36Seorang pria bersetelan jas abu-abu memandangi pembicara rapat dengan saksama, sambil mengatur kalimat yang akan diucapkannya pada lelaki tersebut.Matthew Zi Rui Liao menunggu dengan sabar hingga rapat usai. Dia tetap bertahan di kursi ketika satu per satu peserta rapat berpamitan pada putra-putra Graham Yang dan Seth Yang.Setelah hanya tertinggal beberapa orang dalam ruangan tersebut, Matthew berdiri dan menyambangi Carver. Keduanya berbincang sembari berbisik-bisik. Kemudian mereka menyambar tas kerja masing-masing, lalu keluar ruangan dengan diiringi tatapan Vinson, Alfred dan Darren. Kedua laki-laki yang berbeda tampilan, menyusuri lorong panjang hingga tiba di ruang kerja khusus direksi. Carver mempersilakan tamunya masuk, kemudian mereka duduk di kursi yang berseberangan. "Apa sudah ada kabar dari Earlene?" tanya Matthew. "Tidak secara langsung. Asistennya Chyou yang telah menghubungi Papa dua malam lalu," terang Carver. "Boleh aku tahu, apa yang mereka bicarakan?" "Se
37Hari berganti dengan kecepatan maksimal. Waktu pertemuan kedua keluarga akhirnya tiba. Jumat pagi, rombongan pimpinan Miguel memasuki pesawat carteran di bandara Taipei. Semua orang segera duduk di kursi-kursi yang telah ditentukan, karena mesin pesawat telah dinyalakan. Dua pramugari bergegas memberikan minuman pada para penumpang. Selanjutnya, mereka kembali duduk di kursi yang berada di dekat ruang kokpit. Pesawat bergerak mundur sedikit, lalu berputar dengan pelan. Ban bergeser seiring dengan majunya burung besi menuju area landasan. "Carver sudah meminta keluarga Yang buat memasuki mobil," tutur Parker yang menjadi penyambung pesan dengan keluarga Cheung. "Jessica juga telah menunggu kita di bandara," lanjutnya, lalu dia menonaktifkan ponsel."Papa dan yang lainnya pasti terkejut diminta tiba-tiba berangkat," sahut Earlene yang berada di kursi sisi kanan bersama kekasihnya. "Situasi itu tidak bisa dihindari. Daripada pamanmu tahu, dan akhirnya menginfokannya pada Flint,"
38Earlene mendatangi Diana terlebih dahulu dan mendekap sang mama dengan erat. Perempuan tua bergaun hijau mengurai dekapan, lalu Diana mengusap rambut dan pipi putrinya. Selanjutnya, Earlene berpindah memeluk Graham. Perempuan bergaun biru muda meringis ketika dahinya disentil sang papa. Kemudian mereka berbincang sesaat, lalu Earlene bergeser untuk mendekap kedua adiknya secara bergantian. Chyou memandangi adegan kekasihnya dengan keluarga Yang. Dia maju dua langkah, kemudian merunduk untuk memberi hormat pada orang tua Earlene dan Robert serta yang lainnya. Chyou menyambangi Graham dan menyalami mantan bosnya. Pria berjaket jin biru terkejut kala lelaki tua menariknya mendekat dan memeluk Chyou sesaat. Hal serupa juga dilakukan Diana, Carver dan Darren. Putra tertua keluarga Cheung mendatangi Robert dan Martha. Dia menyalami keduanya bergantian dan menjawab pertanyaan mereka dengan sopan. Terakhir, Chyou menyalami Seth dan keluarganya. "Semuanya, perkenalkan, ini Nenek Daisy
39Sepasang manusia jalan menyusuri tepi pantai pribadi yang berada di belakang area resor. Chyou merangkul pinggang Earlene yang membalas dengan hal serupa. Rambut panjang Earlene beterbangan tertiup angin, meskipun sudah diikat kuat bentuk ekor kuda. Baju keduanya turut melambai seiring dengan sentuhan sang bayu. Debur ombak kecil mengiringi langkah keduanya hingga tiba di ujung area. Chyou mengajak Earlene duduk di pasir yang berjarak 5 meter dari bibir pantai. Perempuan bergaun ungu muda model helter neck, menyandarkan kepala dengan manja ke bahu Chyou yang kian merapatkan tubuh mereka.Tatapan mereka mengarah pada lautan luas tak bertepi. Gelombang-gelombang kecil yang bergulung-gulung dari kejauhan, seolah-olah menghipnotis dan menjadikan keduanya sulit mengalihkan pandangan. "Aku suka tempat ini. Pemandangannya indah dan suasananya pun tenang," ucap Earlene. "Ya. Pantainya juga bersih," balas Chyou. "Dulu, aku sempat berandai-andai bisa melangsungkan pernikahan di sini."
40Loko dan rekan-rekannya masih menunggu selama beberapa menit. Namun, karena tidak ada pergerakan dari para petugas keamanan, Loko memutuskan untuk menaiki pesawat. Kelima pria jalan satu per satu melintasi pintu kaca. Mereka bergantian menaiki tangga menuju pesawat agar ada yang selalu mengawasi teman di belakang. Pramugari bergegas menutup pintu pesawat setelah Michael menjadi penutup barisan. Namun, bunyi sesuatu yang menghantam badan pesawat membuat semua orang terkejut dan mengintip keluar. "Itu, Wayne!" seru Cedric sambil menunjuk pria berjaket cokelat yang tengah mengejar pesawat bersama banyak orang lainnya, menggunakan beberapa mobil."Segera take off!" titah Chyou sambil berdiri. Pramugari tersebut segera memasuki ruang kokpit untuk menyampaikan pesan penumpang. Sang pilot segera mendorong tuas, lalu dia membelokkan kemudi ke kanan. Sedikit demi sedikit burung besi bergerak menjauhi bandara. Chyou dan rekan-rekannya memindahkan penumpang dari sisi kiri ke kanan. Merek
41Steve dan Miguel terkesiap ketika menyaksikan sekelompok orang berpakaian serba biru, keluar dari pintu kedatangan pesawat luar negeri. Keduanya saling melirik, sebelum sama-sama mengangkat bahu karena tebakan Anjani ternyata benar.Kedua pria tersebut menyalami keenam laki-laki yang menggunakan topi bisbol dengan logo PBK di bagian tengahnya. Hal serupa juga dilakukan Yanzou yang turut menjemput bersama Jessica. Mereka tidak berbincang dan langsung jalan menuju area luar. Seunit mobil van hitam menjadi tujuan mereka, yang segera memasuki kendaraan berkapasitas cukup besar itu. "Ani titip makanan buat kalian," tutur Miguel sambil menunjuk tas biru besar di dekat kakinya. "Syukurlah, aku sudah lapar," jawab Wirya menggunakan bahasa Mandarin. "Nasinya, ada?" tanya Zulfi. "Sudah kusiapkan di unit," terang Jessica yang berada di kursi depan mendampingi kekasihnya yang menjadi sopir. "Jarak dari unit ke kantor, jauh tidak?" desak Wirya. "Tidak. Kita hanya perlu memutar jalan. Ata
42Hari berganti. Wirya dan rekan-rekannya berjibaku mencari mata-mata di kantor Yang Grup. Miguel, Steve dan Bobby, serta para pengawal Graham Yang, turut membantu tim khusus dari Indonesia. Setiap malam, mereka akan menyampaikan laporan di grup khusus yang beranggotakan belasan orang. Kali itu, Zulfi menyampaikan laporan penyelidikan keuangan perusahaan yang mencurigakan pada bulan sebelumnya. Semua orang yang berada di grup, mengamati lingkaran-lingkaran merah yang dibuat Zulfi di kertas kopian data. Carver yang akhirnya menyadari sesuatu, mengetikkan kata-kata makian yang mengejutkan sang cici yang juga berada di grup yang sama. Earlene : Carver, jaga bicaramu! Carver : Maaf, Ci. Aku hanya kesal, karena jumlah yang tidak pas itu cukup banyak. Darren : Apa aku boleh mengumpat juga? Earlene : Tidak boleh! Teman-teman di sini akan bingung. Wirya : Tidak apa-apa. Kami paham.Jessica : Divisi keuangan kacau! Vinson : @Alfred. Anak buahmu bikin ulah! Alfred : Maaf, aku baru tah
43Matahari pagi baru naik sepenggalah ketika Jauhari yang bertugas di divisi marketing, melihat kedua staf di tempat itu berbincang dengan serius. Pada awalnya, Jauhari menduga jika mereka hanya mengobrol biasa. Namun, ketika salah satu dari mereka menyebutkan nama Grandel, alarm di otak Jauhari langsung berbunyi. Pria bermata sipit yang menyemir rambutnya semu pirang sebagai kamuflase, berpura-pura hendak memfotokopi berkas-berkas. Jauhari jalan dengan santai sambil menggunakan headset. Sekali-sekali dia menggoyangkan kepala seakan-akan tengah mengikuti irama musik. Kedua lelaki yang sama-sama bercelana hitam, sempat melihat Jauhari sekilas, kemudian melanjutkan perbincangan. Mereka mengira pegawai baru tersebut sedang mendengarkan lagu. Hingga tidak mungkin Jonathan, nama samaran Jauhari, akan menguping percakapan. "Aku tidak sanggup lagi. Tuan muda Grandel kian menekan untuk mengalihkan beberapa proyek ke perusahaan Zhang," tukas pria berkemeja putih. "Ya, kita sudah memberi