ANASTASIA POV
Aku menarik koperku, celingak-celinguk setelah keluar dari kamar.
Semoga Nathan sudah pulang, harapku.
Setelah merasa aman,
Aku mulai melangkahkan kakiku menjauh,
Berusaha terlihat senetral mungkin namun baru beberapa langkah, refleks aku langsung berjongkok didepan koper saat melihat laki-laki muncul dari balik tempok pembatas yang ada beberapa meter didepanku.
Berharap koper ini bisa menyembunyikanku,
Aku tidak tau siapa itu, tapi aku sudah dalam mode siaga hingga kekhawatiranku menjadi berlebihan.
"Lo lagi ngapain?"
Itu bukan suara Nathan,
Aku mendengak, terkekeh canggung sambil beranjak dari tempatku setelah menyadari siapa pemilik suara itu. "Oh Earl, aku kira siapa." sahutku benar-benar kikuk,
Earl mengerutkan keningnya, "Lo lagi ngapain barusan?
"Hm-" Aku melihat kelantai, Pikirkan sesuatu Anastasia. "Hm Uang, ya gopean aku tadi jatuh."
"Oh." Earl hanya ber-oh ria sebelum akhirnya dia bertanya, "Lo jadi balik sekarang?"
"Jadi, nanti Flight jam 12 siang. Semakin cepat aku sampai Jakarta semakin bagus dong." jelasku menjadi bersemangat,
"Emangnya lo sudah ngomongin ke Om Nugroho?" tanya Earl,
Aku menggeleng perlahan, "Belum, aku juga bingung mau ngomong gimana. Jadi, aku putuskan untuk balik ke Jakarta, dan nanti baru mikirin alasannya." Disini aku tidak bisa berfikir karena masih ada Nathan, sambungku dalam hati.
Earl menghela nafas, "Gue masih ragu kalau ini adalah hal yang benar, tunggu dua bulan lagi aja, setelah sekolah gue selesai kita kesana sama-sama."
"Kelamaan Earl, aku cuma mastiin kalau keadaan Eder baik-baik saja kok, kalau sudah liat dia aman, aku juga akan pulang." jelasku, membuat Earl mengangguk samar.
Aku mengusap bahu Earl, "Jangan khawatir, ok?"
"Siapa juga yang khawatir sama lo." sahutnya sinis, aku baru ingin memukulnya dia langsung tertawa, "Gue cuma becanda." ralatnya,
"Ngomong-ngomong lo punya kontak Eder yang lain selain w******p-kan?" tanyaku penasaran,
Earl menghela nafas, "Gue ada Skype, I*******m dan F******k-nya dia tapi gue rasa, dia udah block gue karena I try send him message, but didn't work." jelasnya memelas,
"Gue kirimin emailnya Eder, mungkin dia baca. Well tapi jangan berharap dia bales, gue email dia kemarin belum ada balasan." tambah Earl sambil mengotak-ngatik ponselnya,
"Makasih ya." sahutku setelah menerima pesan W******p berisi email milik Eder.
"It's nothing, gue yang seharusnya makasih." katanya tersenyum samar,
Aku berjinjit mencoba mengusap rambutnya, "Aduh anak ini kadang ngeselin, kadang manis banget."
Risih dengan apa yang aku lakukan, Earl mundur menjauh, "Ih apaan sih!" protesnya,
Aku tersenyum melihat ekspresi wajahnya,
Aku akan memastikan Eder baik-baik saja Earl jangan khawatir.
——
ANASTASIA POV
"Kamu yakin mau pulang sekarang? Kok baru bilang Daddy." Tanya Daddy menatapku lekat.
Sekarang aku dan Daddy sudah duduk dibalkon Vila, Tante Yuli sengaja meninggalkan kami berdua untuk mengobrol.
Menghargai dan memahami jika suami barunya butuh privasi dengan anak sematawayangnya.
Aku berusaha untuk tidak terlihat mencolok kalau aku sedang berbohong, dengan mantap aku menjawab skenario yang sedari malam aku latih didepan kaca, "Aku masih harus lakukan observasi untuk tugas akhir nanti Daddy, jadi ya harus pulang. Padahal aku juga gak mau pulang." jelasku sengaja memelas,
Daddy tidak curiga, dia mengangguk samar. "Kamu sudah beli tiket?"
"Sudah." Berhasil, "Aku juga sudah prepare."
"Nanti setelah di Jakarta kamu hubungi Daddy, mungkin seminggu lagi Daddy pulang sama Tante Yuli." jelas Daddy tersenyum tulus,
Aku jadi merasa bersalah karena harus membohonginya,
Aku mengangguk, "Aku tahu Daddy, aku ini sudah dewasa, tenang aja."
Daddy mencoba merangkulku, "Kamu masih anak kecil bagi Daddy, selamanya akan begitu."
Aku tertawa mendengar perkataan Daddy, dia memang masih menganggapku anak kecil, melihatnya seperti ini membuatku semakin merasa bersalah karena akan membohonginya.
"Dad." panggilku, agak ragu tapi aku pikir kenapa tidak sekalian saja berbohongnya.
Daddy menoleh, "Kenapa?"
Aku mengigit pipi bagian dalamku, "Teman-teman ada niat mau observasi ke Paris atau Amerika, aku boleh ikut gak?"
"Kenapa harus pergi jauh-jauh segala, kamukan bisa observasi di Indonesia saja, fashion disini juga gak kalah bagus kok." kata Daddy ekspresi wajahnya menjadi serius,
"Ya tapikan pusat mode ada disana Dad, lagian juga-" Aku meneguk ludahku sendiri, "Kan ada Eder, dia juga ada di bisnis fashion jugakan."
"Ana." kali ini wajah Daddy benar-benar berubah, aku tidak bisa menjelaskannya tapi aku merasa ada sesuatu yang salah, "Coba untuk observasi di Indonesia saja." tolaknya perlahan,
"Ada apa Dad?" Aku jelas tahu jika ada sesuatu yang menganggu Daddy, aku sudah mengenalnya selama aku hidup. "Ada yang salah dengan Eder?"
Daddy menghela nafas dalam, dia melongok sebentar seperti memastikan jika tidak ada orang yang bisa mendengar perkataannya. "Kamu tahukan jika Eder pulang kemarin tanpa pamit?"
Kenapa jadi masalah itu lagi?
Sejak kapan Daddy suka bergosip,
"Mungkin ada masalah dengan bisnisnya makanya dia harus pulang mendadak." kataku jelas membela Eder, bayangan jika Daddy mulai mengikuti jejak keluarga-ku yang suka menggosip membuatku ngeri.
"Daddy juga berfikir seperti itu, tapi dia bahkan tidak mengatakan apapun dengan Mommy-nya." Daddy menerawang kedepan, dia seperti mencoba mengingat sesuatu, "Daddy hanya khawatir jika dia tidak menginginkan pernikahan Daddy dan Mommy-nya."
"Kata siapa? Itu gak benar, dia menyerahkan sepenuhnya pada Tante Yuli, dia memilih untuk tidak ikut campur." sahutku mantap dan aku rasa itu sesuai dengan kenyataan,
Eder pernah menjawab pertanyaanku dulu, dan dia tidak peduli dengan pernikahan ini.
"Mereka sudah cukup tua untuk mengambil keputusan."
"Gue bilang gak pun mereka gak akan mau dengar."
Aku menarik nafas dalam diam, lagi-lagi merasa ngilu dihati saat menyadari Eder terluka sejak awal.
Dan aku tidak menyadarinya,
"Kamu tahu darimana?" tanya Daddy,
"Aku pernah bertanya, dan dia tidak terlihat memiliki masalah dengan pernikahan orang tuanya." Aku menelan liurku, "Dia mengurus dirinya dengan baik Daddy, bahkan tanpa Orang tua yang mendampinginya."
Daddy tersenyum samar, "Daddy juga merasa seperti itu, tapi mendengar cerita Yuli, itu sedikit menganggu."
Aku mengerutkan keningku, "Cerita Tante Yuli? Memangnya Tante Yuli cerita apa?"
Daddy menghela nafas berat, "Mendengarnya membuat Daddy merasa kasihan pada Eder tapi juga Daddy tidak bisa menyalahkan Tante Yuli. Eder bukan anak yang lahirnya direncanakan, terkadang alasan itu membuat orang tuannya merasa terbebani dengan keberadaan Eder."
Aku hanya bisa melongo mendengar fakta lain yang menyayat hatiku,
Eder bukan anak yang direncanakan?
Oh tuhan aku berharap ini bukan seperti apa yang aku fikirkan.
"Tante Yuli hamil diluar nikah dengan Ayah Eder, karena keluarga Ayah Eder yang super kaya itu menjadi beban sendiri untuk Tante Yuli, terlebih dengan tekanan yang diberikan. Daddy mengerti dengan yang di rasakan Tante Yuli tapi disisi lain merasa bersalah pada Eder yang tidak seharusnya merasa apa yang ia rasakan dulu." Sekali lagi Daddy menghela nafas berat, "Daddy hanya merasa ada sesuatu yang salah pada Eder, tapi Daddy tidak bisa memastikannya. Maka dari itu Ana, jangan berusaha membebaninya, karena jika dilihat darimanapun kita tidak berhak."
Aku masih dalam keadaan shock, mencoba mencerna segala informasi yang baru saja aku dapatkan.
Ini semakin membuatku merasa yakin dengan Eder dan mental illness-nya.
Dan juga, aku semakin merasa bersalah.
"Ana?" Panggilan Daddy mengejutkanku,
Aku tersenyum sekenanya lalu berkata, "Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan Daddy, tapi aku tidak berusaha untuk menyulitkan Eder Aku hanya-"
"Daddy mengerti." Daddy kembali menyela, "Tapi ini bukan waktu yang tepat."
"Daddy, aku hanya pergi untuk observasi, lagi pula hubunganku dengan Eder cukup baik, dan jika diperlukan, Aku bisa tinggal di hotel selama aku disana." sahutku kekeh dalam pendirian,
Bagaimana caranya aku harus pergi,
Daddy hanya diam tidak menjawab.
"Boleh ya Daddy, ini hanya beberapa hari hingga observasi tugas akhirku selesai." kataku lagi, mencoba membujuknya.
"Baiklah, tapi janji pada Daddy setelah selesai kamu harus langsung pulang."
Daddy menyerah, dia menyetujui permintaanku.
Dan saat itu juga aku merasa lega,
Aku beranjak dari tempat dudukku, langsung memeluknya, "Terimakasih Daddy, I love you so much!"
Aku menghusap air mataku perlahan, sedari tadi Aku mencoba untuk tidak menangis mendengar informasi mengejutkan tentang Eder.
Sejak kecil dia pasti mengalami hal sulit sendirian, dan aku merasa bersalah untuknya.
Sekarang aku akan berada disisi kamu, Ed. kamu gak akan sendirian lagi.
ANASTASIA POV Setelah menunggu hampir dua minggu akhirnya aku dijadwalkan untuk terbang hari ini ke Amerika. Aku menyiapkan segala kebutuhanku disana, setelah merasa semua telah lengkap aku menutup koperku. Hanya satu koper besar yang akan kubawa. Aku masih tidak tahu kapan aku kembali atau berapa lama aku akan berada di Amerika tapi sebelum memastikan Eder baik-baik saja disana mungkin aku tidak akan pulang. Amerika itu negara besar, dan Eder sendirian dalam keadaan seperti itu adalah hal yang mengkhawatirkan. ponsel-ku bergetar, membuatku tersadar dari lamunanku yang menyusun rencana. Earl, namanya tertera dilayar. "Halo Earl." "Sudah mau berangkat?" tanyanya, "Nanti malam." Aku membuka pintu lemariku mencari baju yang mungkin aku kenakan, "Flight terakhir." "Gue masih gak nyangka lo benar-benar akan pergi, gue kira lo cewek manja yang gak mungkin berani untuk pergi. Amerika itu negara yang luas." sahutnya, entah bagaimana wajahnya tapi aku mendengar suara murung yang amat
EDER POV"Saudara tiri yang namanya Anastasia itu?" tanya Bryan ikut shock,Aku mengangguk singkat menanggapinya,Kepalaku langsung pusing karena kabar yang tidak terduga sama sekali ini.Bagaimana bisa Anastasia datang kesini?Untuk apa dia datang kesini?Saat ini Aku dan Bryan menuju bandara dimana Anastasia take off, sesuai informasi yang diberikan oleh Om Nugroho.Om Nugroho bilang Anatasia seharusnya sampai di Bandara McCarran, Las Vegas, Amerika Serikat tadi siang kira-kira jam dua belas siang, hari ini.Dan sesuai seperti informasi yang diberikan maskapai penerbangan yang sebelumnya Bryan tanyakan, juga membenarkan bahwa Anastasia 100% ikut penerbangan jarak jauh itu, dan dia sampai di Amerika tepat waktu seperti penumpang lainnya.Semua informasi itu menunjukkan bahwa hampir tuju jam yang lalu Anastasia sudah sampai di Amerika, dan hampir tujuh jam juga ia menghilang di Amerika.Perasaan takut muncul membuatku panik,dan rasa takut itu semakin tidak terkendali setiap kali aku
Atherton, California. Eder Home.AUTHOR POVSetelah sampai di depan pintu rumah Eder, Anastasia hanya bisa melongo melihat kediaman Eder. Rumah Eder terlihat sangat bagus dengan desain interior terbuka.Karena terlalu kagum dengan desain rumah Eder, Anastasia tidak menyadari bahwa dua laki-laki yang bersamanya sedang berduel sengit mengenai dirinya."Sebaiknya kau pulang saja, besok akan kuhubungi." kata Eder mengusir Bryan secara halus."What? Aku masih ingin menanyakan beberapa hal ke Anastasia." sahut Bryan tidak setuju, dia masih ingin berkenalan dengan Anastasia."Ada yang perlu aku katakan juga padanya." Eder kembali berbicara tidak mau kalah, "Lagi pula dia lelah.""Ed, aku juga tidak akan mengerti apa yang kalian katakan tapi baiklah aku akan datang besok." Bryan mengalah, dia menyapa Anastasia beberapa saat mengatakan bahwa dia akan pergi dan akan datang lagi besok."Hati-hati dijalan." Anastasia melambaikan tangannya pada mobil Bryan yang berjalan menjauh.Setelah Bryan perg
Indication of Eder mental illnessDi Chapter ini aku mau menjelaskan detail mengenai mental illness yang Eder derita, atau mental illness yang didiagnosa Eder miliki. Jadi, Readers akan lebih paham, dan bisa memunculkan terkaan mengenai sifat Eder dan alasannya. Kalau ada tebakkan atau pendapat Readers bisa langsung dicomment aja gapapa. Ey, Jangan takut Comment napa!! Kalian bisa kok Comment, ya bagus kalau misalnya di cerita ini kita bisa bantu satu sama lain untuk sekedar sharing pengalaman atau pendapat kalian biar menambah wawasan dalam memahami orang lain. bahkan bisa memperbaiki mungkin info yang aku dapat gak cukup atau salah gitu.Aku cuma mau pesan bahwa Mental Healthy itu sangat sangat sangat dibutuhkan, karena tidak akan ada gunanya sehat secara jasmani kalau rohaninya sakit. Jadi, jangan menyepelekan, bersikap sok kuat itu terkadang dibutuhkan tapi akan ada saatnya manusia itu lelah.jadi so, ayo kita masuk kedunia si ganteng yang senewenan Eder, dan please, Mental Illne
AUTHOR POVEder menyipitkan mata saat melihat siluet seseorang muncul dari temaram cahaya dapurnya. Keningnya bertautan mengira-ngira siapa yang tengah malam berkutik didapur,Apa persediaan makanan dipaveliun sudah habis? pikirnya.Paveliun adalah sebuah rumah dengan beberapa kamar yang dijadikan tempat tinggal oleh beberapa pelayannya, berjarak tidak jauh dibelakang rumahnya.Eder berjalan menuju dapur hampir melompat saat melihat gadis beramput panjang setengah menunduk membelakanginya, bergerak bersamaan dengan tibanya ia disekat tembok yang ada, gadis itu mengubah posisi tegak disebrangnya.Dibatasi dengan kitchen set, Eder dan gadis itu sama-sama tersentak diwaktu yang bersamaan. Gadis yang tak lain adalah Anastasia."Waa.." Anastasia menjatuhkan buah apel yang digengamnya, berkedip beberapa kali melihat Eder yang tak kalah terkejutnya, sangking terkejutnya Eder bahkan tidak bisa berteriak, dia membeku disana."Wah, aku kira siapa." Anastasia menghembuskan nafas berat, "Hampir a
EDER POV"Iya Dad, aku paham, nanti setelah semua datanya udah diurus, aku cepat-cepat pulang. Akukan udah ketemu sama Eder, gak usah khawatir.. Iyaaaaa, Eder? Dia masih tidur, Soalnya semalem ngobrol sampai malem." Aku bisa mendengar Anastasia menghela nafas, "Akukan udah bilang hubunganku sama Eder itu baik kok, kita temenan jadi aku rasa dia juga gak ngerasa aku repotin. Yaudah ya, Daddy tidur aja, kasihan ini, nanti dia bayar tagihan telponnya mahal." Anastasia terkekeh sedikit, "Iya nanti aku sampein, ok Daddy Love you."Anastasia tersenyum beberapa detik, dia berbalik kearah pintu masuk dan, "Yaampun!" teriaknya sambil bergerak mundur beberapa langkah, terkejut dengan keberadaanku disini.Aku berusaha menahan tawaku saat melihat wajah kagetnya, Anastasia belagak ingin melempar telpon rumah yang ada digenggamannya, dengan wajah kesal dia berkata, "Aku bisa mati jantungan gara-gara kamu muncul dadakan terus tahu!"Dia terlihat cantik dengan celana hitam pendek dan tanktop, dia jug
MSB 29 : SOMETHING WRONGANASTASIA POVAntara menyesal dan tidak aku menerima ajakkan Eder.Aku merasa suasana didalam mobil jadi canggung karena keberadaanku, aku berusaha menjaga mataku agar tidak menatap atau berkontak mata dengan Sarah. Entah kenapa aku merasa tidak nyaman saat Sarah menatapku,dia seperti..Entahlah, bagaimana mendeskripsikannya.Bersiap siaga menjaga garis tutorialnya, tatapannya seolah-olah aku harus menjaga jarak dengannya dan Eder.Jika aku mau semuanya aman,Aneh memang tapi aku merasa Sarah sedang mengamatiku seakan siap menerkam kapan saja."Kok tumben lo diam An?" tanya Eder,"Hm?" aku berdaham menyahuti pertanyaan yang Eder berikan,Entah kenapa merasa terintimidasi lagi dengan Sarah yang langsung melirik kaca spion dalam, melihat kearahku. Aku mencoba tertawa renyah, mencoba menghancurkan hawa intimidasi yang tidak bisa kupahami ini, "Aku cuma haus aja."Sepenuhnya canggung,"Oh," Eder ber-oh ria, dia melihat Sarah sekilas lalu berkata, "Tidak masalahka
"Disadari atau tidak manusia tidak memiliki sifat yang tetap, mereka selalu berubah-ubah seperti black hole yang tidak tahu apa yang ada didalamnya dan yang terkadang sulit dikendalikan."EDER POVAda masalah apa?Melihat ekspresi Ana aku tahu ada yang salah, tapi aku tidak begitu yakin dengan apa penyebabnya. Ana terlihat baik-baik saja sebelumnya tapi kenapa sekarang?"Sarah itu orangnya seperti apa?"Sarah?Aku mengulangi nama yang Ana sebutkan, nama psikolog yang menanganiku dan beberapa waktu lalu bersama kami di dalam mobil.Kenapa tiba-tiba Ana menanyakan Sarah?"Kenapa?"Ana mengalihkan pandangannya, lalu berkata, "Cuma mau tahu." Dia melirikku sinis, "Emangnya gak boleh?""Kok jadi lo yang ketus!" Sahutku dengan nada tajam.Tidak ada balasan, dia tidak menggubris perkataanku. Aku menghela nafas, merasa kalau aku lebih baik mengalah, "Dia orang yang baik, sedikit keras memang untuk pengobatan gue, tapi gue tahu dia cuma mau memberikan yang terbaik dan membuat gue sembuh. Gue s