Author POV
"Sugar Baby?" Tanya Dante mengangkat alisnya tidak mengerti.
"Iya! Sugar Baby? Seorang wanita muda di luar sana yang siap melayanimu setiap kau butuh, tanpa harus berbagi dengan pria lain. Kau hanya perlu membiayai kehidupannya dan dia akan memberikanmu perasaan manis itu! Tanpa adanya rasa cinta dan hanya kontrak saja. Dia akan jadi milikmu seorang! Itu kan yang kau mau?" Jelas Bobby sembari meneguk minuman kerasnya.
Dante terdiam kembali. Kepalanya makin pusing mendengar penjelasan sahabatnya. Dia hanya mengangkat bahunya tanda tidak yakin karena dirinya sendiripun masih bimbang dengan keputusannya untuk mengkhianati pernikahannya yang sudah dia pertahankan selama 23 Tahun ini. Tapi jauh di lubuk hatinya, monster ini merasakan kesepian yang sangat mencekik. Tidak pernah sekalipun dia membagi penderitaannya kepada orang lain. Hanya Bobby yang paham dengan apa yang di butuhkan sahabatnya ini.
"Ya sudah, aku pulang! Terserah kau mau mendengar saranku atau tidak. Jika tertarik dengan sugar baby ini kabari aku segera." Ucap Bobby seraya berdiri.
Dantepun ikut berdiri berniat mengantar kepulangan sahabat karib satu satunya ini. Sepanjang perjalanan mereka masih terlibat perbincangan santai.
"You did it! Yahoo!" Teriak Nico bertepuk tangan dari arah ruang makan.
Dante dan Bobby berhenti dan mengalihkan pandangan ke arah sumber suara. Saling bertatapan bingung lalu berjalan mendekatinya.
"Ly-Lylia?!" Kaget Bobby.
"Paman Bob??" Jawab Lylia terkaget melihat rekanan sang Ayah berada di samping sang monster.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Bobby berjalan mendekati Lylia lalu memeluk gadis tersebut.
"A-anu, Paman." Jawabnya ragu.
Nico segera menarik Bobby agar segera mengakhiri drama berpelukan antara teman Daddy-nya dan adik barunya ini.
"Come on.. Uncle!" Ucapnya tidak suka.
Bobby hanya tersenyum ke arah Nico lalu melepaskan pelukannya pada Lylia.
"Jawab Paman, Lyli! Kenapa kau bisa berada di rumah lelaki tua ini, berseragam seperti ini dan dimana Ayah atau Kakakmu?" Tanyanya penasaran.
Lylia terdiam mengeluarkan ekspresi yang aneh itu kembali. Dante membulatkan matanya. Ekspresi yang sama saat gadis itu tau dirinya telah di tinggalkan oleh keluarganya. Ah-
"Sudah. Sudah. Tenang ada Paman Bob di sini." Ucap Bobby seraya kembali memeluk Lylia dan menyembunyikan wajah Lylia dalam dadanya lalu memandang bingung Dante.
Dante mengangkat kedua alisnya.
Nico kesal melihat sikap berlebihan sang Uncle.
Author POV END
.
.
.
Nicholas POV
Aku melihat Lylia memasuki ruangan dengan beberapa orang yang berasal dari dapur membawa masing masing piring yang berisi berbagai macam camilan yang berbeda. Lylia dengan teliti menghitung satu persatu camilan rersebut. Sangat rapi menurutku. Gadis ini, gadis yang tidak beruntung ini, sangat menarik perhatianku. Caranya berbicara saat bersamaku atau sikapnya yang lembut dan kadang lucu itu benar benar menarik perhatianku. Dia sangat berbeda dari Mommy. Sepertinya aku bisa bercerita apa saja saat sedang bersamanya. Adik. Aku menemukan sosok Adik di setiap ekspresi yang tanpa dia sadari sering ia keluarkan saat bersamaku. Aku ingin lebih lama berdua dengannya. Berbicara dengan santai bahkan bercanda gurau.
"Lu sangat-sangat bisa di andalkan, Ly." Pujiku.
Lylia hanya tersenyum ketika melihatku. Ahh- Senyuman itu. Sangat menggemaskan!
"Dalam waktu singkat lu nyelesein ini semua?" Tanyaku terkagum.
Lylia mengangguk.
"You did it! Yahoo!" Aku bertepuk tangan dengan riang gembira.
Lylia yang sudah selesai menghitung jumlah dessertnya ikut tertawa melihatku.
"Ku harap rasanya sesuai dengan selera Mommymu ya Kak." Ucapnya seraya tersenyum.
AKU GEMAS!!!
Ku usap pucuk rambutnya sambil tersenyum.
"Ly.. Lylia?!" Ucap uncle Bobby dari belakang ku.
"Paman Bob?" Jawab Lylia kaget.
Wait... mereka saling kenal? Bagaimana?
Uncle Bobby berlalu melewatiku lalu memeluk Lylia.
Tunggu.
MEMELUK?
Siapa?
LYLIA?
Uncle Bob memeluk Lylia?
But.. WHY???
"Come on! Uncle." Ucapku seraya menarik uncle Bob menjauh dari Lylia.
Aku tidak suka melihatnya! Aku yang lebih dulu akrab dengan Lylia di sini, jadi jangan sembarangan menyentuhnya di depanku.
"Jawab Paman, Lyli! Kenapa kau bisa berada di rumah lelaki tua ini, berseragam seperti ini dan dimana Ayah atau Kakakmu?!" Tanya Uncle Bob.
Aku bisa melihat ekspresi Lylia dengan sangat jelas. Ekspresi yang akupun tidak tau apa artinya itu, tapi melihatnya mengeluarkan ekspresi itu membuat ku tidak suka dengan ketidak-pekaan Uncle Bob. Lylia tidak bisa menjawabnya. Uncle Bob kemudian menenangkan Lylia dengan memeluknya. Aku tidak suka! Tapi kubiarkan saja karena sepertinya Lylia membutuhkannya.
Tak lama Dad memberi kode agar Uncle Bobby meninggalkan kami berdua dan mengikutinya. Aku memandang Lylia. Ingin kupeluk seperti yang di lakukan Uncle Bobby tadi tapi kuurungkan niatanku. Karena nampaknya dia mulai membangkitkan moodnya dan menepuk nepuk pipinya agar tersadar dari kesedihannya. Aku tersenyum simpul melihat kelakuannya lalu mengusap kembali pucuk kepalanya. Dia terseyum melihatku.
Waktu benar benar berjalan sangat cepat saat kami berdua berbincang. Mommy datang lengkap dengan pakaian branded, aksesoris dan make up khasnya. Aku yakin dia mau keluar untuk berkumpul dengan teman arisannya lagi
"Silahkan, Nyonya." Tunduk Lylia segera memberikan salam.
Mommy melihat dengan seksama tampilan dessert Lylia, lalu mulai mengambil piring dan sendok. Mencermati, mencium dan mencicipi satu persatu sampel dessert yang tersedia tanpa ekspresi. Lylia yang tampak gugup berdiri dengan tegak memberhatian gerak gerik mommy dengan saksama. Aku tersenyum, membayangkan sedang melihat ujian praktek Lylia secara langsung.
Setelah camilan terakhir, Mommy meminum air putih untuk menjernihkan lidahnya dari berbagai rasa yang masih melekat.
"Well, not bad." Ucapnya kemudian.
"Aku suka yang ini, yang ini dan yang itu." Ucapnya sambil menunjuk nunjuk camilan yang menarik perhatiannya.
"Tapi aku mau yang ini dan yang itu juga ada di pesta ulang tahun suamiku. Bisa?"
"Hah?" Balas kami kompak.
"Kenapa? Tak suka?" Tanya Mommy.
"Ti-tidak Nyonya, terima kasih atas pujiannya." Ucap Lylia.
"Buatkan masing masing 200 biji. Aku mau bentuk dan rasanya sama tanpa cacat sedikitpun. Kalau kau gagal, keluar dari istanaku." Ucap Mommy seraya meninggalkan kami berdua.
1000 camilan yang harus di buat Lylia? Tentu saja aku khawatir. Kulirik ekspresi menggemaskan yang Lylia keluarkan, ada sedikit rasa cemas dibalik senyuman dan mata yang berbinar itu.
"Lu pasti bisa, Ly." Ucapku menyemangatinya.
"Harus Kak!" Balasnya bersemangat.
Nicholas POV END
***Author POV"Kau gila Dante!" Pekik Bobby setelah mendengar penjelasan dari Dante."Mana aku tau kalau kau berteman akrab dengan Dexter, Bob." Balas santai Dante."Aku mengenal anak itu sejak dia masih SMP, dan sekarang sebentar lagi dia lulus kuliah. Memang benar sesekali aku memanjakan anak manis itu. Tapi aku bahkan tidak tau kalau Dexter membawa lari uangmu." Ucap Bobby.Dante hanya menghisap rokoknya, mereka berdiri tepat di depan pintu utama."Aku saja yang merawatnya bagaimana? Aku sudah memperhatikan pertumbuhannya sejak dulu jadi aku merasa dia seperti keponakanku sendiri. Kalau Dexter bisa membesarkannya seperti anak kandung sendiri, seharusnya aku juga bisa." Racau Bobby."Apa?!" Lirik Dante."Lylia, gadis itu bukan anak kandung Dexter. Dia bahkan tidak memiliki darah keluarga Prozky sama sekali. Tetapi Dexter dan Christine membesarkannya seperti anak kandung mereka sendiri." Jelas Bobby."La
⚠️be wise⚠️ ⚠️the scenes going to be 18+⚠️ Dante POV "Aku mau melihat salah satu kakinya ada di meja kerjaku besok!" Perintahku sembari mematikan telepon. Rasanya geram sekali mendengar salah satu rekan kerjaku berusaha untuk berkhianat. Sama seperti Dexter, Ayah dari gadis yang kupekerjakan di rumah ini. Ingin sekali aku memotong salah satu jari tangannya untuk memperingatkannya agar tidak bermain main dengan kepercayaanku. "Carikan aku info mengenai pengkhianat itu,Victor. Siapa saja keluarganya dan partner bisnisnya yang lain. Pergi!" Titahku. "Baik, Tuan." Victor pergi meninggalkanku sendirian di ruang kerja. Aku kehilangan fokus kerja. Ku bakar sebatang rokok dan mulai memejamkan mata. Rasanya lelah sekali. Tok. Tok. "Hai Dad, aku mau pergi clubbing
Lylia POV'Apa yang barusan itu?' Aku terduduk setelah nafasku kembali normal."Aku baru saja di serang oleh monster!" Jeritku pelan.Aku menyentuh bibirku yang basah.'Seumur umur aku hanya menonton adegan itu di film dan barusan aku merasakannya bersama si monster!' Batinku.Aku menjambak rambutku.'Apa aku akan di bunuh kalau menentangnya? Monster itu kan tidak suka di tentang!' Panikku.'Apa yang harus aku lakukan? Aku harap dia tidak melakukannya lagi! Aku tidak mau di bunuh.' Aku lemas seketika.Aku yang bergidik ngeri tidak ingin terlalu larut dalam ketakutanku, segera kubersihkan kekacauan yang berserakan di lantai marmer akibat ulahku sendiri. Dan berlari kembali ke dapur."Disitu kamu rupanya, Lylia!" Teriak Harley saat melihatku."Ada apa Tuan Harley? Aku baru saja membuat kopi untuk Tuan Dante." Jawabku."Maaf aku terlalu sibuk
Author POV Dante menepuk-nepuk kedua pipi Lylia saat gadis ini mulai kehilangan kesadarannya. Tidak ada respon. Tubuh gadis ini lunglai tidak berdaya. Yang tersisa hanya Dante dan kebingungannya sendiri mendapati dirinya tengah menindih tubuh seorang gadis. 'Apa dia pingsan karena panic attacknya kumat?' Batinnya. Suara deru nafas yang teratur kemudian terdengar dari gadis itu. Lylia tertidur! Wajar saja, semalam suntuk ia mengerjakan pekerjaannya tanpa istirahat seharian. Dia masih belum terbiasa begadang saat jam kerja. 'Hah? Tidur?' Heran Dante. 'Bisa bisanya dia tertidur dalam situasi seperti ini? Apa kasurku begitu nyaman? Atau jangan-jangan dia mencoba memancingku lagi?' Batinnya lalu bergerak mengangkat tubuh Lylia ke posisi yang lebih nyaman di atas kasurnya. Dante bisa mencium dengan jelas wangi shampo dan sabun murah yang Lylia gunakan.
Lylia POVKubuka mataku dengan jantung yang berdegup tidak beraturan. Sepertinya aku tertidur lelap sekali. Tunggu. Ini bukan kamarku."Hah?!" Pekikku seraya terduduk.Aku sangat sadar ini kamar si monster pemilik rumah. Ku dapati bayangannya sedang terduduk di sofa sambil menggenggam sebatang rokok. Ia nampak memijat tulang hidungnya dengan ekspresi yang sedang kesal.'Mati aku!' Tangisku dalam hati."Ma-maafkan aku, Tuan." Ucapku segera mengeluarkan kakiku dari selimut.Tunggu, mana sepatuku? Dan kenapa kancing kerahku terbuka? Apa monster ini membiarkan ku tertidur? Ku dapati sepatuku di bawah kaki kasur. Sang monster tidak mengeluarkan sepatah katapun dari tadi. Ku perbaiki kerah bajuku setelah memakai sepatuku dan berjalan mendekati trolley makanan yang ada di dekatnya."Kemari." Nada baritonnya menghentikan langkahku.Kuturuti perintahnya untuk duduk sesuai dengan ar
Nicholas POV Gadis bergaun putih dengan sepatu berwarna khaki itu tersenyum menyeka poninya ke belakang telinga lalu berpose manis di depanku. Aku tidak berkedip, hanya berpakaian bahkan berdandan sederhana seperti ini saja membuatnya terlihat seperti gadis dewasa pada umumnya. 'kapan dia jadi secantik ini?' Batinku. "Makasih, Kak. Aku suka. Yang ini saja ya." Ucapnya tersenyum. Aku ikut tersenyum lalu berjalan mengarah ke pramuniaga di belakangnya. "Cariin gue pakaian yang lebih modis lagi. Lebih cantik, lengkap dengan aksesoris sepatu dan tasnya. Jangan lupa harus serasi!" Titahku berbisik. Pramuniaga itu menunduk paham lalu meninggalkan kami berdua di ruangan tersebut. "Apa yang kakak bicarakan sama mbaknya tadi?" Tanyanya masih berdiri di tempat yang sama. "Hm? Nothing." Ucapku terduduk lalu menepuk nepuk sofa di sebelahku. Lylia mengikutiku.
Lylia POVMatahari pagi mulai kembali menyapa ketika aku berjalan menuju ke kamar Nyonya rumah mewah ini, Alicia Prime. Seperti biasa ku ketuk pintu kamarnya lalu masuk begitu dipersilahkan."Bagaimana persiapan dessertmu hari ini?" Tanyanya."Sempurna, Nyonya. Semua sudah siap." Jawabku percaya diri."Awas saja kalau kau mengacaukannya." Desisnya."Baik Nyonya, makanan sudah siap. Silahkan di nikmati." Pamitku setelah selesai menyajikan sarapan di meja kamarnya.Kupercepat langkahku untuk segera keluar dari kamar singa betina ini lalu menuju kamar Nicholas."Permisi Tuan, aku membawakan sarapan." Ucapku setelah mengetuk pintu kamarnya."Masuk lah, Ly." Jawabnya.Aku melangkah masuk setelah membuka pintu kamar dan mendapatinya masih bertelanjang dada di atas kasurnya yang tampak berantakan. Dia merentangkan kedua lengannya. Aku yang bingung lalu memilih untuk mengacuhkannya dan melanjutkan peker
Dante POV"Tuan, tampaknya Nyonya Alica sedang menghukum gadis itu di gedung ketiga." Bisik Kai di telingaku."Permisi Pak, saya ingin mengurus sesuatu dulu. Terima kasih atas kunjungannya, silahkan nikmati acaranya." Ucapku pada salah satu petinggi negeri ini seraya pamit meninggalkan mereka."Cari tau kenapa wanita gila itu berani menyentuhnya!" Titahku pada Kai."Baik, Tuan" Patuh Kai.Kupercepat langkahku menuju gedung ke tiga. Begitu Kai membuka pintu kudapati Nicholas tengah melompat ke dalam kolam renang. Aku berjalan masuk mendekati kolam. Kai segera menutup pintu begitu aku masuk sepenuhnya. Alicia tampak berdiri di sekitar kolam renang menatapku dengan penuh rasa kesal. Nicholas yang muncul ke permukaan dengan Lylia yang tanpa busana di lengannya mulai berenang mendekatiku. Aku berjongkok di pinggir kolam, ku buka jasku lalu kubungkus tubuh polos Lylia begitu Nico menyerahkannya padaku. Ia pingsan dengan wajah ya