Hari ini Herra tidak berangkat ke tempat kerjanya. Ia sudah meminta izin kepada pihak HRD. Sungguh kepalanya masih begitu pening akibat kejadian kemarin. Ia masih sangat marah atas sikap Rizhan yang dengan kejamnya membunuh Vian.
Herra jadi dilanda kebingungan saat ini. Bagaimana bisa nanti polisi menemukan pelakunya? Sedangkan pelakunya adalah Rizhan yang notabene-nya bukanlah manusia. Bagaimana juga ia harus menjelaskan pada Dara siapa pembunuh sebenarnya? Mana mungkin ia menjelaskan kalau Rizhan yang merupakan teman khayalannya lah yang membunuhnya.
Herra juga saat ini dilanda oleh rasa bersalah yang besar. Bagaimanapun juga semua ini terjadi karena Rizhan yang cemburu dengan Vian. Herra benar-benar menyesal sudah menggunakan aplikasi itu.
Herra keluar dari kamarnya dengan keadaan lesu. Ia membuka kulkas dang mengambil sebotol air mineral.
"Kamu udah bangun, Herra," celetuk Rizhan yang sedang menyadarka
"Enghh"Herra membuka matanya ketika rasa pening di kepalanya begitu menyerangnya. Saat bangun dari tidurnya, ia merasakan sesuatu yang aneh. Keanehan itu ia lihat dengan tangan dan kakinya yang diikat.Sontak ia melebarkan matanya karena terkejut. Herra melihat sekelilingnya yang ternyata adalah kamarnya sendiri. Dapat dipastikan jika pelaku yang mengikatnya itu adalah Rizhan. Ia mencoba berusaha melepaskan ikatan itu. Namun, usahanya sia-sia. Karena nyatanya ikatan itu sudah diberi mantra oleh Rizhan agar tidak dapat terbuka tanpa persetujuan darinya.Di tengah usahanya yang berusaha membuka ikatan itu, pintu kamarnya terbuka. Kemudian masuklah si pelaku utama yang telah mengikatnya itu. Rizhan masuk ke dalam kamar Herra dengan membawa nampan berisi makanan.Rizhan mengambil langkah untuk duduk di kursi dekat ranjang Herra."Bagaimana keadaanmu?" tanya RizhanHerra meman
29. Dia pergi Pagi berikutnya menyambut Herra. Namun, semangatnya sudah tidak ada. Bagaimana tidak, sudah seminggu lebih dia ditahan oleh Rizhan di apartemennya sendiri. Borgol di tangannya itu begitu kuat. Bahkan, Herra sudah menggunakan segala macam cara. Tetap saja tak bisa membuka borgol itu. Kesehariannya selalu diatur oleh Rizhan. Mau makan diatur sampai ketika ia mau mandi pun Rizhan akan membantunya. Saat dia melarang Rizhan, Rizhan dengan segera menunjukkan wajah yang penuh amarah. Ia juga mengatakan sudah melihat semuanya. Jadi untuk apa ditutupi lagi. Mendengar hal itu membuat Herra naik pitam. Jadi mimpinya selama ini itu kenyataan. Itu berarti dia sudah sering melakukan hubungan badan dengan Rizhan. Bagaimana bisa?! Rizhan kan hanya seorang teman khayalannya yang tidak nyata. Memikirkan semua itu membuat kepalanya berdenyut sakit. 'cklek' Herra tak menoleh pada pintu yang terbuka. Ia sangat tahu siapa yang
30. Bantuan Akhirnya Herra mendapatkan ponselnya kembali. Ia segera menggunakan kesempatan itu untuk kabur. Pertama ia membuka aplikasi 'My Imagine' untuk mencoba, apakah ia bisa menekan tombol pembatalan kontrak itu. Namun, naas ia melupakan jika ia masih mengenakan gelang sialan itu. Herra mencoba untuk tenang. Setelah itu, ia mencoba menghubungi seseorang yang ia yakini bisa membantunya agar kabur dari apartemen ini. Herra bersyukur karena nomor telpon itu tersambung. "Halo Bulan" Herra kembali bersyukur karena orang yang ia telpon yaitu Bulan menjawab panggilan telponnya. ["Halo, Herra. Akhirnya kau mengangkat telpon juga," ujar Bulan dengan nada lega.] Herra merasa bingung dengan perkataan Bulan. Apa Bulan selama ini sedang mencarinya? Tapi untuk apa? "Kau sedang mencariku? Untuk apa?" tanya Herra dengan nada bingung. ["Aku me
Akhirnya Bulan berhasil mengeluarkan Herra dalam apartemen itu. Ia dengan segera membawa Herra ke rumahnya. Setelah mereka masuk ke dalam rumah, buru-buru Bulan mengunci pintunya."Sekarang kau aman, Herra. Jangan takut," ucap Bulan saat melihat tubuh Herra yang sedari tadi gemetar ketakutan."Aku takut, Lan. Dia enggak seperti teman khayalanku lagi. Dia udah benar-benar berubah. Aku takut dia tau aku ada di sini," lirih Herra dengan air mata yang keluar.Bukan langsung memeluk Herra kuat. Ia sangat tahu bagaimana perasaan Herra saat ini. Karena ia pernah mengalaminya. Tapi, berkat usahanya yang keras, akhirnya bisa terlepas dari genggaman teman khayalannya itu. Sekarang kejadian itu terulang lagi pada Herra. Jadi Bulan harus menyelamatkannya sebelum sesuatu yang lebih buruk terjadi."Kau tenang aja yah, Her. Aku akan melindungimu di sini. Jangan khawatir. Kita sama-sama berusaha yah," jelas Bulan mengelus
Wajah yang begitu tegang itu menghiasai wajah keduanya. Terutama Herra yang sedari tadi sudah keluar keringat dingin. Bulan pun sama tegangnya dengan Zeline.Berkali-kali Zeline menekan tombol pemberhentian kontrak itu. Tetap saja hasilnya nihil. Tak ada perubahan apa pun. Padahal penghalang terbesar berapa gelang itu sudah dilepas oleh mereka. Seharusnya sudah bisa Herra menekan tombol pemberhentian kontrak itu."Bulan! Aku harus bagaimana ini?! Aku sangat takut, Lan. Aku enggak mau Rizhan kembali mengendalikanku. Aku enggak mau! Enggak! Enggak!" pekik Herra meremas rambutnya.Bulan mencoba menghentikan Herra dan menenangkannya."Herra! Hentikan! Jangan kayak gini. Kau harus tenang, Herra! Aku akan memikirkan segala cara agar kau bisa terlepas dari ini semua. Tapi, kau harus tenang, Herra," jelas Bulan memeluk tubuh Herra.
Hari demi hari terus berjalan. Tak terasa sudah setahun sejak kepergian Rizhan dari hidupnya. Jujur awalnya Herra sangat sulit melupakan sosok Rizhan yang selalu ada untuknya.Meskipun sifat Rizhan yang bisa dikatakan dominan, entah mengapa Herra merindukan itu semua. Ingin sekali ia melihat wajah Rizhan lagi. Walaupun itu hanya dalam mimpi saja.Sayangnya, dalam mimpi pun Rizhan tak pernah muncul. Seakan ia benar-benar sudah pergi dari kehidupan Herra. Terkadang Herra tanpa sadar meneriaki nama Rizhan ketika ia lapar. Itu adalah kebiasaannya karena Rizhan senantiasa memasak untuknya setiap hari.Tapi sekarang tak ada lagi masakan enak itu. Tak ada lagi tawa keras dari Rizhan. Tak ada lagi senyuman lebar dari Rizhan. Bahkan, tak ada lagi pelukan hangat itu. Herra tak bisa membohongi dirinya sendiri kalau ia merindukan sosok teman khayalannya itu.Hal itu membuatnya jadi bingung. Apa dia sudah jatuh cinta d
Suara dering dari ponselnya membuat Herra berhenti makan sejenak. Segera ia meraih ponsel yang ia taruh di saku celananya."Halo Ma. Ada apa?" tanya Herra["Sayang, kamu lagi di mana?" tanya Tasya, mamanya Herra.]"Aku lagi di luar bareng teman Ma. Ada apa?" tanya Herra kembali.["Oh begitu. Begini Mama sama Papa mau ajak kamu makan malam di luar. Kamu mau kan?" tanya Tasya]Herra nampak meminta pendapat Bulan. Herra memang me-loud speaker telpon itu agar Bulan juga mendengarnya. Seperti sekarang ini, ia meminta pendapat Bulan apakah ia harus menerima ajakan itu atau tidak.Bulan menganggukkan kepalanya pelan."Boleh deh Ma. Nanti Mama kirim aja lokasinya di mana. Aku akan langsung ke sana nanti," papar Herra["Eh, jangan sayang. Biar Mama yang sekarang ke tempatmu yah," larang Tasya]&nbs
Pagi yang begitu cerah menyambut Herra. Ia saat ini berada di apartemennya. Maunya tadi malam orang tuanya itu mengajak tuk menginap. Tapi, Herra beralasan takut telat karena jarak rumah orang tuanya itu cukup jauh dari perusahaan.Lagipula saat ini Herra masih diliputi kekesalan dengan orang tuanya itu. Benar saja dugaannya dengan Bulan. Ternyata ada makna dibalik ajakan orang tuanya itu. Orang tuanya itu berniat menjodohkannya dengan seorang pria yang merupakan anak dari rekan bisnisnya.Pastinya Herra menolak hal itu walaupun ia bersikap sopan dengan tak menunjukkan ketidak tertarikan itu. Ia masih punya rasa hormat untuk menjaga martabat kedua orang tuanya itu walaupun sudah rasanya seperti dijebak.Apalagi kejadian kemarin yang masih membekas di pikiran Herra sampai saat ini. Ia melihat orang yang begitu mirip dengan Rizhan, teman khayalannya itu. Entah dia sedang berhalusinasi atau tidak. Tapi wajah orang itu bener