“Hai, aku Joana. Kamu temannya Jagat?” Joana mulai membuka suaranya. Ia begitu ramah menyapa Jasmine.
“Bukan, dia bukan temanku. Dia adalah guru les privatnya Shagun.” Jagat menjawab pertanyaan yang Joana tunjukan untuk Jasmine sebelum Jasmine sempat menjawabnya.
Mendengar kalimat Jagat tentu saja membuat Jasmine semakin kesal. Meskipun yang Jagat katakan itu benar namun tak seharusnya pria itu langsung menjawab demikian. Itu sangat melukai hatinya.
Sebisa mungkin Jasmine mengendalikan emosinya agar tak terpancing oleh ucapan Jagat. Ia mengatupkan bibirnya dan menggenggam tali tasnya begitu kuat sebagai pelampiasan amarahnya untuk Jagat.
“Cantik ya, masih muda lagi. Aku harap kamu nggak tergoda sama ....”
“Jasmine. Namanya Bu Jasmine, aku biasa memanggilnya seperti itu,” sela Jagat.
“Bu Jasmine, nama yang cantik, secantik orangnya. Dan aku harap kamu nggak tergoda sama Bu Jasmine kalau Bu
Akhir pekan pun tiba, hari ini terakhir Jasmine mengajar di sekolah dan di tempat bimbelnya. Hari ini juga jadwalnya ia memberikan bimbingan belajar Shagun.Untuk kesekian kalinya Shagun datang ke JM Smart untuk les privat dengan Jasmine karena Jasmine masih tak ingin datang ke rumah Shagun.Sedari tadi Jasmine ingin bertanya pada Shagun tentang Jagat dan perempuan yang akan menjadi ibu sambung Shagun bernama Joana itu, namun setelah beberapa kali menimbang-nimbang ia pun akhirnya mengurungkan niatnya untuk bertanya pada Shagun.“Ada apa, Kak?” tanya Shagun. Ia merasa jika guru les privatnya itu bertingkah aneh karena sedari tadi terus saja memandang ke arahnya.“Nggak kok, kamu teruskan saja belajarnya,” ucap Jasmine.“Kak Jasmine ada masalah atau mau ada yang Kak Jasmine tanyakan sama aku?” tanya Shagun.“Enggak kok. Ya udah, kamu lanjutkan belajarnya ya.” Jasmine mengulas senyumannya untuk S
Jasmine menormalkan detak jantungnya dulu sebelum ia keluar dari taksi yang ia tumpangi. Selama lima menit ia tetap bertahan duduk di dalam taksi hingga ada seorang pelayan yang menghampiri dengan mengetuk jendela di sisinya.Dengan terpaksa Jasmine keluar dari taksi setelah membayar ongkos taksinya.“Tuan dan Ibu Joana sudah menunggu Anda di dalam, Bu Jasmine.”“Iya,” sahut Jasmine.Perasaan Jasmine mulai tak nyaman ketika ada beberapa pelayan yang menyambutnya dan menggiringnya memasuki rumah mewah itu.“Hai, Bu Jasmine.” Sapa Joana dengan senyumannya, ia lalu berjalan mendekat untuk memeluk tubuh Jasmine.“Akhirnya kamu datang juga. Saya kira kamu nggak akan datang,” sambung Joana.“Saya sudah diundang, mana mungkin saya tidak datang,” ucap Jasmine.“Selamat datang Bu Jasmine,” sapa Jagat yang berdiri
“Saya memang mencintai kamu, Jasmine. Selama ini hanya kamu yang bisa membuat jantung saya berdebar setelah saya kehilangan Aakriti. Perasaan saya sama kamu itu serius.”“Lalu bagaimana bisa kamu berhubungan dengan Joana?! Kalian bahkan sudah saling mengenal dari dulu, kalian satu kantor dan Joana juga sudah sangat dekat dengan Shagun dan orangtua Anda.”“Saya nggak punya hubungan apapun sama Joana selain hubungan antara atasan dan karyawan,” ucap Jagat.“Apa?” gumam Jasmine. Ia menjauhkan tubuhnya dari dekapan Jagat. Ia menatap Jagat dengan kening yang mengkerut. Ada segudang pertanyaan di dalam benaknya.“Mana mungkin? Kalian sudah begitu mesra dan mengenal baik—““Aku akan menjelaskan semuanya sama kamu.” Jagat memotong kalimat Jasmine dan menarik tangan Jasmine kembali menuju ke ruang tengah.“Duduk dulu.” Jagat mendudukan Jasmine di sebelanny
Jasmine masuk ke rumah dengan perasaan dongkolnya. Ia masih tak menyangka jika ia berpacaran dengan Jagat. Meskipun ia tak berkata ‘iya’ untuk menyetujui Jagat, namun tetap saja Jagat sudah menganggap kalau mereka saat ini sedang berpacaran.“Jasmine, kamu udah pulang?” tanya Mardina saat Jasmine sampai di ruang tengah.Keluarga Jasmine memang senang berkumpul di ruang tengah. Sejak dulu ruang tengah selalu menjadi tempat favorit untuk keluarganya. Setelah sibuk dengan rutinitas di laur rumah anggota keluarga biasanya akan berkumpul untuk mengobrol satu sama lain agar kedekatan dan keharmonisan keluarga tetap terjaga.“Iya, Ma.” Jasmine menghempaskan tubuhnya di atas sofa.“Gimana acaranya tadi?” tanya Benjamin.“Ya cuma gitu-gitu aja kok, nggak ada yang istimewa,” sahut Jasmine.“Tapi kok muka kamu kelihatan bete gitu?” tanya Benjamin.“Ya kan dari aw
Sepertinya keputusan Jasmine untuk menerima Jagat adalah keputusan yang buruk. Ia pikir setelah membiarkan Jagat menjadi kekasihnya, semua teror dalam hidupnya berakhir tapi nyatanya semua itu akan lebih parah.Dulu Jasmine merasa bahwa ucapan cinta dan pendekatan ekstrim yang dilakukan Jagat padanya sudah bagaikan teror yang mengancam ketenangan hidupnya. Belum lagi gejolak dalam diri Jasmine sendiri telah berhasil meneror Jasmine hingga hidupnya merasa tak tenang. Semakin ia menyangkal perasaannya pada Jagat, ia malah semakin terteror dengan perasaannya sendiri.Kini setelah Jasmine menerima Jagat sebagai kekasihnya meskipun belum sepenuhnya iklas, ia pikir Jagat akan berhenti menerornya. Tapi tidak, kini Jagat malah semakin meneror dirinya. Bagaimana tak merasa terteror jika saat ini mobil Jagat sudah terparkir di depan gedung bimbelnya. Jagat sama sekali tak mengindahkan ucapannya tadi pagi yang melarangnya untuk tak menjemputnya lagi.Meskipun Jasmine
Cukup lama Jagat dan Jasmine mengobrol hingga tiba-tiba hujan turun dan membuat mereka berlari memasuki rumah.“Ada apa ini, kenapa tiba-tiba saja hujan?” Gerutu Jasmine ketika ia sampai di teras.“Sudahlah, Sayang, kenapa harus menggerutu?” ucap Jagat.“Gara-gara hujan pakaianku jadi basah begini. Rambutku juga,” ucap Jasmine.“Kamu nggak perlu menggerutu begitu, kamu kan bisa mengganti pakaian, lagipula ini juga sudah sore dan sekalian saja kamu mandi di sini. Setelah itu kita akan makan malam romantis baru setelah itu aku antar kamu pulang.”“Aku mau pulang sekarang aja.”“Ini masih hujan, Sayang.”“Kita naik mobil jadi kita nggak akan kehujanan kan?!”Tiba-tiba saja ada sambaran petir hingga suara dan kilatannya membuat Jas
Jagat mengulurkan tangannya ke arah Jasmine. Jasmine mengerutkan kedua alisnya kala melihat Jagat mengulurkan tangan ke arahnya.“Apa kamu mau tetap di dslam kamar saja?”Jasmine menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan dari Jagat.“Kalau begitu ayo kita keluar. Kita bisa menikmati teh hangat di ruang tengah,” ucap Jagat.“Tapi aku malu.” “Kenapa harus malu?”“Apa kamu nggak lihat? Aku kan cuma pakai kemeja punya kamu, nanti kalau orang-orang lihat gimana?” ucap Jasmine.“Nggak akan ada yang berani lihat kamu apalagi sampai ngomongin kamu yang macam-macam. Ayo, atau kamu mau kita di dalam kamar aja kayak gini? Tapi aku nggak janji loh kalau aku bisa mengendalikan diriku, kamu tahu sendiri kan akalu aku udah lama nggak begituan?!”Bulu kuduk Jasmine langsung m
Kini Jasmine sudah berada di dalam kamarnya sendiri setelah tadi diantarkan pulang oleh Jagat. Beruntung tadi hujan berhenti turun saat jarum jam mengarahkan ke angka setengah sembilan. Jika tidak, bisa dipastikan kalau dirinya akan tertahan lebih lama lagi di rumah Jagat.Jasmine berjalan mengendap-endap memasuki rumahnya agar tak ketahuan oleh orangtuanya. Bukan takut ditanyai karena ia pulang malam karena ia bisa menjawab pertanyaan itu dengan mudah. Yang ia takutkan adalah bagaimana jika orangtuanya bertanya tentang pakaian yang ia kenakan saat ini. Iya, dirinya bisa menjawab dengan jawaban yang sebenarnya jika tadi sore dirinya kehujanan dan terpaksa harus meminjam pakaian temannya. Tapi yang jadi masalah adalah apa temannya tak memiliki pakaian lain selain kemeja kedodoran itu? Dan bisa-bisa ia langsung akan dinikahkan jika orangtuanya sampai tahu kalau dari sore hingga malam dirinya berada di rumah seorang teman laki-laki.“Jasmine!” Seru Mardi