“DATANG KE RUANG KERJAKU SEKARANG!”
Keenan membentak gadis yang sedang dia hubungi melalui sambungan telepon. Dia memberang dan kesal pada Gladys. Sedetik kemudian, laki-laki itu memutuskan sambungan teleponnya dan membanting ponselnya sembarang.
“Sialan! Berani-beraninya dia tidak patuh padaku!” geram Keenan sembari meremas sebuah kertas yang ada di meja kerjanya.
Tadi sore Keenan mendapatkan laporan bahwa Gladys pulang terlambat. Selain itu dia juga mendapatkan sebuah pesan dari mata-mata yang sudah dia tugaskan. Bahwa Gladys bertemu dan berbincang bersama dengan sepupunya, Aidan. Ketika mendapatkan laporan itu wajah Keenan terasa panas. Berani-beraninya mainannya ini bertemu dengan orang yang dianggap oleh Keenan sebagai musuhnya.
Saat Keenan sampai ke rumah, dia segera memanggil Gladys menuju ruang kerjanya. Dia tidak peduli dengan kondisinya yang sedikit lelah. Keenan hanya ingin segera menghukum Gladys, agar gadis itu tidak p
Harap bijak dalam membaca, ya, kak.Happy reading~***“Pakai baju ini!” titah Keenan pada Gladys yang masih mematung dengan mata membelalak.“U-untuk apa?” tanya Gladys.“Tidak usah banyak bertanya! Pakai saja, di sini, dan sekarang!” tegas laki-laki itu sambil melempar satu stel pakain kerja yang tadi sore baru Gladys dapatkan dari Keenan.‘Di sini? Sekarang?’Glek.Gladys mengigit bibir bawahnya. Dengan perasaan ragu, dia mencoba mengenakan pakaian tersebut. Gladys masih bisa mencium aroma khas dari pakaian yang masih baru.“Pakai baju begitu?” cibir Keenan. Dia memprotes aksi Gladys yang sedang mengenakan baju di double. Sungguh polosnya gadis itu. “Buka bajumu, baru kamu pakai pakaian itu!” tekan Keenan sambil berkacak pinggang.Gladys memejamkan matanya. Kenapa sih laki-laki itu selalu menyuruh Gladys membuka
“Berikan tanganmu! Atau aku akan membuatmu kembali merasakan sakit!”Ancaman Keenan kali ini tidak mempan untuk Gladys. Dia merasa kesal dengan perlakuan Keenan malam ini. Selain itu dia juga kesal pada dirinya sendiri. Bisa-bisanya Gladys menikmati permainan itu.“Aku tidak mau! Aku tidak sudi diobati oleh orang yang sudah menyakitiku!” bantah Gladys.“Jadi kamu mau aku sakiti lagi? Atau kamu mau kita melakukan hal itu lagi?” tanya Keenan dengan sedikit menggoda.Gladys langsung menepis tangan Keenan yang mencoba mengusap pipi gadis itu yang basah. Jujur, tadi Gladys menangis karena meratapi kebodohannya.“Jangan sentuh aku!”“Ck!” Keenan berdecak kesal. Gadis ini mulai berani untuk melawannya. Sontak dia langsung menarik tangan Gladys secara paksa.“Aww!” pekik Gladys.“Diam! Jangan pernah membantah ucapanku. Aku hanya ingin mengobati lukamu,”
Mata Gladys masih memindai baju yang terpajang di butik tersebut. Sungguh baju-baju itu terlihat berkilau di mata Gladys. Mungkin karena efek baju mahal juga bermerk, dan Gladys baru pertama kali melihat barang-barang mewah itu.“Ngapain kamu cuman lihat-lihat? Pilih!” perintah Keenan, yang sepertinya sedari tadi memerhatikan Gladys yang sedang terkagum-kagum.“Eh? Aku harus memilih?” tanya Gladys sungkan.“Iya.”Dengan sedikit ragu Gladys mulai memilih pakaian dinasnya. Matanya membelalak ketika melihat harga yang tertera disetiap pakaian itu. Sumpah, harga satu kemeja di sana setara dengan gajinya saat masih bekerja di tempat sebelumnya.Gadis itu menelan salivanya, merasa sungkan untuk memilih pakaian yang harganya terlampau mahal. Bagaimana jika nanti gajinya yang dipotong? Tiba-tiba saja hal itu terbesit dalam benaknya. Jika memang seperti itu, akan sangat amat disayangkan oleh Gladys.“Aku pili
Gladys mengigit bibir bawahnya, tangannya meremas rok navy yang sedang dia kenakan. Kenapa dia tidak memikirkan kemungkinan itu? Padahal dia tahu bagaimana liciknya seorang Keenan Setyawardhana.‘Sial!’Kalau saja ini bukan tempat umum, pasti Gladys akan langsung mengumpat pada manusia tak punya hati yang ada di depannya ini. Bisa-bisanya dia tadi merasa senang dengan perlakuan dari Keenan.Keenan kembali duduk di mejanya, dan tak lama seorang pramusaji datang ke tempat mereka. Menyuguhkan makanan yang tadi dipesan oleh Keenan. Terlihat sushi dengan potongan ikan segar dan beberapa toping lainnya yang nampak berkilau.“Habiskan, aku yakin kamu belum pernah mencicipi makanan berkelas seperti ini,” cela Keenan sembari tersenyum miring.Bibir atas Gladys berkedut. Saat ini dia ingin melempar makanan yang ada di hadapannya ini pada wajah atasannya itu. Keenan melirik ke arah Gladys dan melihat ekspresi sang gadis yang sedang tid
Gladys sedang menyeduh secangkir kopi yang dipesan oleh Keenan tadi. Gadis itu sedikit heran kenapa Keenan menyukai kopi yang rasanya pahit seperti ini. Bagi Gladys yang bukan pencinta kopi, kopi Americano ini terasa sangat pahit jika dibandingkan dengan kopi yang biasa beli di warung.Namun tiba-tiba saja seseorang masuk ke ruangan santai para staff sekretaris perusahaan. Gladys menoleh dan mendapati Gilang di sana. Laki-laki itu tersenyum kepada Gladys dan kemudian ikut menyeduh kopi.“Ngopi, Mas?” tanya Gladys. Gadis ini mencoba untuk menyapa seniornya duluan. Diantara staff sekretaris perusahaan Gladys memang kurang bisa dekat dengan Gilang dan Dea.“Iya, kamu juga?” timpal Gilang tanpa menoleh ke arah Gladys.“Oh, nggak. Ini pesanan Mas Keenan.”Gilang menganggukkan kepalanya dan fokus dengan pekerjaannya. Karena Gladys sudah selesai, akhirnya dia langsung mengangkat nampan yang berisi secangkir kopi.
“Aku akan memasak lagi,” ucap Gladys spontan. Dia langsung membuang omelette yang sudah tak layak untuk dikonsumsi.“Aku sarapan dengan roti panggang saja,” timpal Keenan dingin. “Eh?” Gladys menoleh ke belakang, dan mendapati Keenan yang sedang menyiapkan sarananya sendiri.Buru-buru Gladys menghampiri Keenan. “Biar aku yang menyiapkannya,” ucap Gladys merasa tak enak hati.“Tidak usah. Kamu duduk saja, sarapan denganku,” titah Keenan.“Sarapan denganmu? Ti-tidak usah, aku biasa sarapan di kamarku.” Gladys menolak halus perintah dari Keenan. Akan terasa canggung jika Gladys sarapan bersama laki-laki itu.“Jangan melawan! Kamu lupa kalau segala ucapanku adalah perintah untukmu?”Gladys langsung terdiam ketika mendengar ucapan yang terkesan menyentaknya itu. Dia langsung duduk di meja makan, melihat Keenan yang sedang mempersiapkan sarapan. Dia t
Keenan sedang membaca dan memahami isi file dalam hardisk, yang menjadi peninggalan sang ayah. Namun pikirannya sedikit terganggu. Tiba-tiba saja dia memikirkan gadis yang selama ini tinggal di rumahnya. Walau Erza menjamin bahwa Gladys akan baik-baik saja. Tapi entah kenapa perasaan Keenan mengatakan sebaliknya, sebut saja perasaan khawatir. Lebih tepatnya dia tak ingin miliknya itu terluka bahkan seujung kuku pun. Laki-laki itu langsung menyambar ponselnya dan mengirimkan pesan pada sahabatnya.Keenan: Di mana? Gladys bersamamu, kan? Kamu tidak membiarkan dia bersama staff lain?Setelah mengirimkan pesan itu, dia mencoba fokus kembali pada pekerjaannya. Sialnya, pikiran Keenan kini didominasi oleh Gladys. Beberapa kali dia melirikkan pandangannya ke arah gawai yang terletak tepat di samping mouse yang sedang dia pegang. Tapi Erza belum juga membalas pesannya.Ting.Mendengar notifikasi ponselnya berbunyi Keenan langsung menya
Harap bijak dalam membaca. Happy reading~ *** Akal sehat Gladys benar-benar hilang sekarang. Dia sudah seperti perempuan murahan yang menginginkan sentuhan dari seorang laki-laki. Gladys benar-benar gila sekarang, dia tak bisa menahan hasratnya sendiri. Karena semakin dia berusaha menahannya, maka dorongan itu semakin kuat. Terlebih di sampingnya sedang duduk seorang laki-laki yang benar-benar tampan dan menggoda. Soal bagaimana perlakuan laki-laki itu pada Gladys, tiba-tiba saja dia melupakannya. Saat ini dia tak peduli dengan hal-hal itu. Dia ingin perasaan aneh yang sedari tadi mendorong dirinya ini segera berakhir. “Jangan salahkan aku, karena ini permintaan langsung darimu,” bisik Keenan. Oh, Tuhan! Entah kenapa mendengar bisikan Keenan itu membuat Gladys semakin bergairah. Mata sayunya terus mengikuti pergerakan Keenan. Laki-laki itu turun dari mobil dan membuka pintu lalu menggendong Gladys. M