EDER POVHari H, hari pernikahan yang ditentukan.Entah kenapa aku menghela nafas, merasa perasaan berat yang aneh menyeruak di dada.Aku membenarkan dasi kupu-kupuku. Tuxedo bridesmaid, aku tidak pernah berfikir akan memakai perlengkapan seperti ini, tidak pernah berfikir bahwa aku akan menjadi pengiring pengantin seseorang mengingat aku tidak punya cukup teman baik untuk hal seperti ini, tapi ternyata takdir berkata lain.Aku menjadi bridesmaid Ibu kusendiri.Aku tersenyum kecut menyadari fakta tersebut, Mom memang belum tua untuk menikah lagi, tapi Apa itu diperbolehkan? Bukan, itu bukan pertanyaan yang tepat, Apa tidak terdengar lucu wanita berusia hampir setengah abad untuk menikah lagi? Bagiku itu terdengar seperti bualan.Well, sejak dulu Mom memang tidak pernah merasa bahagia, aku masih ingat bagaimana mereka bertengkar, menyalahkan dan mengatakan jika hidup bersama adalah sebuah kesalahan besar dan membuat Mom tidak bahagia.Entah itu benar karena tidak bahagia? Atau menuntut
REVERIE POV"Ana."Aku berbalik begitupun Eder yang berjalan beriringan denganku,NathanNathan berdiri beberapa meter didepanku, matanya menatap tajam diriku dan Eder bergantian."Kamu mau kemana?" tanyanya, berjalan mendekatiku dan Eder yang masih mematung tanpa menyahut, "Kamu mau pergi kemana? Memangnya acara pemberkatan sudah selesai?" tanyanya lagi, ada nada ketus diakhir kalimat membuatku mengernyit tak mengerti.Nathan marah?Apa yang membuatnya kesal?Aku melirik Eder yang menatap Nathan dingin, seakan tak berniat untuk menjawab pertanyaan yang Nathan berikan.Aku berdaham singkat, mencoba memecahkan keheningan, "Ini aku mau cari minum sama Eder." jawabku agak ragu.Nathan kembali menatapku, sengit, "Kamu kira aku bodoh." tanpa aba-aba dia meraih tanganku, menariknya sedikit kencang, membuatku mau tidak mau berdiri disampingnya.Tangan Nathan mencengkram tanganku erat, "Daddy kamu masih ada di Chapel dan kamu mau kelayaban entah kemana, kurang perginya?"Aku menatapnya tida
REVERIE POV"Ana."Aku berbalik begitupun Eder yang berjalan beriringan denganku,NathanNathan berdiri beberapa meter didepanku, matanya menatap tajam diriku dan Eder bergantian."Kamu mau kemana?" tanyanya, berjalan mendekatiku dan Eder yang masih mematung tanpa menyahut, "Kamu mau pergi kemana? Memangnya acara pemberkatan sudah selesai?" tanyanya lagi, ada nada ketus diakhir kalimat membuatku mengernyit tak mengerti.Nathan marah?Apa yang membuatnya kesal?Aku melirik Eder yang menatap Nathan dingin, seakan tak berniat untuk menjawab pertanyaan yang Nathan berikan.Aku berdaham singkat, mencoba memecahkan keheningan, "Ini aku mau cari minum sama Eder." jawabku agak ragu.Nathan kembali menatapku, sengit, "Kamu kira aku bodoh." tanpa aba-aba dia meraih tanganku, menariknya sedikit kencang, membuatku mau tidak mau berdiri disampingnya.Tangan Nathan mencengkram tanganku erat, "Daddy kamu masih ada di Chapel dan kamu mau kelayaban entah kemana, kurang perginya?"Aku menatapnya tida
EDER POVAku sama sekali tidak menikmati pesta ini, terlalu ramai, tidak ada yang kukenal, dan tidak ada yang bisa diajak bicara.Jangan tanya dimana Earl? Aku tidak melihatnya selain di Chapel pagi tadi.Lalu dimana Anastasia?Gadis yang biasa cerewet dan antusias untuk memperkenalkan aku dengan kerabat-kerabatnya.Mataku langsung memandang lurus kedepan, melihat gadis yang tampak asyik sendiri bercanda dengan anak kecil yang tak lain adalah keponak-keponakkannya.Aku mendengus lucu tanpa sadar,Apa dia tidak menyadari umurnya? Kenapa dia lebih memilih untuk berkumpul dengan anak-anak? Sepupu sebayanya cukup banyak dan dia memilih untuk berada disana.Aku sedikit terkejut saat pandangku bertemu dengan Arcila, ya gadis kecil itu juga ada disana. Aku tersenyum sekenanya, lalu melambaikan tangan padanya.Menyebalkan, Anastasia seolah tahu kontak mataku dengan Arcila, dia memegang tangan Arcila saat menyadari gadis kecil itu ingin membalas lambaian tanganku.Terlihat tidak suka, dengan
EDER POVAku melirik kotak bludru yang masih tergeletak diatas kasur tak berdaya, persis disampingku.Earl tidak berniat membantu memberikan kotak itu pada Mom. Ya, Earl sudah pergi beberapa menit yang lalu setelah dia mengetahui fakta yang mungkin akan membungkamnya seumur hidup.Menyedihkan, tapi apa boleh buat, pada akhirnya seburuk apapun itu dia akan mengetahuinya.Ya, dia harus mengetahuinya.Aku memejamkan mataku, mengingat kembali wajah pucat Earl saat mengetahui fakta yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya.Sebenarnya, aku tidak mau membuat Earl mengetahui semuanya. Secara tidak langsung itu menyakitinya tapi apa boleh buat, kondisiku masih tidak begitu stabil untuk apapun alasan yang membuatku harus menyembunyikan keadaan yang sebenarnya..Pembicaraan mengenai keluarga terlebih orang tua, membuatku merasa buruk dengan alasan yang jelas.Perbedaan kasih sayang dan perlakuan.Itu semua sumber rasa sakit setiap manusiakan?Dibeda-bedakan untuk setiap hal,Pembicaraan
ANASTASIA POVPagi yang berbeda,Karena semua orang sudah heboh membicarakan sesuatu yang tidak kuketahui,Aku baru bangun dan orang-orang yang lebih tua sudah sibuk bergosip diruang tengah bahkan mereka tidak berhenti berbisik saat aku melewati mereka, hal yang menandakan bahwa bukan aku yang mereka perbincangkan. Lalu siapa?Sejak kapan aku bukan lagi gosip hangat mereka?Bersikap tidak peduli dan terlalu bingung untuk menanyakan apa yang terjadi,Aku lebih memilih untuk meraih susu coklat yang ada di kitchen set dapur. Tidak memikirkan apapun hanya bengong, sambil sesekali menyesap susu hangat digengamanku."Pagi, anak gadis kok jam segini baru bangun." sapa Mba Rini, dia bergerak menaruh piring kotor diwestafel, mungkin habis menyuapi Arcila, pikirku."Ada apa sih mba? Pagi-pagi sudah pada gosip aja." tanyaku, melirik sekilas kumpulan tante-tanteku yang asik berbincang diruang tengah.Mba Rini mendekati, mencodongkan tubuhnya dikitchen set lalu berbisik, "Anaknya Mba Yuli pulang
ANASTASIA POVSetelah berusaha mencari Earl akhirnya aku menemukannya sedang berjalan-jalan di pinggir pantai sendirian, sesekali ia menendang gundukan pasir yang menghalangi langkahnya. Dia juga terlihat tidak baik-baik saja,Melihat Earl membuatku bisa bernafas lega, sesegera mungkin aku berlari kearahnya setelah cukup dekat,"Earl!" panggilku,Earl menoleh, dahinya merengut saat melihatku yang masih mengatur nafas.Memang dasar Earl dia hanya berdiri disana, diam saja tanpa bertanya apa yang membuatku lari-larian. Earl bahkan tidak menanyakan apa aku baik-baik saja walaupun dia melihat nafasku yang tersendat seakan mau mati karena kekurangan oksigen.Terkadang sikapnya lebih parah dari pada Eder.Itu kenyataan, Earl lebih pendiam daripada kakaknya."Aku cari kamu kemana-mana." kataku setelah berhasil mengatur nafas, aku melangkah semakin mendekatinya, "Ada yang mau aku tanyain ke kamu."Earl dengan cueknya kembali berjalan menjauhiku, seakan-akan aku telah menganggu waktu santainya
ANASTASIA POVEntah berapa kali aku menghusap air mataku dengan tissue selama mendengar cerita masa kecil Eder dan Earl, bahkan mendengar dari sudut pandang Earl membuat hatiku miris memikirkan bagaimana perasaan Eder saat itu.Menurut Earl, sejak kecil Eder selalu dinomor duakan.Entah apa yang terjadi sehingga Eder harus merasakan hal seperti itu tapi apa yang Earl ingat hanya Eder yang selalu disalahkan, diminta untuk mengalah, setiap kali mereka bertengkar atau dalam berbagai kondisi apapun, hanya Eder yang akan di jadikan lampiasan.Earl bilang orang tua mereka cukup menyayangi Eder karena segala kebutuhan dan keinginan Eder selalu terpenuhi, tapi entah kenapa jika ada sesuatu yang salah Eder yang akan jadi kena sasaran, Eder yang akan ditinggalkan, dibiarkan atau bahkan tidak diperdulikan. Diskriminasi yang diberikan orang tuanya mungkin mempengaruhi Eder tapi ingatan Earl yang saat itu masih kecil tidak cukup bisa dijadikan acuan.Satu-satunya cara hanya menanyakan langsung pad