Share

chapter 70 - Been Alone

Siang hari Liera meninggalkan rumah sakit setelah melakukan pemeriksaan tubuhnya, karena tetap memaksa ingin pulang padahal dokter sudah mengatakan butuh satu hari untuknya istirahat lagi, tapi Liera tetap ingin pulang dan mengatakan akan meminum obat yang dokter berikan dengan baik.

Gadis itu meninggalkan rumah sakit setelah jam makan siang berakhir dan di waktu seluruh pasien untuk istirahat, tentu saja karena hanya di waktu itu sang kakak baru bisa menjemput mereka.

Selama perjalanan pulang Liera tidak pernah membuka suara untuk mengatakan apa yang telah terjadi hari ini, matanya sudah sangat lembab karena menangis tanpa henti dan baru tenang setelah sempat tertidur saat perjalanan kembali pulang, karena jarak dari rumah sakit ke rumah soang ibu cukup lama dan menghabiskan satu jam perjalanan.

Liera langsung masuk ke dalam kamarnya setelah sang ibu membuka pintu, hari ini perasaan saat sangat kacau dan rasa ingin berbagi saat pahit untuk diucapkan dengan kata-kata lagi, kembali mengatakan hal yang tidak pernah ingin dirinya saja akan menyampaikan hari.

Sesampainya di kamar Liera menenggelamkan dirinya di ranjang, rasanya sudah lama sekali tidak pernah kembali, dirinya memang punya rencana untuk kembali ke rumah tapi bukan seperti ini, hanya karena perasaan takut akan dilupakan Liera memilih ini hanya dengan pertimbangan beberapa hari, tapi dia masih remaja dan pikirannya tidak pernah stabil, terkadang lebih suka memilih jalan pendek tanpa memutar kembali pertimbangan itu.

Liera tidak menangis, hati memang sedih dan tubuhnya juga remuk, kesedihan yang dirasakan oleh seluruh tubuh dan kekosongan mengeringkan air matanya, Liera tidak bisa lagi menangis dan bahkan teriak melampiaskan segalanya, dia berusaha untuk tidak menyesal.

Merry berdiri di depan kamar putrinya, dia tahu bagaimana kacau Liera saat ini, semua ini karena dirinya dan perjodohan itu, Liera terlalu terlibat jauh pada perjanjian yang begitu menguntungkan dirinya tapi merugikan putrinya, Merry teringat akan masa lalu dirinya.

Padahal sejak perpisahan itu terjadi dalam dirinya Merry dirinya sudah bersumpah tidak akan membiarkan putri merasakan apa itu sebuah pernikahan kontrak, dia juga tahu jika Liera sudah sepenuhnya menaruh hatinya pada Julian dan kini putrinya dalam pilihan sulit.

"Biar aku saja yang berbicara dengan Leira, Ibu." Ucap Kiera yang menepuk bahu sang ibu, berdiri tepat di belakangnya, Liera akan sulit berbicara dengan ibunya tapi Liera akan lebih terbuka jika berbagi cerita dengan dirinya.

"Kau yakin?" Tanya Merry, dia membalik tubuhnya untuk berbicara dengan Kiera, sejak Liera menikah dan kesalahpahaman itu berakhir kini hubungan dirinya kembali terjalin dengan Kiera, walau terkadang masih ada rasa canggung.

"Aku akan membuat Liera nyaman dan lalu mendengarkan apa yang akan dirinya sampaikan, Ibu akan tahu alasannya setelah aku berbicara dengannya." Ucap Kiera, dia tahu jika ibunya khawatir tapi dirinya tidak ingin Liera merasa tertekan saat berbicara dengannya.

"Baiklah, jika Liera dan kamu memutuskan sesuatu, ibu ada dibawah." Ucap Merry, dia menghela nafas dan mengatur posisinya, membiarkan Kiera yang masuk ke dalam.

Kiera mendorong pintu kamar Liera dengan hati-hati, melangkah masuk ke dalam saat melihat saat sang adik sedang duduk di dekat jendela kamarnya.

"Mau makan lce cream denganku?" Tanya Kiera, menawarkan hal yang Liera sukai sebagai satu pembukaan untuk memulai pembicaraan.

"Kakak?" Liera sedikit melihat kehadiran kakaknya, dirinya terlalu fokus menatap keluar dan tidak menyadari kehadiran sang kakak.

Kiera berjalan dengan sebuah cup ice cream yang sebelumnya sudah dia ambil, ikut duduk di samping Liera dan memberikan itu padanya.

"Pasti sulit bukan? Aku tahu karena aku pernah patah hati ditinggalkan kekasihku." Ucap Kiera, padahal dirinya tidak pernah menyukai pria manapun, bahkan berkencan saja tidak pernah dijalani dengan baik.

Liera mengubah posisi duduk menghadap sang kakak, seakan penasaran dengan kisah yang padahal hanya sebuah karangan.

"Seperti kamu tertarik mendengarnya, Liera hidup itu memang terkadang dipenuhi hal tidak tak terduga, hancur pada sebuah harapan juga menyakitkan, tapi dari segala kehancuran itu masih ada kesempatan, ada cela untuk kembali bangkit dan ada semangat baru untuk memulai, semua punya jalan untuk kembali pada kejayaan hanya saja rintangan yang berbeda." Ucap Kiera, dia tahu jika Liera akhirnya meminta perceraian dengan Julian, dia tidak berusaha untuk menyatukan mereka, itu keputusan Liera dan dirinya tidak begitu mengharapkan.

Yang terpenting baginya adalah Liera yang bisa kuat pada pilihannya.

"Aku pernah patah hati hingga rasanya begitu hancur, aku tahu rasanya kehilangan hal begitu berharga, hampa dan kosong, itu sangat menyebalkan!" Lanjut Kiera lagi, ini hal yang jarang terjadi dimana dirinya begitu banyak bicara sekarang.

"Lalu bagaimana kakak bisa bangkit dari semua itu?" Tanya Liera, dia mengajukan pertanyaan yang tidak pernah dirinya pikirkan, mungkin memulai dengan melupakan bukan hal yang salah.

"Aku? Aku mencoba memahami perasaanku dan merenungkan segalanya, aku tahu jika hal itu bisa terjadi, tapi memilih untuk terpuruk saat berpisah bukan hal yang salah, semua boleh bersedih dan menangis saat perpisahan, tapi keesokan harinya itu harus menjadi kisah yang lain, dimana kamu harus bangkut dan membuat sebuah pilihan yang terbaik, itulah kenapa aku bisa langsung lepas dari patah hati itu."

Liera langsung merasa sedikit tenang. tadi hari ini dirinya bisa bersedih karena itu hal yang wajar, tapi apakah besok dirinya bisa melupakannya.

"Maksudku keesokan harinya, itu bukan langsung besok, tapi secara perlahan menanti hari esok itu, menikmati proses untuk melepaskan adalah hal penting. agar kedepannya tidak terlalu terluka."

Kiera menatap Liera yang menundukan pandangannya, punggung sang adik sedikit gemetar dan Kiera langsung cepat menariknya, memberikan pelukan untuk sang adik dan usapan di punggungnya.

"Tak apa, menangis bukan hal yang salah terkadang itu bisa menjadi sebuah penenang di saat lelah untuk berbicara." Ucap Kiera, dia tidak tahu pendekatan ini malah berakhir menjadi membuat Liera menangis, tapi syukurlah adiknya mau terbuka.

"Kakak, apakah aku salah mengajukan perceraian pada Julian disaat kondisinya dia sedang amnesia?" Tanya Liera, dia membuka suara setelah bungkam untuk berbicara, mungkin tidak ada salahnya menceritakan apa yang telah terjadi.

"Tidak, tidak ada yang salah, kamu benar tapi itu terlalu terburu-buru, seharusnya kamu menunggu setidaknya sampai ada sebuah titik terang." Ucap Kiera, dia terkejut saat Liera ingin menceritakannya, jika Liera ingin bercerai dia akan mendukungnya jika memang membuat situasi menjadi lebih baik kedepannya.

"Tapi-kenapa aku begitu sesak setelah mengatakannya?" Tanya Liera, dia melepaskan dirinya dan berusaha untuk berhenti menangis.

"lItu karena kamu begitu mencintainya, kamu takut Julian melupakanmu dan melakukan mencintaimu, itu hal wajar tapi kamu terlalu terburu-buru Liera, pikirkan kembali dan membuat keputusan terbaik."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status