“Aku tidak menyangka akan jadi paman.”Azlan datang ke rumah sakit untuk melihat kondisi Ayana. Dia melihat sang kakak yang terlihat pucat dan lemah.“Kamu sudah cukup umur untuk jadi paman,” ujar Ayana dengan nada candaan.“Apa Deon sudah cukup umur untuk jadi ayah?” tanya Azlan sambil melirik kakak iparnya.Deon langsung memukul punggung adik iparnya itu dengan kencang, bisa-bisanya Azlan mengatakan dirinya cukup umur atau tidak.“Memangnya umurku masih enam belas tahun, hah!” amuk Deon karena sang adik ipar bicara sembarangan.Azlan memekik punggungnya panas terkena gampar, lantas menatap Deon dengan ekspresi kesal.“Aku hanya tanya, lagian kamu memang masih kecil,” balas Azlan masih saja menggoda sang kakak ipar.Deon mengangkat tangan, hampir saja dia memukul adik ipar yang mulutnya memang susah difilter.Ayana tertawa kecil mendengar perdebatan Deon dan Azlan, meski keduanya sering bertengkar, tapi dua pria itu selalu bisa membuat tertawa.“Jadi kamu sering sakit karena sedang h
Azlan sudah bangun awal karena harus pergi ke kafe. Dia minta izin berangkat pagi agar sore hari bisa menjenguk Ayana. Pria itu sedang di dapur membuat sarapan, hingga mendengar suara bel beberapa kali. “Siapa yang datang sepagi ini?” Azlan bertanya-tanya, hingga kemudian panik. “Bagaimana kalau Papa?” Azlan takut dan bingung. Dia berjalan ke arah pintu, kemudian melihat monitor yang terpasang di dekat pintu. Azlan terkejut melihat siapa yang kini berdiri di depan pintu apartemen. Pria itu pun membuka pintu, melihat sang mama berada di sana. “Ma, kenapa datang sepagi ini?” tanya Azlan keheranan. “Apa tidak boleh?” Suci memandang putra yang kabur dan tak mau pulang ke rumah itu. Azlan diam dan memilih membuka lebar pintu untuk mempersilakan Suci masuk. Suci masuk ke apartemen milik Ayana, lantas menghentikan langkah melihat foto Ayana dan Deon saat menikah dipajang di ruang tamu. Bingkai besar membalut foto pernikahan Ayana dan Deon yang terlihat hangat dan penuh kebahagiaan.
Suci pergi dari apartemen Ayana dengan perasaan bimbang. Dia kini berada di mobil yang melaju di jalan raya. Dia memegangi dada, rasanya sebah mendengar ucapan Azlan yang memang sebuah fakta. “Pak, antar aku ke rumah sakit,” perintah Suci ke sopir. “Baik, Nyonya. Rumah sakit mana?” tanya sang sopir. Suci menyebutkan rumah sakit yang tadi disebutkan Azlan. Dia memang sudah jahat karena tidak pernah perhatian ke Ayana, tapi meski begitu Suci tetap seorang ibu yang mengandung dan melahirkan Ayana. Sopir pun melajukan mobil menuju ke rumah sakit yang disebutkan Suci. Suci berjalan di koridor rumah sakit mencari ruang inap Ayana. Dia membaca penunjuk arah ruangan-ruangan yang ada di rumah sakit itu. “Harusnya ke sana,” gumam Suci sambil menunjuk ke arah kanan. Suci berjalan ke arah kanan, hingga langkahnya terhenti saat melihat seorang pria berdiri menatapnya dari jauh. Suci sedikit terkejut, tapi kemudian memilih kembali mengayunkan langkah. Jonathan melihat Suci yang berjalan ke a
“Apa kita selama ini sudah sangat keterlaluan ke Ayana?”Pertanyaan itu terlontar dari bibir Suci ketika bicara dengan Firman.Firman baru saja selesai mandi, dia menoleh ke sang istri dan dahinya berkerut halus mendengar apa yang dikatakan Suci.“Apanya keterlaluan? Membesarkan, menyekolahkan, bahkan kini membuatnya sukses. Apa yang keterlaluan? Kecuali kita menelantarkan dan tidak memberinya makan, itu keterlaluan!” Firman bicara tanpa menatap Suci, sedikit emosi karena pertanyaan istrinya itu.Suci berdiri mendengar apa yang dikatakan Firman, hingga kemudian kembali berdebat.“Kita membedakannya. Saat Azlan belum ada, kamu sangat menyayanginya, tapi begitu Azlan lahir, sikapmu berubah,” ujar Suci mengingat masa kecil anak-anaknya.Firman membalikkan badan, lantas memandang Suci.“Tentu saja berubah karena aku mendapatkan anakku sendiri. Aku mau menerima dia saja seharusnya kamu bersyukur. Kenapa membahas itu?” Firman mulai terpancing emosi lagi.“Kita dulu menikah karena kamu membu
“Kakakmu sudah pulang?” tanya Hyuna yang siang itu menemui Azlan di kafe.“Ya, tadi Deon menghubungi dan mengatakan kalau Ayana sudah dibawa pulang,” jawab Azlan.“Hm ….” Hyuna mengangguk-angguk mendengar jawaban Azlan.Azlan memandang Hyuna, memperhatikan kekasihnya yang sedang menyedot jus.“Kamu mau menjenguknya?” tanya Azlan.Hyuna terkejut mendengar pertanyaan Azlan, sampai-sampai tersedak kemudian melotot ke pria itu.“Tidak,” jawab Hyuna.“Kenapa? Seharusnya kamu jenguk dia, biar dia senang. Masa sama calon kakak ipar begitu?” Azlan malah menggoda kekasihnya itu.Hyuna melotot mendengar ucapan Azlan, bahkan sampai memukul lengan kekasihnya itu.“Apanya kakak ipar?” Hyuna mengelak, kemudian kembali meminum jusnya.“Kamu pacarku, bisa saja besok aku melamarmu, jadi benarkan Ayana calon kakak iparmu.”Hyuna terkejut sampai tersedak dan menyemburkan minuman yang baru saja masuk mulut, sampai menyiram Azlan.Azlan memejamkan mata, bisa-bisanya sang kekasih menyembur dirinya hingga w
“Aku lihat dulu siapa yang datang. Tidak mungkin Ibu sudah pulang datang lagi, kan?”Ayana mengangguk mendengar ucapan suaminya. Dia sendiri kembali mengambil alih laptop untuk mengecek berkas yang dikirimkan Amel dari email.Deon keluar dari kamar untuk melihat siapa yang datang. Dia melihat di monitor sebelum membuka pintu. Dahinya berkerut halus melihat siapa yang datang. Deon pun memutuskan untuk membuka pintu.“Hyuna.”Hyuna tersenyum tipis melihat Deon berdiri di hadapannya. Dua tangannya memegang sebuah paper bag.“Kata Azlan, istrimu hamil dan sedang sakit. Aku ke sini untuk menjenguknya,” ujar Hyuna.Setelah dua hari berpikir apakah harus datang menjenguk atau tidak, kini Hyuna di sana setelah memantapkan hati.“Oh, ya. Masuklah.” Deon membuka pintu lebar mempersilakan Hyuna masuk.Hyuna mengangguk lantas masuk sambil mengedarkan pandangan.“Duduklah. Aku akan minta Ayana keluar,” kata Deon sambil menunjuk ke sofa.“De.” Hyuna terlihat bingung berada di sana, padahal sudah te
“Anda tinggal di sini, atau Anda sedang ingin bertemu orang di sini?”Deon keluar apartemen untuk membeli beberapa bahan makanan, tapi saat sampai di lobi setelah berbelanja, dia bertemu dengan Jonathan dan asistennya.Jonathan tentunya tidak terkejut melihat Deon di sana, tapi dia berpura terkejut agar pemuda itu tidak curiga.“Anda juga tinggal di sini? Saya baru saja akan menempati salah satu unit apartemen di sini, karena memang berencana tinggal agak lama,” jawab Jonathan menanggapi pertanyaan Deon.“Ya, saya dan Ayana tinggal di lantai sepuluh,” jawab Deon.“Kebetulan sekali, saya tinggal di lantai sebelas,” balas Jonathan agar tidak mencurigakan.Deon mengangguk-angguk, merasa tidak percaya jika bisa tinggal di apartemen yang sama.Jonathan melihat barang belanjaan Deon, hingga kemudian bertanya, “Baru belanja, mau membuat makan malam?”Deon menengok ke belanjaannya, hingga kemudian menganggukkan kepala.“Ya,” jawab Deon, “aku membeli beberapa bahan makanan yang habis karena Ay
Ayana gelagapan sampai kebingungan mendengar ucapan Jonathan. Dia menatap pria itu yang terus tersenyum kepadany.Jonathan tertawa kecil, hingga kemudian berkata, “Kenapa reaksimu seperti itu? Aku hanya berumpama, karena kamu merasa canggung menyebutkan secara non formal.”Jonathan menjelaskan agar Ayana tidak salah paham, lagi pula dia tidak mungkin memberitahukan secara tiba-tiba akan kebenaran siapa dirinya.Ayana terlihat bernapas lega. Dia sempat memiliki banyak pemikiran negatif di kepala mendengar ucapan pria itu.“Anda … maksudku, kamu membuatku syok.” Ayana benar-benar sudah pucat pasi mendengar ucapan Jonathan.Jonathan tersenyum kecil, meski berkata itu hanya berumpama, tapi dalam hatinya tentu berharap Ayana benar-benar memanggilnya demikian.Deon dan asisten Jonathan masih sibuk di dapur. Kali ini Deon tidak mungkin membuat makan malam biasa karena kedatangan tamu.“Anda seperti pandai memasak,” ujar asisten yang membantu Deon memotong sayur.Deon menoleh ke pria di sebel