berada. "Saya... Saya remaja stabil, nggak labil kayak kalian. Hehehe". Kembali melihat ke depan. Amara menyembunyikan raut wajah yang merutuki kebodohan dirinya.Amara, valdo dan ruben sudah sampai di kelas. Baru juga sampai di pintu masuk, mereka bertiga langsung jadi pusat perhatian. Seluruh siswa bahkan guru yang sudah ada di kelas langsung melayangkan pandangan mereka."Selamat pagi bu, maaf kami terlambat". Ucap amara menyapa bu siska sebelum masuk ke dalam kelas."Ia tidak apa apa. Silahkan masuk". Bu siska tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Ia sudah tahu kelakuan apa yang telah diperbuat valdo dan ruben tadi.Walau peristiwa itu baru saja terjadi, namun hal itu langsung menjadi trending topik di seluruh antero sekolah. Bagaimana tidak, dua siswa populer yang tidak pernah terdenga
Amara menundukkan kepalanya agar wajahnya tak terlihat oleh andri, kakaknya maya. Seketika ia merasa panik, benarkah lelaki yang ada dihadapannya benar benar orang yang ia kenal atau hanya mirip saja. Tapi mana mungkin kan sampai nama lengkapnya juga sama.Fix, ini memang andri yang itu. Amara tidak menyangka akan bertemu dengan teman seangkatannya sewaktu SMA dulu. Masih dengan posisi menundukkan kepalanya, berharap lelaki itu tidak mengenalinya.Dunia memang hanya selebar daun kelor, bisa bisanya mereka berdua bertemu disaat amara sedang dalam mode penyamaran."Silv, lo kenapa? Kayak ketakutan gitu sama kakak gue". Maya melihat gelagat aneh setelah amara melihat kakaknya."Nggak... Nggak kenapa kenapa. May, mendadak perut saya sakit. Saya mau ke toilet sebentar ya"."Ya udah, pake toilet yang ada di ruangan ini aja"."Nggak usah. Nggak enak sama kakak kamu. Saya pakai yang di luar aja".Tanpa menunggu persetujuan maya, amara bergegas keluar dari
"aduduh... Sakit, pelan pelan tante"."Lagian siapa suruh pake acara berantem segala"."Maaf tan.. abis aku kebawa emosi tadi". Ruben mengelus bekas luka dan memar akibat perkelahiannya dengan valdo.Setelah sampai di rumah sepulang sekolah, alangkah terkejutnya tante mayang melihat keponakannya dengan kondisi sudut bibir yang sudah memar. Semenjak di bangku SMP, ruben memang di asuh oleh paman dan bibinya.Tante mayang adalah adik dari ibunya ruben. Kebetulan mayang dan suaminya tidak memiliki anak, sehingga semenjak ibunya ruben tidak bisa merawatnya di karenakan kondisi yang tidak memungkinkan. Mereka berdua berinisiatif untuk mengasuh ruben seperti anak mereka sendiri.Walau berstatus keponakan, tapi tante mayang dan suaminya sangat menyayangi ruben seperti anak kandung sendiri. Selama ini ruben selalu menunjukkan sikap ramah dan penurut. Oleh karena itu alangkah terkejutnya mayang melihat kondisi ruben yang babak belur seperti habis berkelahi. Padahal t
Pagi ini seorang gadis masih terbaring di tempat tidurnya yang nyaman. Dengan memakai selimut menutupi tubuh hingga hanya menyisakan bagian kepala. Begitu lelapnya seakan tidak ada beban di dalam hidupnya. Semakin lama alarm berdering, makin membuat anak manusia itu menarik selimut menutupi telinga semata mata untuk memperpanjang masa tidurnya yang telah terganggu.Tok... Tok... Tok..."May... Maya... Bangun. Udah jam berapa ni. Nanti kamu telat ke sekolah". Rutinitas ibunya maya membangunkan anak gadisnya setiap hari. Walau alarm tetap di pasang setiap hari namun hal itu percuma. Tidak akan berpengaruh kepada gendang telinga maya yang sudah kebal akan teriakan alarm itu.Berbeda jika yang membangunkan adalah ibunya. Maya pasti akan langsung menyegarkan matanya walau dengan terpaksa. Pernah suatu ketika maya malas untuk bangun, tapi apa yang di dapat adalah segarnya guyuran air. Tentu maya tidak ingin kejadian itu terulang kembali kan."Iya ma... Aku bangun". May
"Em... Gimana kalau kita langsung masuk aja ke kelas?". Ajak amara ke ruben untuk mengalihkan pertanyaan yang yang di tujukan untuk dirinya.Ruben tersenyum tanpa menjawab ajakan amara. Mereka berdua berjalan masuk menuju kelas. Kejadian itu ternyata di lihat oleh sosok lelaki yang dari tadi sudah memperhatikan interaksi antara amara dan ruben."Ngomong ngomong, gimana muka kamu? Masih sakit nggak?". Tanya amara disela langkah kakinya beriringan dengan ruben."Udah nggak apa apa. Lo khawatir sama gue?". Jika dilihat memang masih ada bekas memar di wajah tampannya."Iyalah, kamu nggak tahu aja gimana perasaan saya liat kalian berkelahi tempo hari. Memang apa sih yang bikin kalian ribut?"."Karena lo". Jawab ruben dengan cepat. Memang benar jika alasan valdo dan ruben berkelahi tempo hari memang karena dirinya.Amara segera menghentikan langkahnya, terkejut dengan apa yang ia dengar barusan. Ternyata apa yang ia pikirkan terjadi.Amara bertekad jika
Cintauntuk bisa menyadarinya memang hanya butuh waktu sepersekian detik. Namun untuk melupakan butuh waktu yang tak bisa di pastikan kapan rasa itu akan hilang.Semilir angin berhembus membuat sepasang manusia yang sedang duduk di bibir pantai sejenak melupakan beban yang selama ini mereka rasakan. Meninggalkan kewajiban untuk menikmati waktu singkat untuk memanjakan jiwa raga atas kepenatan yang dirasakan selama ini.Tak terasa matahari sudah mulai tergelincir di ufuk barat. Kebersamaan singkat yang membuat waktu berjalan begitu cepat."Ngomong ngomong lo nggak ngabarin ayah lo kalau sekarang kita jalan? Gue takut ayah lo nanti nyariin?". Tanya valdo. Lelaki itu ingat jika saat mereka berangkat, amara belum mengabarkan kepergiannya kepada ayahnya."Nggak. Dia juga lagi nggak di rumah"."Kalau gue perhatiin kayaknya ayah lo nggak pernah ada di rumah ya?".Glek...Oh iya. Amara melupakan kenyataan bahwa bisa saja ada yang curiga kenapa ayahn