—02—
Jonathan membawa Natasha untuk masuk ke dalam bathup. Setelah dia menyuruh wanita itu untuk membuka semua benang yang menempel di tubuhnya Pria itu lalu ikut masuk ke dalam bathup dengan tubuh yang juga sama polosnya. Menuangkan anggur ke dalam gelas yang tersedia di pinggir bathup itu. Memberikan minuman pada wanita yang terlihat tegang, namun sangat menggoda. Lalu dia juga meminum anggur yang dia tuangkan sendiri. Menikmati hangatnya air dan harumnya aroma dari wangi-wangian yang sudah sejak tadi disediakan entah dengan siapa, yang jelas semua itu perbuatan Richard Dowson. Natasha meletakkan minumannya, dia memainkan busa yang mengelembung menutupi dadanya. Mengambil dan memainkannya dengan jari-jarinya. Lalu meniupkan busa itu ke hadapan Jonathan yang hanya memerhatikannya. Pria itu tergelak. Lalu meletakkan gelasnya dan mulai membalas perbuatan Natasha. Hingga keduanya basah dan rambut mereka penuh dengan busa. Jonathan akhirnya menyuruh Natasha untuk berbalik. Dia mengambil sponge, lalu menggosok punggung Natasha dengan lembut. Wanita itu tersenyum. "Berbaliklah," pinta Jonathan. Busa ditubuh Natasha sudah menghilang. Sehingga bagian dada wanita itu tercetak jelas di hadapan Jonathan. Jonathan menarik napasnya dalam. Lalu mulai menatap wajah Natasha, untuk menenangkan dirinya agar tak terpancing. Sambil menggosokkan sponge ke leher dan dada Natasha secara perlahan. "Sudah. Bilaslah dirimu... Lalu pakai baju yang ada di lemari." kata Jonathan. Namun Natasha malah mengambil alih sponge dan mulai menggosokannya ke tubuh Jonathan. Pria itu setengah mati menahan napas. Dirinya menegang akibat tangan mungil Natasha yang menyentuhnya dengan intens. Dan tangan kecil itu semakin turun masuk ke dalam air yang hanya sebatas perut. Tangan Natasha semakin turun ke bagian bawah perut Jonathan. Pria itu menghentikannya. Meraih sponge yang ada di tangan Natasha. "Biarkan aku menyelesaikannya sendiri. Bilaslah dirimu, aku tak ingin kau demam. Besok pagi aku ingin mengajakmu ke suatu tempat," ujar Jonathan. Suaranya seperti tertahan. Dirinya berusaha mati-matian untuk menghindari percintaan sebelum besok. Setelah dia memberikan Natasha sebuah kejutan indah. Raut wajah Natasha terlihat kecewa. Namun wanita itu tetap menurut. Dia keluar dari bathup menuju shower. Jonathan tak mengalihkan tatapannya dari tubuh polos Natasha yang berjalan menuju shower, terlihat begitu seksi dan menggoda. "Ini semua karena si Dowson brengsek! Aku harus menahan diri untuk tak memakan Natasha sekarang. Playboy tengik itu mengerjaiku! Dia tau aku tak akan melakukannya sekarang," batin Jonathan terus mengumpati sahabatnya.- Natasha sudah duduk di atas ranjang dengan lingerie yang melekat ditubuh indahnya. Wanita itu terlihat sedang membaca sebuah buku. Jonathan yang baru selesai mencairkan sebuah balok es. Keluar dengan tubuh setengah telanjang. Matanya melihat Natasha yang begitu seksi. "Apa tak ada baju lain selain yang kau kenakan?" tanya Jonathan. Wanita bermanik mata hijau itu menggeleng. Jonathan menuju lemari pakaian, dan benar saja. Semua baju tidur milik Natasha hanya lingerie seksi yang kekurangan bahan. Jonathan memejamkan matanya dan kembali mengumpat mengutuki sahabatnya. "Sialan! Aku bersumpah kau akan kena kutukan Dowson! Kau akan direpotkan dengan wanita barbar yang akan mengganggu hidupmu dan kau akan bertekuk—" "Nathan? Kau kenapa?" tanya Natasha, menghentikan sumpah serapah Jonathan untuk Richard. Wanita itu merasa heran dengan pria yang sedang menatap ke dalam lemari sambil terdiam. "Bukan apa-apa Nath. Tidurlah... Aku akan terjaga sampai kau terlelap," jawab Jonathan. "Kau yakin tak ada apa-apa?" tanya lagi Natasha. "Ya. Kau tidurlah duluan," jawab lagi Jonathan. Natasha meletakkan bukunya dan menghampir Jonathan. Meraih tangan pria itu lalu membawanya ke ranjang. "Kita istirahat bersama, Nathan. Kau juga terlihat lelah. Aku tau kau menahannya karena tak ingin aku kelelahan. Tak apa, masih banyak waktu. Aku berencana ingin tinggal di sini beberapa minggu. Tak apa kan?" tanya Natasha. Jonathan mengangguk. Lalu mereka naik ke ranjang. Jonathan memeluk wanitanya dengan posesif. Natasha terkejut, dirinya tak ingin memancing Jonathan. Namun pria itu terlihat manis dan manja saat ini. Dan Natasha tak ingin merubah mood pria itu. Wanita itu bergerak mencari posisi nyaman untuk tidur. "Tolong jangan banyak bergerak Nath! Tidurlah." kata Jonathan dengan mata terpejam. Natasha hanya tersenyum dan akhirnya ikut memejamkan matanya.*** Pagi harinya, Natasha terbangun dan tak mendapati prianya tak berada di sampingnya. Dia beranjak dari ranjang, melihat sebuah buket bunga berada di meja rias. Natasha mengambil bunga itu dan membaca kartu yang terselip di bunga itu."Good morning my future wife... semoga semalam tidurmu nyenyak. Mandi dan bersiaplah... Sebentar lagi kau akan di jemput dan diantarkan ke tempatku. See you love...Your only loveNathan." Natasha merona, tersenyum melihat buket bunga itu. Ditambah kata manis dari kartu itu. Membuatnya semakin heran dengan Nathan-nya yang seperti bukan dirinya. Namun tak dapat dipungkiri, wanita itu senang dan bahagia dengan perubahan Jonathan yang lebih lembut dan romantis. Natasha lalu bergegas mandi untuk mempercepat waktu bertemunya dengan Jonathan. Namun setelah mandi, dirinya kembali terkejut dengan seorang penata rias yang sudah menyiapkan alat make up-nya di meja rias. "Kau sudah selesai nona? Kenalkan saya Julia. Saya diminta tuan Jonathan untuk merias anda," ujar penata rias bernama Julia itu. "Hm... Baiklah. Tapi memangnya kemana dia akan membawaku?" "Saya hanya bertugas merias nona. Maaf," ujar lagi Julia. "Oh baiklah... Kalau begitu kau bisa memulainya. Jangan terlalu tebal karena aku tak suka." kata Natasha. Dan demi mempersingkat waktu. Penata rias bernama Julia itu menyelesaikan polesan terakhirnya tepat selama tiga puluh menit. Dan hasilnya terlihat menakjubkan Natasha yang terbiasa sudah cantik. Sekarang semakin cantik dengan sedikit polesan dari tangan berbakat Julia. "Sudah selesai nona. Apa ada yang perlu kuperbaiki?" tanya Julia. "Tidak, ini cukup Julia. Terima kasih... Kau sangat pandai," ujar Natasha tulus. "Baiklah nona. Kalau begitu mari, saya bantu anda untuk mengganti pakaian dengan gaun yang sudah disediakan," ujar Julia. "Gaun?" tanya Natasha mengerutkan keningnya. Lalu Julia menunjukkan gaun yang sejak tadi tergantung namun tak disadari oleh Natasha. Gaun putih gading yang terlihat sederhana. "Oh... Baiklah," ujar Natasha. Sepuluh menit kemudian Natasha sudah siap berangkat. Dia keluar dari kamarnya menuju ruangan santai. Dia mendapati Richard yang duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. "Hah... Akhirnya kau selesai juga. Ayo kita berangkat." kata Richard. "Ehm... Dimana Nathan, Chard? Sebenarnya ada acara apa pagi-pagi begini aku harus memakai gaun dan berias?" tanya Natasha masih bingung. "Aku hanya dimintai tolong olehnya untuk membawamu ke tempat dia berada saat ini," jawab Richard. "Oh... Baiklah. Ayo kita berangkat," ujar Natasha untuk kesekian kalinya dia memilih menuruti semua orang yang dimintai tolong oleh Jonathan. "Tunggu dulu," tahan Richard. Membuat Natasha berhenti. "Bisa tolong angkat sebentar rambutmu ke atas?" pinta Richard membuat Natasha mengerutkan keningnya. Namun tetap dituruti. "Baiklah turunkan lagi. Lebih cocok di gerai," ujar Richard beralasan. "Sial! dia menang!" gumam Richard, setelah dirinya memastikan sendiri bahwa tak ada tanda dan bekas merah disekitaran leher Natasha. "Apa?" tanya Natasha. "Hah... Tidak ada. Ayo kita berangkat. dia sudah menunggu." kata Richard berjalan lebih dulu.*** Sebuah gereja dengan bangunan khas Italia menjadi pemberhetian mobil yang dinaiki Richard dan Natasha. Keduanya turun dan menatap bangunan yang indah memanjakan mata. Tak hanya bagian luar yang terkesan indah. Namun bagian dalamnya juga terlihat indah. Natasha masih bingung dengan apa yang akan dilakukan Jonathan padanya di sebuah gereja. Dia melihat pria itu berdiri seorang diri, di depan mimbar sambil menatap ke arahnya yang berjalan menghampiri. "Nathan... Apa yang kau lakukan?" tanya Natasha. Jonathan meraih tangan Natasha untuk berhadap-hadapan dengannya. "Bukankah kemarin sudah ku katakan, bahwa; aku akan memberimu sebuah kejutan berupa kebahagiaan," ujar Jonathan. Dirinya terlihat tampan dengan balutan jas hitam dan kemeja putih di dalamnya. "Ya... Aku cukup bahagia untuk saat ini bersamamu. Tak ada hal lain yang kuinginkan Nathan." "Jika kau tak ada, tak masalah. Tapi aku sangat menginginkan hal lain, selain bersama denganmu." "Apa itu?" "Menjadi suamimu, ayah dari anak-anakmu dan pendamping hidupmu sampai kau menua bersamaku. Jadi... Apa kau bersedia menerimaku?" Natasha tertegun mendengar pernyataan bergetar dari Jonathan yang terdengar tegas, cepat dan serius. "Seharusnya aku yang bertanya padamu, apakah kau mau menerimaku yang bahkan telah kotor dan—" "Berhenti mengucapkan semua itu Nath. Jawab saja pertanyaanku," potong Jonathan cepat. Natasha meneteskan air matanya. "Tentu aku mau," jawab Natasha. Jonathan tersenyum, menghapus air mata itu. "Kita menikah sekarang, bagaimana? Jangan khawatir. Karena akan ada saksi dan Ibuku juga menemani dan tentunya seorang pendeta yang akan memberkati pernikahan mendadak kita," ujar Jonathan. Ibunya -Pauline- dan saksinya yang tak lain adalah Richard Dowson, dan seorang pendeta. Keluar dari persembunyian mereka dan ikut bergabung dengan Jonathan dan Natasha.Lalu acara berlangsung dengan cepat tanpa mengurangi kesucian dan kesakralan acara pernikahan tersebut. Pauline memeluk Natasha dan membisikan sesuatu. "Mom percayakan anak nakal itu padamu. Bersabarlah menghadapinya," bisik Pauline. "Mom...!" Jonathan memperingati Ibunya. Natasha tertawa melihat ibu dan anak yang saling mendelik tak suka. "Selamat my bro!" seru Richard. "Terima kasih untuk semuanya Dowson. Kau sudah banyak membantuku," ujar Jonathan. "Tak masalah... Karena memang tak ada yang tak bisa dilakukan seorang Dowson!" ujar Richard persis seperti apa yang dipikirkan Jonathan kemarin. "Natasha... selamat ya. Kau sungguh cantik hari ini," ujar lagi Richard hendak mengecup kedua pipi Natasha, setelah dia menjabat tangan wanita itu. Namun Jonathan dengan cepat mengambil alih tangan Richard dan memeluk sahabatnya. "Ya terima kasih. Aku wakilkan kau untuk memeluknya, oke?!" tukas Jonathan. Richard dan Pauline terbahak melihat tingkah Jonathan yang sangat posesif terhadap Natasha. "Sudah Joe! Ayo kita rayakan pernikahanmu," ujar Pauline, "ayo Nath. Mom akan ceritakan masa kecil anak nakal itu." Wanita paruh baya itu membawa Natasha dalam gandengannya. "Mom! Jangan membuatku malu! Dan... Jangan menguasai Natashaku!" teriak Jonathan hendak mengejar. "Sabar Joe. Kau ingin ku rangkul seperti Natasha?" tanya Richard. "Tidak, terima kasih! Aku masih sangat normal! Dan kau... Berhutang satu tantangan padaku. Karena aku memenangkan taruhan kita!" ujar Jonathan sinis. Lalu mengejar Ibu dan Istrinya.**-03- Setelah satu harian Natasha dikuasai oleh Pauline. Akhirnya pada malam harinya. Wanita itu dapat dikuasai sepuasnya oleh Jonathan. Pria yang sejak kemarin menahan hasratnya untuk tak menerkam Natasha secara membabi buta itu. Kini tengah menikmati dirinya yang berada di dalam Natasha. Wanita di bawahnya itu mampu membuat Jonathan mengumpat dan mengerang tak tau malu. Ditambah kegiatan itu sudah berlangsung selama satu jam lamanya. Jonathan yang begitu memasuki penginapannya. Langsung meraup bibir Natasha dengan tak sabaran. Memojokkan wanita itu ke dinding. Meremas bagian dada Natasha. Membuka baju Natasha dengan merobeknya.&n
-04- Jonathan melirik Natasha yang duduk di hadapannya. Dia sedang menikmati makanannya. Setelah peperangan kecil dengan Pauline di kamar. Pria itu merasa malu dengan sikap Pauline, yang memarahinya seperti anak nakal yang membuat ulah di sekolah. "Hentikan senyum mengejekmu itu Nath!" tukas Jonathan. "Aku tak mengejekmu," jawab Natasha. "Jangan hiraukan dia Nath. Habiskan saja sarapanmu dan minum vitaminmu," ujar Pauline. "Vitamin apa yang kau berikanmom?" tanya Jonathan pada Ibunya.
—05— "Katakan siapa Odelia, Nathan?!" tanya lagi Natasha. Karena tak mendapat jawaban apapun dari Jonathan. "Bukan 'kah itu temanmu yang kau minta untuk diselamatkan?" jawab Jonathan atau mungkin dengan sengaja bertanya balik. "Namanya bukan Odelia. Tapi Margaretha," ungkap Natasha. Jonathan mendekat, namun Natasha kembali membuat jarak. "Benarkah? Pasti Richard salah mencari tau orang itu. Kau tau sendiri, dia tak bisa melihat wanita cantik," jawab Jonathan. "Tak ada yang bernama Odelia di sana Nathan! Kau ingin berbohong apa lagi?" "Lebih bai
Indahnya Venice, nyatanya tak membuat Jonathan maupun Natasha betah berlama-lama berada di kota atas air itu. Sehingga keduanya memutuskan untuk berpindah ke Inggris. Negara kelahirannya yang membuat Jonathan nyaman untuk tinggal menetap di sana. Dia membawa Natasha ke Mansion yang hanya diketahui oleh Ibu dan sahabatnya -Richard-. Natasha sendiri berdecak kagum dengan kemewahan mansion itu. Interior disetiap sudut ruangan, memiliki kesan tersendiri bagi sepasang manik mata hijau bening itu. Belum lagi beberapa ruangan rahasia yang hanya ditunjukkan padanya. Dan yang paling menarik dari semua itu adalah halaman belakang yang berbeda dari kebanyakan halaman mansion lainnya. Jonathan membuat sebuah p
Natasha terbiasa mandiri untuk pergi membeli keperluan rumah tangga. Meskipun beberapamaidmerasa tak enak dengannya. Namun demi membuatmaiddi mansionnya nyaman. Dia mengajak satu orang untuk membantunya mencari bahan makanan yang akan dibelinya. Dia sangatexitedsaat mertuanya berkata akan datang malam ini. Dia dengan semangat membuat daftar belanja untuk menyiapkan makanan demi menyambut Pauline. Disebuah supermarket besar di Inggris raya. Dia Dan seorangmaidyang paling muda bernama Rachel, sedang mengelilingi supermarket tersebut. "Rachel bisa minta tolong kau ambilkanparmesan, di rak sana?" pinta Natasha. Rachel mengangguk dan berjalan mengambil sebuah
Setelah mendapat perintah dari suaminya. Natasha bergegas merapikan barang-barang yang akan dibawa ke rumah Pauline. Dia memasukan baju-baju yang terlihat lebih sopan untuk dipakai, dia juga merapikan peralatan mandi danmake upsehari-hari yang biasa dia gunakan. "Kau tak perlu membawa semuanya sayang. Pauline akan menyediakannya. Dia akan memanjakanmu seperti seorang anak gadis," ujar Jonathan. Dia memasuki kamarnya, melihat Natasha yang sibuk menyiapkan banyak barang. "Oh... Sayangnya kegadisanku sudah kau ambil waktu itu," ujar Natasha. Jonathan mendekat. Memeluk Natasha dari belakang dan menghirup tengkuknya dalam. "Dan aku sudah bertanggung jawab untuk itu sayang," ujar Jon
Jonathan keluar dari kediaman Alberto. Dia memasuki mobil hitam yang sudah terdapat Richard di dalamnya. Pria itu hendak membuka sarung tangannya. Sambil menatap Jonathan dengan tatapan yang membuat Jonathan kesal. "Aku bersumpah akan menusuk bola matamu jika kau terus menatapku seperti itu!" tukas Jonathan tanpa menoleh kepada Richard. Dia tau, sahabatnya itu sedang mengejeknya melalui sebuah tatapan. Richard tergelak dan mulai menjalankan mobilnya. Mereka melaju menuju bandara untuk terbang ke Rusia. Jonathan terlihat sibuk dengantablet-nya. Dia mengecek rekaman kamera yang dia pasang di ruangan tempat Alberto tertembak. Memastikan tak ada seorangpun yang datang ke sana untuk membersihkan m
Truk yang dikendarai Jonathan hampir tiba di gudang penyimpanan semua barang ilegal milik Baranov. Sementara, sejak kepergian Jonathan dengan truk itu. Richard, juga ikut pergi melesat lebih cepat dan tiba di tempat favoritenya. Yaitu sebuah bangunan tinggi, dia mencari posisi ter-stategis untuknya melindungi Jonathan. "Nathan, si keparat Baranov berencana menuju ke gudang penyimpanan, sepertinya dia akan memeriksa sendiri barang yang kau bawa," ujar Richard darimicrophonekecil yang tersambung kepadaearphoneJonathan. Jonathan yang sedang terlihat serius mengendarai truk itupun menjawab informasi dari Richard. "Baiklah... Kita lakukan rencana