EDER POVAku melirik kotak bludru yang masih tergeletak diatas kasur tak berdaya, persis disampingku.Earl tidak berniat membantu memberikan kotak itu pada Mom. Ya, Earl sudah pergi beberapa menit yang lalu setelah dia mengetahui fakta yang mungkin akan membungkamnya seumur hidup.Menyedihkan, tapi apa boleh buat, pada akhirnya seburuk apapun itu dia akan mengetahuinya.Ya, dia harus mengetahuinya.Aku memejamkan mataku, mengingat kembali wajah pucat Earl saat mengetahui fakta yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya.Sebenarnya, aku tidak mau membuat Earl mengetahui semuanya. Secara tidak langsung itu menyakitinya tapi apa boleh buat, kondisiku masih tidak begitu stabil untuk apapun alasan yang membuatku harus menyembunyikan keadaan yang sebenarnya..Pembicaraan mengenai keluarga terlebih orang tua, membuatku merasa buruk dengan alasan yang jelas.Perbedaan kasih sayang dan perlakuan.Itu semua sumber rasa sakit setiap manusiakan?Dibeda-bedakan untuk setiap hal,Pembicaraan
ANASTASIA POVPagi yang berbeda,Karena semua orang sudah heboh membicarakan sesuatu yang tidak kuketahui,Aku baru bangun dan orang-orang yang lebih tua sudah sibuk bergosip diruang tengah bahkan mereka tidak berhenti berbisik saat aku melewati mereka, hal yang menandakan bahwa bukan aku yang mereka perbincangkan. Lalu siapa?Sejak kapan aku bukan lagi gosip hangat mereka?Bersikap tidak peduli dan terlalu bingung untuk menanyakan apa yang terjadi,Aku lebih memilih untuk meraih susu coklat yang ada di kitchen set dapur. Tidak memikirkan apapun hanya bengong, sambil sesekali menyesap susu hangat digengamanku."Pagi, anak gadis kok jam segini baru bangun." sapa Mba Rini, dia bergerak menaruh piring kotor diwestafel, mungkin habis menyuapi Arcila, pikirku."Ada apa sih mba? Pagi-pagi sudah pada gosip aja." tanyaku, melirik sekilas kumpulan tante-tanteku yang asik berbincang diruang tengah.Mba Rini mendekati, mencodongkan tubuhnya dikitchen set lalu berbisik, "Anaknya Mba Yuli pulang
ANASTASIA POVSetelah berusaha mencari Earl akhirnya aku menemukannya sedang berjalan-jalan di pinggir pantai sendirian, sesekali ia menendang gundukan pasir yang menghalangi langkahnya. Dia juga terlihat tidak baik-baik saja,Melihat Earl membuatku bisa bernafas lega, sesegera mungkin aku berlari kearahnya setelah cukup dekat,"Earl!" panggilku,Earl menoleh, dahinya merengut saat melihatku yang masih mengatur nafas.Memang dasar Earl dia hanya berdiri disana, diam saja tanpa bertanya apa yang membuatku lari-larian. Earl bahkan tidak menanyakan apa aku baik-baik saja walaupun dia melihat nafasku yang tersendat seakan mau mati karena kekurangan oksigen.Terkadang sikapnya lebih parah dari pada Eder.Itu kenyataan, Earl lebih pendiam daripada kakaknya."Aku cari kamu kemana-mana." kataku setelah berhasil mengatur nafas, aku melangkah semakin mendekatinya, "Ada yang mau aku tanyain ke kamu."Earl dengan cueknya kembali berjalan menjauhiku, seakan-akan aku telah menganggu waktu santainya
ANASTASIA POVEntah berapa kali aku menghusap air mataku dengan tissue selama mendengar cerita masa kecil Eder dan Earl, bahkan mendengar dari sudut pandang Earl membuat hatiku miris memikirkan bagaimana perasaan Eder saat itu.Menurut Earl, sejak kecil Eder selalu dinomor duakan.Entah apa yang terjadi sehingga Eder harus merasakan hal seperti itu tapi apa yang Earl ingat hanya Eder yang selalu disalahkan, diminta untuk mengalah, setiap kali mereka bertengkar atau dalam berbagai kondisi apapun, hanya Eder yang akan di jadikan lampiasan.Earl bilang orang tua mereka cukup menyayangi Eder karena segala kebutuhan dan keinginan Eder selalu terpenuhi, tapi entah kenapa jika ada sesuatu yang salah Eder yang akan jadi kena sasaran, Eder yang akan ditinggalkan, dibiarkan atau bahkan tidak diperdulikan. Diskriminasi yang diberikan orang tuanya mungkin mempengaruhi Eder tapi ingatan Earl yang saat itu masih kecil tidak cukup bisa dijadikan acuan.Satu-satunya cara hanya menanyakan langsung pad
EDER POVMenghirup nafas lega saat melihat orang dengan perawakkan yang tak jauh berbeda berlalu lalang dihadapanku.Akhirnya aku sampai di Amerika melihat pemandang seperti ini membuatku sudah merasa pulang ke tempat yang benar, ini asalku.Aku tidak terlalu mencolok disini,"Eder!" teriakkan melengking itu membuatku menoleh,Seorang wanita berlari diikuti seorang pria yang masih menggerutu dibelakangnya.Wanita itu langsung berhampur kepelukanku, memelukku erat seperti sudah bertahun-tahun tidak bertemu. "Ah aku masih ada pekerjaan tapi orang cerewet ini menganggu bilang kalau pasien kesayangannya akan pulang."Ya, laki-laki yang penggerutu itu Bryan sedangkan wanita yang masih dipelukkanku ini adalah Sarah.Aku hanya menanggapi perkataan Bryan dengan senyuman, dia sedikit ketus tapi sebenarnya dia pria yang sangat baik. "Everything ok bro?""Well, Bryan here, jadi semuanya selalu terkendali." dan ya, sedikit sombong.Aku tertawa ringan mendengar perkataanya, lalu membalas pelukkan
EDER POV Sarah membersihkan luka yang ada di telapak kakiku, seperti biasanya aku sama sekali tidak merasa sakit saat Sarah melakukan kegiatan itu. Mengelap lukaku dengan kapas beralkohol, memberikanku sebuah cairan obat sebelum membalut kakiku dengan perban. Tidak ada yang berbicara selama kegiatan membersihkan luka itu berlangsung, Kami sibuk dengan pikiran masing-masing yang membuat kami bungkam satu sama lain. Aku masih bingung dengan apa yang terjadi padaku beberapa saat yang lalu, aku melirik Sarah yang sepertinya memilih untuk bungkam dan fokus dengan apa yang dia kerjakan, tapi rasa keingintahuan membuatku bersuara, "Apa yang terjadi?" Tidak ada jawaban, Entah dia yang tidak mendengarku atau dia sengaja mengabaikanku, "Sarah." panggilku, masih belum menyerah. Sarah mendengak, dia menatapku, matanya yang bulat terlihat bengkak, dan masih berair. Efek habis menangis, Sarah tampak terluka, melihatnya seperti ini membuatku merasa bersalah, "Maaf." kataku refleks, Sarah m
ANASTASIA POV Aku menarik koperku, celingak-celinguk setelah keluar dari kamar. Semoga Nathan sudah pulang, harapku. Setelah merasa aman, Aku mulai melangkahkan kakiku menjauh, Berusaha terlihat senetral mungkin namun baru beberapa langkah, refleks aku langsung berjongkok didepan koper saat melihat laki-laki muncul dari balik tempok pembatas yang ada beberapa meter didepanku. Berharap koper ini bisa menyembunyikanku, Aku tidak tau siapa itu, tapi aku sudah dalam mode siaga hingga kekhawatiranku menjadi berlebihan. "Lo lagi ngapain?" Itu bukan suara Nathan, Aku mendengak, terkekeh canggung sambil beranjak dari tempatku setelah menyadari siapa pemilik suara itu. "Oh Earl, aku kira siapa." sahutku benar-benar kikuk, Earl mengerutkan keningnya, "Lo lagi ngapain barusan? "Hm-" Aku melihat kelantai, Pikirkan sesuatu Anastasia. "Hm Uang, ya gopean aku tadi jatuh." "Oh." Earl hanya ber-oh ria sebelum akhirnya dia bertanya, "Lo jadi balik sekarang?" "Jadi, nanti Flight jam 12 sian
ANASTASIA POV Setelah menunggu hampir dua minggu akhirnya aku dijadwalkan untuk terbang hari ini ke Amerika. Aku menyiapkan segala kebutuhanku disana, setelah merasa semua telah lengkap aku menutup koperku. Hanya satu koper besar yang akan kubawa. Aku masih tidak tahu kapan aku kembali atau berapa lama aku akan berada di Amerika tapi sebelum memastikan Eder baik-baik saja disana mungkin aku tidak akan pulang. Amerika itu negara besar, dan Eder sendirian dalam keadaan seperti itu adalah hal yang mengkhawatirkan. ponsel-ku bergetar, membuatku tersadar dari lamunanku yang menyusun rencana. Earl, namanya tertera dilayar. "Halo Earl." "Sudah mau berangkat?" tanyanya, "Nanti malam." Aku membuka pintu lemariku mencari baju yang mungkin aku kenakan, "Flight terakhir." "Gue masih gak nyangka lo benar-benar akan pergi, gue kira lo cewek manja yang gak mungkin berani untuk pergi. Amerika itu negara yang luas." sahutnya, entah bagaimana wajahnya tapi aku mendengar suara murung yang amat