Bab 57
Mobil rental yang kusewa melaju sangat cepat ke arah Bandara Ahmad Yani. Pagi ini lalu lintas di Kota Semarang sangat padat. Maklum jam kerja. Sehingga agak macet. Hatiku tidak tenang. Terkadang melihat arloji yang melingkar di tangan. Masih pukul sembilan pagi.
Mendadak mobil berhenti. Sebuah antrian panjang. Mobil tidak bisa bergerak sama sekali. Kutengok sebentar dan bertanya kepada supir.
"Ada apa, Pak?" tanyaku.
" Aduh, Mas. Di depan ada kecelakaan. Gak tau deh, kita bisa nyampai bandara tepat waktu apa gak," jawab Pak Supir.
Duh.
Aku mengacak rambut yang tidak gatal. Pikiran menjadi kalut. Perlahan kubuka kaca mencoba bertanya kepada penumpang yang sama-sama terjebak macet.Bab 58 Tiba di Jakarta.Pesawat yang membawaku sudah mendarat di Jakarta. Tepat satu jam lebih sedikit. Aku menarik nafas lega. Bayangan Sarah yang tergolek di rumah sakit sudah menari-nari di pelupuk mata. Rasa bersalah yang teramat dalam. Entah mengapa setelah aku mengatakan kepada Sarah ingin dijodohkan dengan Siti oleh ibu. Mendadak Sarah kecelakaan.Wanita yang di sampingku tersenyum manis seakan menggodaku." Mas, ini kartu nama saya," ujar wanita itu sambil menyodorkan sebuah kartu nama berwarna merah muda.Untuk menghormatinya, kuterima kartu nama itu dan menyimpan dalam kantong celanaku." Mas ganteng deh. Kapan-kapan kita bisa ketemu dong. Aku akan memberikan apa yang kamu mau," godanya.
Tiba di Rumah Sakit langsung menuju ke pusat informasi untuk menanyakan kamar peralatan Sarah."Selamat siang, Mbak!" sapaku kepada staff rumah sakit."Siang, Mas. Ada yang bisa kami bantu?" tanya staff itu."Saya mau menanyakan pasien atas nama Sarah Athala Nanda yang kecelakaan,"ujarku."Sebentar ya, Mas. Saya cek dulu," kata staff itu.Dia membuka komputer dan mengecek nama pasien yang ada di rumah sakit itu. Setelah beberapa saat baru staff itu menatapku."Maaf Mas. Ibu Sarah sudah pulang. Baru saja," katanya."Oh ya sudah, Mbak. Terima kasih ya," ujarku.
Sarah menatapku malu-malu. Kesedihan yang menggunung seakan pecah dengan kehadiranku. Dasar dia memang paling senang membuatku khawatir. Rambut panjangnya dia ikat ke belakang."Kamu memang manja, Sayang. Berhasil membuatku kalang kabut. Hingga ingin terbang langsung Jakarta," gerutuku." Ponsel juga dimatikan. Bagaimana dengan rekan bisnismu?"Sarah masih senyum sendiri. Kedua lesung pipitnya nampak menyembul semakin membuat gemas aku melihatnya."Yuk, makan dulu!" pintaku dengan menyendok bubur yang ada di tanganku."Aaaaa!" perintahku seperti anak kecil.Sarah lalu membuka mulutnya ketika aku akan menyuapinya. Tapi kali ini aku ingin menggodanya. Aku makan bubur itu.
Bab 61Aku terperanjat ketika lampu di kamar menyala. Ternyata aku tertidur dengan pulas di kamar tamu rumah Sarah.Mata ini masih terasa berat. Siapa yang mengganggu tidur pulasku. Sudah seperti seorang raja yang tidur di kasur empuk dengan pendingin ruangan yang nyaman.Tangan halus menepuk pipiku. Perlahan nampak sosok wanita yang duduk di samping tempat tidur.Harumnya sudah sangat kukenal. Yang selalu hadir dalam hayalan indah dan ingin selalu meneguk manisnya candu.Sedikit memicingkan mata ketika melihat Sarah membelai pipiku. Aku tersenyum dan ingin menggodanya. Badanku menggeliyat dan memeluk tubuh rampingnya."Sayang, bangun! Udah malam nih.Katanya mau bikin spagetti," bisiknya di teli
Bab 62"Aku angkat ya,Sayang," pinta Sarah sambil menatapku.Aku hanya mengangguk melanjutkan makan mi spagetti. Sesekali tanganku menyuapi Sarah yang ada di sampingku.Santi masih berusaha untuk menelponku. Kali ini Sarah yang akan mengangkat panggilan seluller dari Santi."Coba, Sayang aku ingin mendengar suaranya Santi!" ujarku di sela suapan mi untuknya."Diih. Kangen ya!" sindir Sarah.Dia mengerlingkan matanya seakan menggodaku. Aku hanya melotot ke arahnya.Sarah menyalakan tombol pangeras suara pada ponselku sehingga aku bisa mendengarkan percakapan mereka."Sayang, coba kita kerjain dia. Ka
Aku memeluk guling yang ada di kasur Sarah. Memejamkan mata sejenak untuk menikmati sensasi harum di ruangan Sarah.Bau wangi yang khas untuk menambah segar ruangan itu. Tiba-tiba Sarah sudah memelukku dari belakang dan mencium pungggungku.Tangannya mengusap halus leherku. Aku menggeliyat menghadap ke arahnya. Seraut wajah ayu nan sederhana. Walaupun tidak muda lagi tetapi masih kelihatan segar dan bercahaya.Aku ganti memeluknya dalam dekapanku. Wajahku hampir menempel di hidung mungilnya. Tak sabar aku menggigitnya pelan."Sayang, apa sih yang paling kamu inginkan dari pernikahan ini?" tanya Sarah sambil mengelus jambang tipis di wajahku.Aku belum menjawabnya. Tanganku masih akt
Bab 64Aku dan Sarah memasuki ruangan meeting. Agak terlambat karena semuanya sudah hadir. Semua mata tertuju padaku. Apalagi Pak Sony yang menatap dengan pandangan seperti penjahat."Selamat pagi, semua," sapa Sarah dengan ramah." Pagi, Jeng," jawab Pak Hans sambil tersenyum.Laki-laki ganteng dan macho itu juga menatapku. Aku membalas dengan senyuman ramah. Agak sedikit kikuk tapi bisa menguasai diri."Selamat pagi!" sapaku kepada semua orang yang hadir di situ."Silahkan, Pram!" Sarah mempersilahkan aku duduk di sampingnya."Terima kasih, Mom," jawabku.Aku duduk dengan canggung. Apa
Bab 65. Aku terkejut ketika Sarah langsung memelukku. Kubalas dengan mencium keningnya."Apa sih, Sayang?" tanyaku dengan meraih dagunya.Kalau di ruangan seperti tidak kenal. Giliran berdua langsung kangen. Duuh Sarah."Selamat ya, sudah menjadi Chef di restoran Aska," katanya manja."Makasih ya," kataku."Eh,pintu masih terbuka. Gak enak nanti ada yang melihat," ucapku ketika melihat pintu ruangan Sarah masih terbuka.Perlahan aku menutup pintu dan menggandengnya ke kursi kerjanya."Sekarang Bu Bos kerja dulu, ya. Pacarannya nanti aja," godaku.Sarah hanya menurut ketika ak