Share

chapter 69 - be stop me

Tiga hari kemudian.

Dokter sudah mengatakan hal terjadi pada Julian itu 50 banding 50, antara berhasil atau tidak itu semua usaha lagi bagaimana julian ingin ingatannya kembali dan bantuan orang terdekat, semua orang yang terus memperhatikan perkembangan Julian hingga tiga hari ini masih belum bisa melakukan apapun, Julian tidak mau berinteraksi dengan Liera lebih dari 15 menit.

Dan gadis itu, kesehatannya semakin tidak stabil, terkadang Liera bisa begitu lemah dan sembuh, kondisi semakin membuat lbu dan kakaknya tidak bisa diam, mereka sampai ikut terlibat sekarang, keduanya selalu berada di sisi Liera.

Dan tidak sungkan untuk mengajukan sebuah permintaan pada keluarga Julian, untuk berhenti membuat Liera menemui Julian terus, karena sungguh ini menyiksa Liera dan kesehatannya, dia terlalu memikirkan hingga kondisi seperti itu.

Lagipula kenapa juga harus Liera?

Pagi-pagi sekali Tuan Grew mendatangi ruang rawat Julian, pria itu jauh lebih baik semenjak Sean pulih dari gangguan mentalnya, dia datang kesana untuk melihat putranya, tidak ada maksud apapun, walau tentu saja ingin melihat perkembangan pernikahan putranya.

Di dalam ruangan Julian hanya ada Tuan grew, Liera dan pria itu.

Liera terlihat pucat duduk di sana, dia tahu jika mertuanya melihat ke dirinya yang belum juga kunjung hamil, lalu apa yang sekarang harus dirinya katakan?

Jika memang harus bercerai dengan Julian, dirinya sudah bisa menerimanya, Liera tidak punya alasan untuk menentangnya.

"Bagaimana keadaanmu, Julian?" Tanya Tuan Grew. Julian hanya mengalihkan pandangannya, dia tidak ingin bertemu dengan ayahnya, karena ingatan Julian saat adalah sang ayah yang selalu menyuruhnya untuk menikah, sedangkan gadis yang duduk di samping katanya adalah istrinya.

Dirinya juga sulit untuk memahami situasi bukan?

"Seperti yang anda lihat." Jawab julian, begitu singkat dan jelas, Julian sesekali melirik ke arah Liera, gadis yang hanya memasukkan jarinya dan menunduk, kelihatan cukup gugup dan takut, aneh kenapa setiap kali melihat kondisi seperti ini, membuat Julian ingin mengulurkan tangan dan mengatakan semua baik-baik saja.

"Jadi kau benar, amnesia? Atau alasanmu menghindari saat aku bertanya dengan kehamilan Liera yang nyatanya sebuah kebohongan," ucap Grew, dia memang tahu jika waktu itu Julian berbohong padanya, tapi dirinya berpikir untuk membeli waktu dan sekarang sudah hampir habis waktu itu.

"Apa yang ayah bicarakan? Aku ingat semuanya, aku tidak akan lupa tentang—istriku." Ucap Julian, walau dirinya tidak mengingat jelas sosok gadis itu, tapi hati tidak bisa berbohong, Julian menyentuh tangan Liera dan tersenyum ke arahnya.

Liera tersentak hingga mengangkat kepalanya, tidak percaya dengan apa yang pria itu katakan padanya, hingga tidak sengaja membuatnya bertatapan dengan Julian, senyuman di wajahnya kembali memudar dan tidak bisa dipungkiri Liera kecewa karena dimana Julian tidak ada rasa cinta.

"Benarkan—Liera?" Tanya Julian lagi.

Liera kembali tersenyum terpaksa, dia mengangguk dan melihat ke arah sang mertua, "Julian hanya kelelahan saja, suamiku kurang istirahat."

Tuan Grew hanya menunjukan senyum miringnya, walau sudah tua tapi dia tidak mudah untuk dibohongi, dia tahu jika keduanya hanya berpura-pura untuk menutupi segalanya, padahal jika jujur mungkin dirinya bisa memberikan keringanan, karena dia sedikit berubah semenjak Sean sembuh dan mulai mengambil alih perusahaan.

"Baiklah, pulanglah ke rumah saat kau sudah pulih, ada hal yang harus kalian ingat jika aku masih memegang perjanjian itu." Ucap Tuan Grew, dengan bantuan asistennya pria itu memutuskan untuk meninggalkan rumah sakit.

Liera melepaskan ketegangan itu dengan menghela nafas panjang, dirinya begitu takut dengan tekanan yang pria paruh baya itu berikan, hamil? Mereka saja belum lama melakukannya.

"Bagaimana dengan kondisimu?" Tanya Julian, dia tahu jika Liera sempat drop hingga harus dirawat, dirinya juga begitu pucat sekarang.

Apakah karena dirinya gadis itu sampai seperti ini?

Apakah dia mencintai dirinya?

Julian jadi ingin segera kembali ingatan, dia benci situasi ini dan bingung harus memulainya dari mana, semua ini membuatnya tidak bisa berkata-kata apalagi Liera, Julian saat lemah melihatnya seperti, hatinya sakit melihat kondisi.

"Baik, aku akan pulang hari ini," ucap Liera, entah kenapa keputusannya semakin kuat sekarang, dia ingin bercerai dengan Julian, sudah lelah rasanya di kejar oleh tuntutan oleh perjanjian dan Ingatan Julian, dia juga harus mengurus kuliahnya yang dimulai minggu depan.

"Pulang? Kemana kamu akan pulang?" Tanya Julian, kalimat itu spontan keluar dari mulutnya, ada sebuah dorongan untuknya mengajukan pertanyaan itu dan rasa takut dari tatapan Liera yang menahan kesedihannya.

"Aku akan ke rumahku, Julian aku ingin menyampaikan sesuatu padamu," ucap Liera, dia menghela nafas kembali, dirinya akan mengatakan hal itu sekarang ini, tidak masalah jika dirinya harus terpuruk, dia tidak mau semakin jatuh pada harapan kosong.

"Kamu ingin menyampaikan apa? Harus sekarang? Aku sedang lupa ingatan." Ucap Julian, dia memposisikan dirinya menghadap ke arah gadis itu.

Liera menjauhkan tangannya yang masih Julian genggam, tatapan tertuju pada cincin yang masih melingkar di jari manisnya, tersenyum murung melihat benda itu, lalu Liera terulur untuk melepaskan cincin itu dan memberikannya pada Julian.

"'Aku ingin bercerai denganmu Julian," ucap Liera, dia berupaya untuk tidak menangis dan mencoba untuk datar saat menatapnya.

"Ce—cerai?"

Julian terkejut, sampai tidak bisa menahan rasa sakit di kepalanya, Julian memegang kepalanya dan berusaha menunggu apa yang akan dikatakan gadis itu lagi.

"Ya, kita akhiri saja pernikahan kontrak ini, aku lelah dan aku ingin melanjutkan pendidikanku, aku akan meminta ibuku membuatkan surat itu dan memberikan padamu secepatnya." Ucap Liera, dia memutuskan untuk meninggalkan kursi, lalu berjalan melangkah meninggalkan ruangan Julian.

"Tidak!" Julian ingin mencegah Liera hingga dirinya jatuh ke lantai, rasa sakit dikepalanya membuat dirinya tidak sadarkan diri di sana.

Liera berlari dengan air mata yang sudah tidak bisa lagi bertahan, dia melewati para pasien atau suster yang berpapasan dengannya, hingga akhirnya menangis di dalam pelukan sang Ibu.

"Liera?"

"Liera, kenapa kamu menangis?" Tanya sang ibu dengan wajah paniknya, dia tidak bisa mempercayai kenapa putrinya bisa menangis seperti ini, apa karena kedatangan Tuan Grew ke rumah sakit ini? Atau apa?

"lbu—kenapa rasanya sangat sakit? Kenapa begitu menyesakkan untukku?" Tanya liera dalam pelukan sang ibu, tangisan itu terus terjadi hingga air matanya membasahi pakaian sang Ibu.

"ibu, aku ingin pulang, aku tidak ingin berada di rumah sakit!'"

"lbu, bisakan membawaku pulang?"

Merry hanya bisa mencoba untuk menenangkan sang putri, urusan apa yang telah terjadi bisa dirinya tanyakan nanti, sekarang hanya perlu membawa jauh Liera dari rumah sakit.

"Ya, tentu saja, ibu akan membawamu pulang, mari kita pulang sayang, jangan menangis." Ucapnya, dengan perlahan Merry membawa putrinya untuk masuk ke dalam ruangan rawatnya dahulu.

Lalu setelah meminta izin pada pihak rumah sakit Merry akan menghubungi Kiera untuk menjemput mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status