Hectic.
Dennis terduduk, sambil memijit kepalanya pusing. Sudah sebulan terakhir, ia disibukkan dengan kegiatan untuk mengurus pernikahannya, yang akan dilaksanakan Minggu depan. Dan hari ini, tepat dengan ulang tahun Danish yang ke satu. Sesuai janjinya, Dennis akan melaksanakan pernikahannya setelah ulang tahun Danish.
Azyan juga tak kalah sibuk, mengurus ulang tahun pertama, putranya. Ia tak menyangka, Danish sudah berumur satu tahun. Padahal, baru kemarin saja ia merasakan bagaimana bayi itu menendang-nendang perutnya. Dan sekarang, Danish sudah belajar berjalan bahkan giginya tambah banyak. Asal kalian tahu, saking sayangnya Azyan tak ingin menyapih Danish. Rasa sayang yang melebihi segala sesuatu, membuat Azyan menjadikan Danish anak emas.
Sejak pagi, Azyan sudah sibuk mendekor sendiri untuk perayaan Danish nanti. Dan Azyan lebih memilih di rumah saja, dirayakan daripada diadakan di restoran.
Azyan memilih tem
Azyan memandangi kue ulang tahun yang sudah menyala entah ke berapa kali dihidupkan tapi Dennis tak kunjung pulang.Gadis itu memangku Danish yang sudah tak tenang sedari tadi ingin tidur. Sekarang, sudah pukul 20.26. Azyan sengaja tak mau menidurkan Danish, demi menunggu Dennis pulang dan bisa merayakan bersama walau hanya mereka bertiga.Danish makin meraung, akhirnya Azyan menidurkan bayi itu. Azyan membawa Danish ke kamar. Bayi itu, bahkan dalam satu kali baring, Danish sudah menutup matanya."Maafkan mommy. Selamat ulang tahun, semoga makin pintar ya." bisik Azyan kecil sambil menciumi pipi anaknya. Tak menyangka, sudah banyak perjuangan dan pengorbanan yang ia lakukan hingga Danish bisa tumbuh hingga sekarang."Tetap jadi anak kesayangan mommy." Azyan menarik napas. Demi apa, ia menyiapkan semua ini demi terlihat sempurna dan saat kepergian Dennis membuat acara itu hambar. Azyan yakin, jika bayi itu
Flashback. 18++Kejadian, sebelum Danish lahir di dunia. Bagaimana mak-bapaknya. Na-ina. _______________$$$__________"Selamat ulang tahun." ujar Azyan, sambil memeluk Ilene. Hari ini si kembar ulang tahun, tanggal 14 Juli 19 tahun lalu, Bunda mereka berjuang untuk mengeluarkan mereka dan sekarang umur keduanya berkurang untuk menikmati waktu di dunia ini lagi."Makasih.""Hai Bubu." semacam anak muda lainnya yang memberi nama khusus untuk kekasih mereka. Darris menyebut Azyan Bubu, panggilan kesayangan. Dan Azyan hanya mampu menunduk, cowok itu suka sekali menggodanya, walau ia juga suka dan terhibur tentu saja."Bella nanti datanya ke rumah. Bunda udah nyiapkan semuanya, cuman teman-teman kok. Nggak rame juga, uda tua." Ilene terkikik. Ia sebenarnya malas, melakukan hal ini lagi. Sekali lagi, Bunda tetap Bunda. Apapun yang ia mau, harus tetap dilaksanakan. Dan bundanya tetap mengan
Hancur, berantakan, tak bersisa. Disaat, masa depan depan yang telah ia rancang hilang hanya dalam satu malam. Satu malam, menggerogoti habis seluruh sendi-sendi kehidupan Azyan.Azyan hanya terduduk di sisi ranjang, sambil menangis dan memeluk lututnya. Ia tak pasti, sekarang jam berapa. Tapi ... Azyan harus pergi, tak peduli jika sekarang dini hari, atau tengah malam dan kena palak preman. Hidupnya sudah sial.Setelah puas menangis, Azyan menggapai pakainnya dan memakainya kembali. Walau rasa di bagian bawah tubuhnya seperti disilet dan sayat-sayat. Tapi Azyan tak peduli, dirinya lebih hancur dari itu.Dengan kondisi yang berantakan Azyan bergegas bangun memakai pakaiannya kembali, dan membuka pintu dengan perlahan. Jangan sampai ia menyadarkan yang lain. Azyan tak perlu melihat wajah lelaki itu, karena ia akan membenci selamanya.Azyan berjalan perlahan seperti pencuri, sambil berjinjit karena tak
"Oy ..."Ilene mengetuk pintu kamar Irish, setelah meminta izin Ilene diperbolehkan untuk menjumpai Azyan. Walau sedari tadi tak ada sahutan."Anybody home? I'm home now, please open the door." Ilene mengetuk lagi, tapi tak ada respon yang berarti dari dalam."Bell ... Aku bawa boneka Anabelle kalau kau tak buka. Buka ya, kenapa nggak masuk kampus hari ini?""Bellanin. Buka oy." Ilene menoleh ke belakang, melihat abangnya yang hanya berdiri kaku disana. Kalau tak ingat uang tadi sia-sia melayang, maka Ilene ingin menendang abangnya."Bell ..."Dennis hanya berdiri disana, perlahan laki-laki itu mendekati pintu tadi dan berdiri seperti patung, berharap si empu kamar membuka pintu. Laki-laki itu ingin semua masalah secepatnya kelar."Bella ... Kawanku yang paling sabar. Pacar si cangcut ya hehehe." gurau Ilene. Azyan yang berdiri di balik pintu merasa tak te
"Mungkin kalian butuh waktu untuk membicarakan ini. Bunda percaya, Bella sudah dewasa. Kecewa hanya sekali diperbolehkan, selanjutnya jangan terus tergerus dengan rasa kecewa. Rasa kecewa bisa membawa dendam yang akan merugikan diri sendiri."Ilona menepuk belakang Azyan pelan. Gadis itu hanya menatap tak percaya, pada wanita cantik yang terlalu bijak hari ini. Walau semuanya terasa masuk akal. Gadis itu menarik napas panjang, dan menyeka semua air matanya.Ilona keluar dari kamar. Azyan hanya menunduk, ya ia masih berduka kehilangan permatanya sebagai wanita. Gadis itu menunduk, sambil memainkan jari-jari tangannya. Menimang apa yang harus ia lakukan sekarang? Kata-kata sok bijak Ilona terdengar masuk akal di telinganya."Boleh saya masuk?" Azyan langsung mengangkat wajahnya, dan lelaki laknat yang berani membuat dirinya hancur seperti ini. Walau penampilan lelaki itu tak kalah sepertinya, dalam artian mereka sama-sama st
Sedang ingin menyendiri.Azyan tak ingin diganggu siapapun, bahkan Dennis. Gadis itu ingin merenungi semua ini, sampai ia benar-benar memutuskan dan membuatnya takkan menyesal di kemudia hari. Waktu tak dapat diputar benar? Jadi, Azyan tak ingin menyesal karena ketololan yang menghantui hidupnya, karena ia tak mempertimbangkan semuanya dengan matang.Azyan masih merenungi nasibnya, walau perlahan ia kembali melihat dunia yang luas dan kembali menjalankan kegiatan kampus seperti mahasiswa yang lain. Beruntung ada Ilene yang selalu membantunya, ketika ia sedang kesusahan. Hal lain yang mendasari, Azyan menerima Dennis adalah karena sudah mengenal keluarga itu. Bagaimana perlakuan bundanya, dan Azyan tahu wanita cantik itu berhati mulia.Walau Azyan masih dilema bagaimana memutuskan hubungannya dengan Darris. Bagaimana mungkin, ia sudah jebol dengan yang lain dan berstatus kekasih orang lain? Walau Azyan sama sekali tak meras
"Cukup!"Ilona bergegas menarik Darris yang meninju abangnya membabi-buta. Ketika berhasil melepaskan, Darris berdiri masih dengan mengepalkan tangannya dan mencari kesempatan untuk menendang abangnya."Si sialan ini, nggak usah lagi datang ke rumah ini!" Darris menunjuk Dennis."Udah ..." Ilona menepuk pundak anak bungsunya menenangkan, ia sangat mengerti bagaimana patah hati Darris. Tapi memang, Dennis sudah mencuri start duluan. Mungkin memang sudah takdirnya untuk anak sulungnya yang kaku memiliki pasangan."Adek masuk kamar dulu. Bunda mau ngomong sama Abang."Ketika Darris melewati hadapan Azyan, gadis itu hanya menunduk tak berani menatap mantannya. Azyan yakin, Darris mengira dirinya wanita murahan. Walau mungkin begitu kenyataannya. Hamil dari lelaki, yang ia tak tahu betul bagaimana sifatnya.Akhirnya, Dennis duduk di hadapan bundanya dan meraba-raba wajah tampan
Azyan tak tahu, jika dua kembar kompak tidak menegurnya. Hal ini sontak membuat Azyan bersedih. Apa ia tak pantas bahagia? Harusnya mereka menerima dirinya dengan lapang dada, suka tak suka Azyan sudah menjadi bagian anggota keluarga mereka."Aku tak mau kawan sama orang yang suka nusuk dari belakang. Abang-adek diambil. Kenapa nggak sekalian tuh papah?"Kata tajam Ilene membuat Azyan memasukan dalam hati. Gadis itu merasa sedih dan hanya murung. Andai, mereka tahu kebenarannya. Dan Azyan juga tak munafik, jika orang yang telah membuat hidupnya seperti ini juga telah membuatnya jatuh cinta. Semua tingkah kaku, dan tak terduga Dennis membuat Azyan jatuh cinta pada semua perlakuan kecil itu, bagaimana Dennis memperlakukan dirinya dan begitu perhatian dan menjadikan Azyan pusat dunianya, membuat Azyan merasa besar kepala karena ini pertama kalinya ia diperlakukan oleh lawan jenis dengan berbeda.Saat bersama Darris, Azyan tak